Polisi Tembak Mati Paskibra Semarang

Bareskrim Polri Turun Tangan Asistensi Kasus Polisi Tembak Mati Pelajar SMK di Semarang

Bareskrim Polri turun tangan asistensi penanganan kasus polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang, agar penyidikan berjalan sesuai koridor-transparan.

tribunnews
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada, menyatakan Bareskrim Polri turun tangan asistensi penanganan kasus polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang, agar penyidikan berjalan sesuai koridor dan transparan. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Polemik kasus polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang, hanya karena pepetan sepeda motor di jalan, menjadi sorotan pelbagai pihak.

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar dan Kabid Propam Polda Jateng Kombes Pol Aris Supriyono memberi keterangan bertolak belakang, terkait motif penembakan tersebut.

Kasus polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang ini mendapat atensi dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri).

Baca juga: RDP Komisi III Kasus Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang, Propam Polda Jateng: Tak Ada Tawuran

Baca juga: Makam Siswa SMK Semarang Ditembak Mati Polisi Dibongkar, Polda Jateng: Ekshumasi, Lengkap Bukti

Baca juga: Keluarga Gamma Yakin Tudingan Gengster Hanya Rekayasa Polisi, Duga Saksi Kunci Ikut Diintervensi

Bareskrim Polri turun tangan dalam penanganan kasus ini dengan memberikan asistensi terhadap ketelederon polisi dalam menggunakan senjata api, hingga menewaskan seorang siswa SMK 4 Semarang, Gamma Rizkynata Oktafandy alias GRO (17 tahun). 

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, asistensi dilakukan agar pengusutan kasus penembakkan tersebut berjalan secara akurat sesuai ketentuan hukum. 

“Kita lakukan asistensi untuk proses secara tegak lurus, secara akurat dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Wahyu di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Wahyu mengatakan, pengusutan kasus penembakkan ini harus dilakukan secara profesional dan transparan.

“Prinsipnya dilakukan secara profesional, secara scientific investigation dan berikan transparansi kepada masyarakat,” ujar dia.

Bareskrim juga akan mendalami adanya perbedaan kesaksian antara pihak kepolisian dan saksi mata kejadian penembakkan GRO. 

“Nanti kita lihat, kalau seperti itu ada perbedaan. Jadi nanti dalam perkembangan kita kan juga perlu periksa ini,” kata Wahyu.

“Sesuai dengan ketentuan, sesuai dengan alur yang dijalankan, sesuai fakta yang didapatkan, baru nanti kita periksa,” ujar dia.

Beda keterangan Kapolrestabes dan Kabid Propam

Seperti diketahui, GRO meninggal dunia usai ditembak polisi bernama Aipda Robig pada Minggu (24/11/2024) dini hari. 

Awalnya, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan, penembakan terjadi saat polisi hendak melerai pelajar yang sedang terlibat tawuran.

"Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, muncul anggota polisi. Kemudian dilakukan upaya untuk melerai. Namun, ternyata anggota polisi informasinya diserang, sehingga dilakukan tindakan tegas," kata Irwan, Senin (25/11/2024).

Pernyataan Irwan itu berbeda dengan kesaksian seorang petugas keamanan yang menyebut tidak ada tawuran di lokasi kejadian penembakkan Gamma.

Pihak SMK 4 Semarang juga meragukan keterangan polisi karena G dikenal sebagai siswa berprestasi di sekolah itu.

Belakangan, Kabid Propam Polda Jawa Tengah Kombes Aris Supriyono mengungkapkan bahwa Aipda Robig melepaskan tembakan bukan untuk membubarkan tawuran.

“Penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi,” ujar Aris dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III DPR RI, Selasa (3/12/2024).

Aris menyebutkan, Robig menembak G dan teman-temannya yang melintas menggunakan sepeda motor karena kesal kendaraannya terpepet oleh rombongan G. 

“Kemudian motif yang dilakukan oleh terduga pelanggar dikarenakan pada saat perjalanan pulang, mendapat satu kendaraan yang memakan jalannya, terduga pelanggar jadi kena pepet,” kata Aris. 

“Akhirnya terduga pelanggar menunggu tiga orang ini putar balik, kurang lebih seperti itu dan terjadilah penembakan," ujar dia. 

Keluarga: cerita gengster rekayasa polisi

Terpisah, sebelumnya keluarga Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO (17) -siswa SMK 4 Semarang yang ditembak mati polisi- meyakini narasi korban adalah anggota gengster adalah rekayasa aparat belaka.

Tak hanya itu, keluarga korban juga meragukan pernyataan polisi yang menyebut korban ditembak mati karena melakukan penyerangan ke polisi menggunakan senjata tajam.

Keraguan keluarga itu berdasarkan rekaman video penembakan berdurasi 41 detik yang berhasil dikantongi keluarga korban.  

Dalam rekaman video tersebut, keluarga sama sekali tak melihat adanya korban menyerang Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang.

"Maka dari itu, yang paling utama adalah pengembalian nama baik Gamma. Kedua, proses pidana pelaku penembakan dengan hukuman pidana sesuai perbuatannya," kata seorang keluarga korban GRO yang enggan disebutkan identitasnya dengan alasan demi keselamatannya di Kota Semarang, Minggu (1/12/2024).

Baca juga: Keluarga Gamma Punya Bukti Video, Patahkan Tudingan Polisi Bubarkan Tawuran: Tak Ada Penyerangan

Baca juga: Geram Kasus Polisi Tembak Mati Siswa SMK di Semarang, Komisi III DPR: Kapolri Pelur Dievaluasi

Baca juga: Siapa Sosok Wartawan Datang bersama Polisi Intervensi Keluarga Gamma Korban Tembak Mati Aparat?

Keluarga korban mengaku, selama proses hukum ini, polisi hanya menunjukan barang bukti berupa senjata tajam untuk tawuran. 

Alat-alat tersebut, kata dia, bisa diambil dari mana saja. Tudingan soal korban membeli senjata tajam, keluarga meminta polisi membuktikannya.

"Terus pelaku-pelaku tawuran (ada 4 orang) kan bisa diambilkan dari beberapa anak-anak yang wajib lapor," terangnya.

Dengan keyakinan ini, keluarga korban telah mengumpulkan sejumlah alat bukti versi mereka untuk membantah tudingan dari Kapolrestabes Semarang. 

Tudingan tersebut yakni korban adalah anggota gangster yang layak ditembak polisi karena menyerang terlebih dahulu.
"Beberapa bukti dari keluarga tetap kami serahkan ke Polda Jateng," imbuh perwakilan keluarga GRO itu.  

Keluarga Gamma yakin saksi kunci turut diintervensi

Keluarga Gamma pelajar juga menyakini dua saksi kunci kejadian penembakan ikut mengalami intervensi.

Terlebih, selepas kejadian tersebut, keluarga Gamma didatangi polisi bersama oknum wartawan, yang coba hendak membungkam keluarga.

Keyakinan keluarga GRO perihal saksi kunci ini bermula ketika hendak melakukan konfirmasi atas kejadian yang sebenarnya kepada dua korban penembakan lainnya masing-masing AD (17) dan SA (16) yang alami luka tembak di tangan dan dada. 

Mereka berdua selamat dari timah panas yang diletuskan Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang di depan Alfamart Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) pukul 00.19 WIB.

Dua orang inilah yang menjadi saksi utama dalam kejadian tersebut.

"Iya, kami sampai sekarang tidak bisa bertemu dengan dua korban lainnya," kata keluarga GRO yang meminta identitasnya disembunyikan dengan alasan keamanan di Kota Semarang, Minggu (1/12/2024).

Keluarga korban ini menyebut, telah mendatangi rumah koban SA berulang kali tetapi tidak ditemui. 

Padahal mereka adalah sama-sama korban. Ketika mendatangi rumah SA, dia menjumpai dua orang yang mengaku aparat dari Komando Distrik Militer (Kodim) setempat, Senin (25/11/2024) sore. 

Namun, dia melakukan konfirmasi hal itu ke Kodim tersebut ternyata tidak ada personel yang diterjunkan untuk mengawasi kasus ini.

"Menurut saya korban ini (diduga) sudah di intervensi dari aparat (kepolisian)," bebernya.

Saksi kunci lainnya yakni AD, lanjut dia, sudah berusaha mati-matian menghubungi AD di antaranya melalui teman-teman AD tetapi semua memilih bungkam. 

"Teman-teman AD juga tidak boleh memberikan informasi ke mana-mana atau ke orang lain berarti kan sudah ada intervensi lagi," terangnya.

Sebelumnya, Tribunmuria.com mendatangi rumah dua korban selamat masing-masing AD  (17) dan SA (16).

SA tinggal di Jrakah, Kecamatan Tugu bersama kedua orangtuanya. Keluarga SA enggan menemui. Alasan keluarga, SA masih trauma berat soal kasus ini.

"SA ini jarang keluar malam. Makanya kami kaget dengan adanya kasus ini," kata ketua RT 4 RW 2 kelurahan Tugu, Aris Widarto.

Tribun kemudian mendatangi rumah AD di wilayah Jalan Karonsih Timur Raya, Ngaliyan.

Tribunmuria.com sempat bertemu AD dalam proses pra rekontruksi, Selasa (26/11/2024) pagi.

Siang harinya, AD ternyata belum di rumah. Dia masih di kantor polisi

Ketika menyambangi rumah AD, nenek korban menolak diwawancarai. Para tetangga menyebut, AD tinggal di Semarang bersama neneknya. Sedangkan orangtuanya di Magelang. 

"AD ini anak baik. Jadi kami kaget adanya kejadian ini," tutur Ketua RT 6 RW 5 Ngaliyan, M Wakimin.

Tertutupnya para keluarga korban membuat sejumlah pihak kesulitan untuk memberikan bantuan hukum.

"Kami mau membantu tapi para keluarga korban belum membuka diri," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah Zainal Abidin.

Dia mengaku, kasus ini seperti ditutup-tutupi.

"Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang," ujarnya.

Pernyataan Zainal dibantah Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto.

"Kami  transparan, (buktinya) pra rekontruksi kami membawa media meliput. Sama Komnas HAM juga terbuka," klaimnya. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Bareskrim Asistensi Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved