Revisi UU TNI

Addin Ketua Umum GP Ansor Sebut Revisi UU TNI Masih Selaras dengan Semangat Reformasi

Ketua Umum GP Ansor Banom NU, Addin Jauharuddin, sebut revisi UU TNI masih selaras dengan semangat Reformasi 1998. Kata dia, supremasi sipil menguat.

|
Dok PP GP Ansor
KETUM GP ANSOR - Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Addin Jauharudin, menilai revisi UU TNI masih selaras dengan semangat Reformasi 1998. Menurut Addin, supremasi sipil saat ini semakin kuat. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang merupakan badan otonom (banom) Nahdlatul Ulama (NU) menyebut revisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) masih sejalan dengan semangat Reformasi '98.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor, Addin Jauharuddin.

Addin menilai profesionalisme tentara dan supremasi sipil masih terjaga dalam RUU TNI, yang saat ini telah disahkan.

Baca juga: Kritik Revisi UU TNI, Alissa Wahid Putri Gus Dur: Wujudkan Supremasi Sipil, Bukan Supremasi Senjata

Baca juga: BREAKING NEWS: Sah! Revisi UU TNI Disahkan di Rapat Paripurna DPR, Abaikan Suara-suara Penolakan

Baca juga: Tembakan Peringatan Dibalas Bidikan di Kepala, Fakta 3 Polisi Gerebek Judi Tewas Ditembak Oknum TNI

Oleh karenanya, Addin menilai RUU TNI masih selaras dengan cita-cita reformasi yang menumbangkan Orde Baru pada 1998 silam.

Hal tersebut disampaikannya jelang rapat paripurna pengesahan RUU TNI yang dijadwalkan pada Kamis (20/3/2025).

Addin menilai RUU TNI masih mengambil landasan hukum yang membatasi peran tentara dalam ranah politik, termasuk TAP MPR Nomor 6 dan Nomor 7 Tahun 2000.

“Artinya, hal ini masih selaras dengan cita-cita reformasi pada 1998,” kata Addin dalam keterangannya.

Addin sebut supremasi sipil menguat

Pemimpin organisasi pemuda Nahdlatul Ulama (NU) tersebut menganggap supremasi sipil justru semakin matang. 

Menurutnya, fungsi kontrol juga terus menguat.

“Jadi, tidak perlu khawatir. Era keterbukaan membuat semua orang akan mengawasi dengan mudah jalannya pemerintahan,” katanya.

Addin pun menepis kekhawatiran bangkitnya dwifungsi militer ala Orde Baru dengan RUU TNI.

Menurutnya, hierarki kekuasaan antara presiden dan militer masih jelas.

“Panglima TNI dan Kapolri masih berada di bawah kekuasaan eksekutif, yaitu Presiden."

"Hierarki tersebut yang berlaku sampai sekarang,” kata Addin.

Mengenai penambahan jabatan sipil yang bisa ditempati militer, Addin menyebut pihaknya mendorong proporsionalitas demi menjaga profesionalitas TNI.

Sejauh ini, substansi revisi UU TNI dianggapnya masih dalam koridor yang benar.

Meskipun demikian, Addin mengapresiasi kritik dari berbagai elemen masyarakat sipil selama pembahasan RUU TNI.

“Seluruh pihak yang berstatus warga negara Indonesia memang harus mengawal serta mendukung pemerintahan supaya program-program pembangunan berjalan dengan baik,” katanya.

Putri Gus Dur kritisi revisi UU TNI

Sebelumnya diberitakan, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berperan besar dalam mencabut dwifungsi ABRI, setelah masa Reformasi '98.

Reformasi '98 merupakan akhir dari kekuasan militeristik Orde Baru (Orba) dengan pengendali utama Soeharto.

Putri Gus Dur yang merupakan Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengingatkan masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata. 

Baca juga: Gerebek Judi, Kapolsek & 2 Polisi Tewas Ditembak Diduga Oknum Tentara saat Revisi UU TNI Disorot

Baca juga: Mengenang 40 Hari Meninggalnya Gamma, Cita-citanya Jadi TNI Pupus di Ujung Pistol Oknum Polisi

Baca juga: MK Putuskan KPK Berhak Tangani Korupsi di Militer, Bagaimana Respon TNI? Simak Keterangan Kapuspen

RUU TNI dinilai membuka pintu supremasi senjata karena perluasan penempatan jabatan sipil untuk TNI aktif.

Hal ini disampaikannya merespons revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang tinggal disahkan dalam rapat paripurna DPR. 

"Dan inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama."

"Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata," kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).

"Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang," tambahnya. 1

Alissa khawatir jika RUU TNI justru melegitimasi masuknya mereka yang memegang senjata pada ruang-ruang sipil.

Padahal, menurutnya, RUU TNI semestinya dilakukan untuk tujuan memperkuat profesionalitas TNI.

"Bukan untuk mengembalikan peran-peran (dwifungsi ABRI) tersebut."

"Walaupun namanya bukan dwifungsi ABRI, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, itu sama saja," imbuh putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Lebih lanjut, Alissa melihat poin penempatan jabatan sipil untuk TNI yang diperluas memberikan banyak arti.

Pertama, tentara aktif yang bisa menduduki jabatan sipil artinya mereka masih memiliki jalur kepada angkatan bersenjata.

 "Orang-orang yang memegang senjata ini masih ada jalur koordinasi, jalur komando, dan seterusnya."

"Betapa berbahayanya ketika nanti rakyat tidak berkehendak yang sama dengan penguasa," ujar Alissa.

 "Jaringan Gusdurian yang saya adalah emboknya (ibunya) ini, kami banyak sekali mendampingi warga masyarakat yang terdampak langsung proyek strategis nasional."

"Dengan siapa mereka berhadapan? Dengan yang memegang senjata. Ini dalam kondisi mereka (angkatan bersenjata) tidak punya wewenang."

"Nah, kalau diberikan jalur ini, akses ini, maka kehadiran mereka kemudian menjadi legal," sambungnya. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang di kompas.tv

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved