Berita Nasional
Habiburokhman Ungkap Kekhawatiran Gerindra Soal Deligitimasi Putusan MK dan Hak Angket DPR
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengungkap kekhawatiran atas delegitimasi putusan MK. Pakar hukum sebut putusan MK bisa dibatalkan.
“Ini soal politik, ini soal kepentingan politik, kita luruskan saja, kita luruskan pada proporsinya.”
Habiburokhman lebih lanjut menegaskan, Partai Gerindra tidak ingin melakukan intervensi soal hubungan Gibran dengan PDI Perjuangan.
Posisi politik saat ini, Gibran adalah cawapres Prabowo Subianto dan PDIP merupakan partai politik sahabat Gerindra.
“Tapi kami perlu meluruskan juga, ruang publik ini jangan dikotori berdasarkan kepentingan ya untuk melegitimasi kepentingan dan syahwat politik, mendelegitimasi produk reformasi yaitu Mahkamah Konstitusi,” ujar Habiburokhman.
Guru besar hukum tata negara: putusan MK bisa dibatalkan
Dilansir Tribunnews.com, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan 90/2023) terkait batas usia capres dan cawapres telah menimbulkan kegaduhan yang luar biasa menjelang Pemilu 2024.
Kini bola berada di tangan Majeliis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sedang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan MK nomor 90 tahun 2023.
"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Kamis (2/11/2023).
Atas putusan yang telah diambil lanjut Fauzan maka ada beberapa kemungkinan, pertama tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku).
Kedua, kata dia, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas.
Lebih lanjut, ia memaparkan, jika ini yang menjadi pertimbangan, maka bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.
"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini juga menjelaskan
apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, maka apapun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, maka sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, maka putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.
Akan tetapi kata Fauzan terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Ihwal Putusan MK Pisahkan Pemilihan Umum, Zulfikar: Sebut Momen Penyesuaian Pemilu dan Pilkada |
![]() |
---|
Mau Berwisata Keliling Pulau Dewa Lebih Santai dan Nymana? Bali Touristic Sarankan Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.