Pilpres 2024

Peluang Gibran Gagal Jadi Cawapres Terbuka, Kaesang Pastikan PSI Tetap Dukung Prabowo

Putusan MK berpeluang dibatalakan karena berbagai faktor. Namun, PSI akan tetap mendukung Prabowo meski nantinya Gibran gagal maju sebagai cawapres.

TribunSolo.com/Instagram PSI & Youtube GK Hebat
KOLASE FOTO : Siluet yang ada dalam video sosok mawar yang diunggah di akun IG PSI (kiri), sosok putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep (kanan). 

Keterlibatan Ketua MK Anwar Usman dalam memutus perkara yang memention Gibran dinilai sebagai pelanggaran serius. Putusan MK soal batas usia capres-cawapres berpeluang dibatalkan.

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bekait perkara Nomor 90 tentang gugatan batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) berpeluang untuk dibatalkan.

Ketua MK Anwar Usman diduga kuat melanggar etik dan putusan yang memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka -keponakannya- dinilai banyak kejanggalan.

Jika putusan MK atas perkara Nomor 90 terkait gugatan batas usia capres-cawapres dibatalkan, maka secara otomatis Gibran gagal maju sebagai cawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) mendampingi Prabowo Subianto.

Baca juga: Ketua Majelis Kehormatan MK Jimly Asshiddiqie: Akal Sehat Sekarang Lagi Terancam oleh Dua Iblis

Baca juga: Masinton Interupsi Rapat dan Gulirkan Wacana Hak Angket Terhadap MK, Mic-nya Auto Dimatikan

Baca juga: Habiburokhman Ungkap Kekhawatiran Gerindra Soal Deligitimasi Putusan MK dan Hak Angket DPR

Meski nantinya Gibran gagal maju, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipastikan akan tetap mendukung Prabowo.

Hal ini disampaikan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, yang menegaskan partainya akan tetepa berada di dalam KIM.

Hal ini disampaikan Kaesang menanggapi potensi dianulirnya keputusan Mahkamah Konstitusi soal syarat usia cawapres yang jadi jalan Gibran mendaftar sebagai cawapres.

“Enggak apa-apa, kita tetap di KIM, mau (bacawapres) berubah, enggak berubah, kita tetap (bertahan),” ujar Kaesang setelah mengunjungi posko relawan Jokowi, Timbul Sehati Indonesia, Jalan Penjernihan Dalam, Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis (2/11/2023).

“Enggak apa-apa, kita sudah berkomitmen dengan Prabowo,” putra Presiden Joko Widodo itu.

Saat ini, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tengah melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik para hakim MK soal keputusan uji materi perkara 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia capres cawapres.

Salah satu yang ditelisik adalah potensi konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman yang ikut ambil keputusan dalam perkara itu. 

Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo, paman ipar Gibran Rakabuming.

Di sisi lain, uji materi itu diajukan oleh pengagum Gibran, dengan tujuan agar Gibran bisa maju di Pilpres 2024.

Nama Gibran bahkan tertulis secara eksplisit pada dokumen uji materi yang diajukan.

Sidang etik pun itu dianggap berpotensi membatalkan pencalonan Gibran sebagai bakal RI-2 dari KIM.

Diketahui berdasarkan berdasarkan Pasal 17 ayat (5) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim atau panitera wajib mengundurkan diri ketika punya kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara. 

Bila terbukti terjadi pelanggaran atas klausul tersebut, hakim atau panitera dimaksud dapat dikenai sanksi administratif atau dipidana.

Kemudian, putusan perkaranya pun dinyatakan tidak sah.

Ketika putusan dinyatakan tidak sah, perkaranya akan diperiksa kembali oleh majelis hakim yang berbeda.

Memungkinkan untuk dibatalkan

Dilansir Tribunnews.com, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90/2023) terkait batas usia capres dan cawapres telah menimbulkan kegaduhan yang luar biasa menjelang Pemilu 2024. 

Kini bola berada di tangan Majeliis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sedang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.

Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.

"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (2/11/2023).

Atas putusan yang telah diambil lanjut Fauzan maka ada beberapa kemungkinan, pertama tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku).

Kedua, kata dia, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas.

Lebih lanjut, ia memaparkan, jika ini yang menjadi pertimbangan, maka bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.

"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini juga menjelaskan 
apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C  UUD 1945, maka apapun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, maka sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, maka putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.

Akan tetapi kata Fauzan terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.

"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK."

"Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat, ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan."

"Dan pembatalannya ada dua cara, pertama oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," kata Fauzan.

Gerindra khawatir

Partai Gerindra mengkhawatirkan delegitimasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berakibat fatal. 

Delegitimasi putusan itu, disuarakan banyak pihak. Di antaranya dengan usulan hak angket DPR terhadap putusan MK yang disuarakan politikus PDIP Masinton Pasaribu.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, delegitimasi putusan MK bisa mengakibatkan ambruknya negara.

Karenanya, ia berharap keputusan Mahkamah Konstitusi soal usia calon wakil presiden di Pilpres 2024 dihormati karena sudah final dan mengikat.

Sebab jika putusan Mahkamah Konstitusi didelegitimasi, bisa ambruk negara karena tidak sesuai dengan kepentingan politik.

Demikian Habiburokhman dalam keterangannya dalam dialog di Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (1/11/2023).

“Kalau putusan Mahkamah Konstitusi harus didelegitimasi, padahal konstitusi kita mengatur putusan tersebut final dan mengikat ketika saat diucapkan, lama-lama bisa ambruk negara ini,” kata Habiburokhman.

“Satu demi satu lembaga negara kalau tidak sesuai dengan kepentingan kita, tidak sesuai dengan syahwat politik kita ya kan, kita delegitimasi, ini yang paling berbahaya,”ujarnya. 

Gerindra, sambung Habiburokhman, pernah dalam posisi yang tidak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi, misal perihal KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Tapi ketika itu, tidak ada sikap politik yang keras untuk putusan MK soal KPK.

“Banyak putusan Mahkamah Konstitusi kita juga nggak suka misalnya soal KPK dan lain sebagainya, tapi nggak ada yang sikap politik yang keras dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti ini, nggak ada, karena memang ini soal kepentingan aja,” jelas Habiburokhman.

Maka itu, Habiburokhman menilai putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat maju Pilpres bukan persoalan yang mengganggu kepentingan nasional tapi kepentingan politik.

Sebab dalam Pilpres 2024, ada tokoh muda yakni Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.

“Ketika Mas Gibran maju jadi ribut, kalau Mas Gibran nggak maju, nggak ribut, ini jadi bukan masalah hukum, bukan persoalan kekhawatiran terganggunya kepentingan nasional dan lain sebagainya,” tegas wakil ketua komisi III DPR ini.

“Ini soal politik, ini soal kepentingan politik, kita luruskan saja, kita luruskan pada proporsinya.”

Habiburokhman lebih lanjut menegaskan, Partai Gerindra tidak ingin melakukan intervensi soal hubungan Gibran dengan PDI Perjuangan.

Posisi politik saat ini, Gibran adalah cawapres Prabowo Subianto dan PDIP merupakan partai politik sahabat Gerindra.

“Tapi kami perlu meluruskan juga, ruang publik ini jangan dikotori berdasarkan kepentingan ya untuk melegitimasi kepentingan dan syahwat politik, mendelegitimasi produk reformasi yaitu Mahkamah Konstitusi,” ujar Habiburokhman. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kaesang Pastikan PSI Tetap Bersama Prabowo Meski Gibran Gagal Jadi Cawapres

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved