Pilpres 2024

Ganjar Disambut Puluhan Ribu Warga & Pantun Kritik Butet untuk Penguasa, Hajatan Rakyat Yogya

Ganjar Pranowo disambut puluhan ribu warga, Slank, dan pantun kritik Butet untuk penguasa saat hadiri Hajatan Rakyat Jogja di Alun-alun Wates.

Istimewa
Ganjar Pranowo menghadiri Hajatan Rakyat di Alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Minggu (28/1/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, WATES  - Ganjar Pranowo menghadiri Hajatan Rakyat di Alun-alun Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Minggu (28/1/2024).

Calon Presiden (Capres) nomor Urut 3 itu disambut puluhan ribu pendukung, begitu tiba di lokasi.

Hajatan Rakyat Yogyakarta diramaikan oleh grup musik legendaris Slank dan juga Budayawan asal Yogyakarta, Butet Kartaredjasa.

Pada kesempatan itu, Butet menyampaikan kritik kepada pemerintah melalui pantun yang dibacakannya.

Ganjar Pranowo mengatakan, kritik yang disampaikan budayawan dan seniman kepada penguasa seharusnya dimaknai sebagai cara untuk mengingatkan agar lebih peka.

"Mas Butet ini seorang budayawan, seorang seniman, yang ternyata untuk manggung saja enggak gampang," kata Ganjar, dalam orasi politik di acara Hajatan Rakyat Yogyakarta.

Dia menceritakan, Butet pernah menyampaikan bahwa undangan manggung di radio sampai diatur tidak boleh ngomong politik.

Jadi Butet boleh manggung tapi tidak boleh ngomong pilitik.

"Maka manggungnya gagal dan dipindah ke Yogya, karena kebetulan saya dan Pak Mahfud sekolah di Yogya, jadi kita nonton manggungnya Mas Butet."

"Dan, memang nyebelin, karena isinya kritik tok," kata Ganjar yang langsung disambut gelak tawa masyarakat yang hadir di Alun-Alun Wates.

Menurut Ganjar, kritikan yang disampaikan budayawan dan seniman adalah dinamika yang dapat disikapi sebagai bentuk perhatian atau pengingat bagi para penguasa.

Hal itu, lanjutnya, biasanya dimaksudkan agar penguasa bisa terusik nuraninya dan menjadi peka, sehingga tidak semena-mena atau berbuat semaunya.

"Itulah dinamikanya agar penguasa selalu diingatkan dan bisa mengasah rasa, sehingga menjadi peka dan akhirnnya tidak menjadi pekok (bebal, bodoh atau nyeleneh)," ujar Ganjar.

Dengan seni dan budaya, lanjutnya, kepekaan dapat diasah dan dirasakan pemerintah dan masyarakat Indonesia, sehingga menjalankan peran masing-masing tanpa nyeleneh atau melanggar aturan.

"Dengan seni, dengan budaya, dengan kepekaan yang kita miliki. Maka, insya Allah kita tidak menjadi pekok," ujar Ganjar.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved