Berita Pati
Emak-emak Nelayan di Pati Demo, Minta Pemerintah Tidak Tarik PNBP secara Ugal-Ugalan
Ratusan nelayan, termasuk emak-emak, menggelar aksi demonstrasi di Juwana, Pati. Mereka menilai kutipan PNBP yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi
Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Yayan Isro Roziki
Salah satu sumber masalah bagi nelayan adalah adanya SE MKP NOMOR B.1569/MEN- KP/X/2023 yang menargetkan PNBP Pasca-Produksi setara dengan PNBP Praproduksi.
"Hal tersebut sangat memberatkan nelayan karena berapapun hasil tangkap nelayan saat ini tidak akan dipercayai oleh KKP jika pembayaran PNBP-nya di bawah Pra-Produksi dan nelayan dipaksa membuat Laporan Penghitungan Mandiri (LPM) Tambahan dengan ancaman dokumen kapal tidak akan dikeluarkan jika tidak mengisi LPM Tambahan tersebut," lanjut BMNP dalam surat pernyataan sikapnya.
BMNP juga menyoroti keberadaan Harga Acuan Ikan (HAI) yang seharusnya menjadi kontrol KKP untuk mengendalikan harga ikan dengan upaya melindungi nelayan.
Menurut mereka, pada praktiknya HAI hanya dijadikan standar penarikan pungutan hasil perikanan.
Padahal, yang terjadi di lapangan harga ikan jauh di bawah harga patokan ikan yang dikeluarkan KKP.
"Ditambah lagi, sistem pendataan yang tidak bisa menampung cara kerja nelayan juga menjadi masalah yang sampai saat ini belum terselesaikan oleh petugas pendataan sebab dalam e-PIT hanya ada satu grade ikan."
"Sementara di lapangan ada beberapa grade ikan yang harganya berbeda-beda. Ikan yang harganya berbeda ini tetap dimasukan sebagai ikan dengan grade bagus untuk pembayaran PNBP Pasca-Produksinya," tambah Kabid Aksi dan Advokasi BMNP Jaharudin.
Dia memberi contoh, penarikan PNBP ikan layang didasarkan pada HAI sebesar Rp10 ribu. Sedangkan harga ikan di lapangan hanya di kisaran Rp5 ribu sampai Rp6 ribu .
Sementara biaya pengiriman dari lokasi penangkapan di WPP 718 sampai ke Jawa sebesar 4.500 per kilogram.
Nelayan juga saat ini masih membayar retribusi TPI, biaya bongkar ikan, bayar PNBP Pasca Produksi, serta biaya produksi yang terus mengalami peningkatan.
Jaharudin menuntut ada penyesuaian regulasi dengan kondisi lapangan. Nelayan menuntut agar kapal yang tidak melaut tidak harus dibebankan dengan PNBP.
"Sekarang yang terjadi, kapal melaut atau tidak dibebankan PNBP, nominalnya bervariasi mulai Rp 80 juta sampai Rp150 juta. Itu benar-benar memberatkan nelayan," jelas dia.
Kemudian, Jaharudin juga mengatakan bahwa nelayan menuntut KKP menunda penerapan PP nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Teruku sebelum sarpras memadai.
"Bicara PP ini, seperti memindahkan industri dari A ke B. Jadi itu sampai saat ini belum terlaksana. Ketika PP ini diterapkan, siapa yang berani jamin bahwa ikan kami akan dibeli di fishing ground, seperti zona 1, 2, dan 3," ucap dia.
Dari latar belakang tersebut, BMNP menyatakan empat poin pernyataan sikap sebagai berikut.
Sudewo Tolak Mundur, Demo Besar-besaran Tuntut Bupati Pati Lengser Ricuh |
![]() |
---|
DPRD Pati Bentuk Hak Angket dan Buka Peluang Pemakzulan Bupati Sudewo |
![]() |
---|
Sudewo Batalkan Kenaikan PBB 250 Persen, Warga Pati Tetap Gelar Aksi Demo |
![]() |
---|
YDIB Gelar Vaksinasi Influenza dan Beri Susu untuk Anak Pekerja BRI Pati: Penting Jaga Kesehatan |
![]() |
---|
Viral Warga Pati Temukan Uang Dibungkus Plastik di Kali, Berikut Pengkuan Romdloni |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.