Berita Nasional
Pelantikan Prabowo-Gibran Pakai TAP MPR, Terkait Polemik Fufufafa? Pakar Hukum Sebut Hal Ganjil
Penggunaan pelantikan Prabowo-Gibran menggunakan TAP MPR dinilai ganjil dan tak lazim. Muncul dugaan, hal ini terkait polemik akun Kaskus Fufufafa.
TRIBUNMURIA.COM - Pelantikan Presiden-Wakil Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pada 20 Oktober 2024 mendatang, akan menggunakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau TAP MPR.
Penggunaan TAP MPR untuk pelantikan Prabowo-Gibran mendapat sorotan dari sejumlah pakar hukum tata negara.
Penggunaan TAP MPR pada pelantikan Prabowo-Gibran, dinilai berkait dengan polemik akun Kaskus Fufufafa, yang diduga publik merupakan milik Gibran Rakabuming Raka, dan terus menjadi polemik.
Baca juga: Dua Pendekatan Ini Bikin Roy Suryo Hampir 100 Persen Yakin Akun Kaskus Fufufafa Milik Gibran
Baca juga: Muncul Website Gerindra.org Muat Konten Hinaan Akun Kaskus Fufufafa, Sufmi Ungkap Sikap Prabowo
Baca juga: Minta MK Percepat Pelantikan Presiden Terpilih, Pemohon: yang Menjabat Sudah Berkurang Pengaruhya
Pelantikan Presiden-Wakil Presiden menggunakan TAP MPR dinilai ganjil, sebab pada periode sebelumnya hanya dilakukan melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Berita Acara Pelantikan di MPR.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan, pelantikan presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka akan dilakukan melalui
"Hal ini sesuai dengan wewenang MPR melantik presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana diatur pada Pasal 3 Ayat 2 UUD NRI 1945," kata Bamsoet, Senin (23/9/2024).
Menurutnya, TAP MPR pelantikan presiden-wakil presiden menindaklanjuti Keputusan KPU Nomor 252/PL.01.9-BA/05/2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Politikus Partai Golkar itu menambahkan, penggunaan TAP MPR telah disepakati dengan membentuk Mahkamah Kehormatan MPR bersifat ad hoc.
Tak ada urgensi pelantikan dengan TAP MPR
Pakar hukum administrasi negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Richo Andi Wibowo mengatakan, tidak ada urgensi yang mengeluarkan TAP MPR untuk pelantikan presiden-wakil presiden periode 2024-2029.
Menurutnya, Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang menyatakan "MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden".
"Namun, tidak ada perintah bahwa pelantikan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan TAP MPR. Pasal itu perlu dimaknai bahwa presiden dan wakil presiden dilantik di hadapan MPR," ujar Richo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/9/2024).
"Mereka hanya perlu membaca janji atau sumpah di hadapan MPR sebagaimana Pasal 9 ayat 1 UUD 1945," tambahnya.
Penetapan presiden berbasis TAP MPR baru relevan jika diadakan Sidang Istimewa (SI) ketika transisi pemerintahan yang tidak normal.
Misalnya, peralihan dari Presiden Abdurrahman Wahid yang dimakzulkan pada 23 Juli 2001 ke Presiden Megawati Soekarnoputri.
Hal yang ganjil
Richo menilai, rencana MPR menggunakan TAP MPR untuk melantik Prabowo-Gibran sebagai hal yang ganjil dan perlu ditanggapi secara kritis.
"Bukan tidak mungkin publik membaca usulan ini sebagai kekhawatiran wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming dan para penyokongnya atas polemik Fufufafa," ungkapnya.
Dia menduga, TAP MPR kemudian sengaja digunakan pihak-pihak tertentu untuk mengamankan posisi Gibran sebagai wakil presiden periode 2024-2029.
Langkah ini dilakukan dengan asumsi TAP MPR dianggap sebagai produk hukum yang kuat setingkat di bawah UUD 1945.
Menurutnya, kubu Gibran mungkin merasa posisinya lebih kuat sebagai wakil presiden jika pelantikan diformilkan dengan TAP MPR.
Sebab, jika kelak posisi Gibran diganti, hal itu hanya bisa dilakukan melalui TAP MPR atau UUD saja.
Kenyataannya, pelengseran wakil presiden pasti bisa hanya dilakukan melalui DPR, MPR, atau Mahkamah Konstitusi (MK) tanpa butuh TAP MPR baru atau perubahan UUD.
"Jika benar demikian, maka ini perilaku yang tercela, karena memainkan hukum untuk kepentingan politis," tegas dia.
MPR hanya punya wewenang melantik presiden
Senada, ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai bahwa TAP MPR tidak diperlukan untuk melantik presiden dan wakil presiden.
Menurutnya, Pasal 9 UUD 1945 menentukan pengangakatan presiden dilakukan dengan mengucapkan sumpah dan janji dalam sidang MPR.
Apabila tidak bisa mengadakan sidang, pengucapan sumpah dan janji dilakukan hanya di hadapan pimpinan MPR.
"Tidak diperlukan TAP MPR karena MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara," ujarnya saat dihubungi terpisah, Selasa.
Feri menuturkan, TAP MPR hanya berfungsi untuk mengatur internal MPR dan seharusnya tidak berlaku di luar kebutuhan MPR.
Dia juga menampik penggunaan TAP MPR bisa dipakai untuk menguatkan pelantikan Prabowo-Gibran secara hukum.
Sebab, MPR hanya diberi mandat Undang-Undang untuk melantik presiden, bukan membuat keputusan terkait pelantikan tersebut.
"Kalau keputusan (ada TAP MPR), berarti mereka yang menentukan berhak atau tidaknya presiden dilantik. Itu akan jadi kealpaan besar jika dilakukan," tegas Feri.
"Bagaimana jika suatu saat keputusan itu salah, bagaimana mengugatnya? Apakah perlu di PTUN-kan pula. Jangan silap bernegara," lanjutnya.
Feri menambahkan, pelantikan presiden-wakil presiden yang dilakukan melalui TAP MPR dapat berisiko dicabut melalui keputusan lain yang baru dibuat MPR.
Menurutnya, hal itu merupakan sebuah kesesatan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Menyoroti Rencana Penggunaan TAP MPR untuk Pelantikan Prabowo-Gibran...
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Ihwal Putusan MK Pisahkan Pemilihan Umum, Zulfikar: Sebut Momen Penyesuaian Pemilu dan Pilkada |
![]() |
---|
Mau Berwisata Keliling Pulau Dewa Lebih Santai dan Nymana? Bali Touristic Sarankan Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.