PPDS Anestesi Undip

Kemenkes Hentikan PPDS Anestesi Undip, Buntut Dugaan Dokter Bunuh Diri karena Tak Kuat Dibully

Kemenkes hentikan Program Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi, buntut adanya dugaan perundungan terhadap peserta didik hingga korban akhirnya bunuh diri

|
iphoba
Ilustrasi dokter - Kemenkes hentikan Program Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi, buntut adanya dugaan perundungan terhadap peserta didik hingga korban akhirnya bunuh diri. 

TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), hingga batas waktu belum ditentukan.

Penghentian ini buntut dugaan adanya dokter peserta PPDS Anestesi Undip, yang diduga tewas bunuh diri dengan cara menyuntikkan obat ke dalam tubuhnya sendiri, lantaran tak kuat dibully.

Kemenkes meminta RSUP dr Kariadi Semarang menghentikan PPDS Anestesi melalui surat bernomor: TK.02.02/D/44137/2024, tertanggal 14 Agustus 2024, perihal Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RSUP dr Kariadi di Semarang.

Baca juga: Dokter PPDS Anestesi Undip Tewas setelah Suntikkan Obat ke Tubuh, Diduga Tak Kuat Dibully

Surat itu ditujukan kepada Direktur Utama RSUP dr Kariadi Semarang, dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, dr Azhar Jaya.

Berikut isi surat dari Kemenkes tersebut:

Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di RSUP Dr. Kariadi, yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik program anestesi Universitas Diponegoro.

Maka disampaikan kepada Saudara untuk menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr. Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Kariadi dan FK Undip.

Penghentian program studi sementara tersebut terhitung mulai tanggal surat ini keluarkan.

Demikian disampaikan. Atas perhatian dan kerjasama Saudara, diucapkan terima kasih.

Tanggapan RSUD Kardinah Tegal

Diketahui, seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Fakultas Kedokteran Undip Semarang, Aulia Risma Lestari atau ARL (30) diduga mengakhiri hidupnya di kamar kos Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, pada Senin (12/8/2024).

ARL diduga mengakhiri hidupnya karena mendapat perundungan di Program Pendidikan Anastesi Undip yang ada di RSUP Dr Kariadi. 

Dugaan tersebut tertera dalam Surat Pemberhentian Program Anastesi Undip di RSUP Dr Kariadi bernomor surat TK.02.02/D/44137/2024 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI.

ARL juga merupakan dokter di RSUD Kardinah Kota Tegal. 

Menanggapi kabar tersebut, Plt Direktur RSUD Kardinah, dr Lenny Harlina Herdha Santi mengatakan, masyarakat untuk tidak berandai-andai tentang kasus meninggalnya teman sejawat ARL.

Ia meminta semua menghormati pihak berwajib dan pihak terkait yang sedang berproses memutuskan penyebab kematian almarhumah.

"Belum dipastikan kebenaran tentang bully pada almarhumah. Kita percayakan Kemenkes bersama Undip untuk mencari penyebab utamanya," kata Leni saat dihubungi Tribunmuria.com, Rabu (14/8/2024).

Leni mengatakan, almarhumah selama ini menderita sakit karena adanya Hernia Nukleus Pulposus (HNP).

Hal itu bisa jadi juga menjadi faktor yang memperberat kondisi almarhumah sebagai sebagai residen anestesi.

"Mari tidak ikut berspekulasi. Mari fokus mendoakan almarhumah dan keluarganya," ungkapnya.

Tanggapan polisi

Kapolsek Gajahmungkur Kompol Agus Hartono menepis anggapan bahwa ARL tewas karena bunuh diri. Hanya, polisi mengakui, ada bekas suntikan di lengan korban.

Suntikan pada lengan tersebut, diduga kuat dilakukan sendiri oleh korban.

"Jadi, kematiannya bukan karena bunuh diri," tuturnya kepada Tribunmuria.com, Rabu (14/8/2024).

Agus menerangkan Aulia merupakan dokter ASN di Tegal. Wanita kelahiran 1994 itu mendapat biaya dinas untuk mengambil S2 anastesi di Undip.

Sehari-hari, dokter itu beraktivitas di RSUP dr Kariadi Semarang.

"Dia (Aulia) sudah satu tahun ngekos tepatnya di samping kantor Kelurahan Lempongsari," tuturnya.

Menurutnya, cairan yang disuntikkan ke dalam tubuh korban adalah obat anestesi atau obat penenang.

Diakui, sebelum ditemukan meninggal dunia, Aulia merasa tertekan.

Selain karena beratnya menempuh pendidikan spesialis, juga karena capek menghadapi para seniornya.

Kata Agus, perihal tekanan yang dialami Aulia berdasar cerita dari ibu korban dan curahan hati (curhat) pada buku harian yang ditemukan di lokasi.

"Nah dia sempat nggak kuat begitu istilahnya, otaknya sudah ambyar urusan pelajarannya berat, urusan sama seniornya berat," jelasnya.

Menurut dia,  dokter asal Tegal itu diduga menenangkan diri menggunakan obat anastesi. Obat itu disuntikan sendiri ke lengannya.

"Kemarin dicek masih ada sisa campuran obat. Informasi dokter obat itu seharusnya lewat infus."

"Namun, ini disuntikan di lengannya agar bisa tidur. Jadi bukan bunuh diri, tidak ada indikasi bunuh diri," ujarnya.

Dikatakannya, tewasnya Aulia diketahui pertama kali oleh pemilik kos dan temannya. 

Saat itu pacar Aulia menelpon sekitar pukul 07.00-08.00 pagi namun tidak mendapat respon.

Oleh karenanya, kekasih Aulia meminta teman sekos korban untuk menengok ke kamar.

"Nah minta tolong temannya itu, temannya itu kok dicek tutupan mungkin di kosannya yang di Tembalang, dicek ke Tembalang sana kosong juga," ujarnya.

Hingga akhirnya teman kos Aulia ke Lempongsari dan meminta pemilik kos mengecek kamar korban.

"Kamar itu terkunci hingga akhirnya pakai kunci serep. Tetap nggak bisa karena dikunci dari dalam."

"Kemudian panggil tukang kunci dan ditemukan sudah meninggal, dalam posisi miring seperti orang tidur," imbuhnya.

Lanjutnya proses evakuasi baru bisa dilakukan beberapa jam setelahnya, karena menunggu ibu Aulia datang ke kos itu.

Ibunya menyadari anaknya sudah meminta resign dan tak kuat. 

"Cerita satu mungkin sekolah, kedua mungkin menghadapi seniornya, seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini itu, ini itu, keras," imbuhnya.

Hingga akhirnya ibunya menyadari meminta membawa Aulia  ke Kariadi namun tidak diotopsi. Jenazah Aulia dibawa ke Tegal.

"Kondisi jasad Aulia mukanya biru-biru sedikit sama pahanya, seperti orang tidur," tandasnya.

Sementara penjaga kos, Marsono mengatakan jenazah telah dibawa ke Kariadi kemudian di bawa ke rumah duka di Tegal. Aulia tinggal satu kos bersama saudaranya.

"Saya tidak tahu penyebab kematiannya. Mungkin karena kecapaian," kata dia.

DISCLAIMER:

Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.

Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.

Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan bunuh diri.

Warga Semarang dan Jawa Tengah bisa menghubungi RSJ Amino Gondohutomo Semarang telp (024) 6722565 atau RSJ Prof Dr Soerojo Magelang telp (0293) 363601. 

(*)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved