Pemilu 2024

MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Terbuka, Hakim Singgung Kedekatan Caleg dengan Konstituen

MK memutuskan menolak uji materi UU 7/017 tentang Pemilu. Sehingga dipastikan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

|
TRIBUNJOGJA.COM
Ilustrasi Pemilu 2024 - MK memutuskan menolak uji materi UU 7/017 tentang Pemilu. Sehingga dipastikan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan umum (Pemilu) tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Dalam sidang yang digelar pada Kamis (15/6/2023), MK memutuskan menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.

Dengan ditolaknya uji materi putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut oleh MK, maka dipastikan pada Pemilu 2024 mendatang, tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu. (KOMPAS.com/IRFAN KAMIL)

Dalam putusan itu, MK menyinggung soal keunggulan sistem proporsional terbuka, di antaranya adalah kedekatan calon legislatif (caleg) dengan konstituen atau masyarakat di daerah pemilihan masing-masing.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).

Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan sejumlah hal yang menjadi keunggulan sistem pemilihan umum (pemilu) dengan proporsional terbuka.

Hal itu disampaikan Hakim MK Suhartoyo dalam pertimbangan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan pada 14 November 2022.

Gugatan yang teregistrasi dengan Nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang Sistem Pemilu.

“Bahwa berkaitan dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka, terdapat beberapa kelebihan, antara lain, sistem ini mendorong kandidat untuk bersaing dalam memperoleh suara,” kata Hakim Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Dalam sistem proporsional terbuka ini, kata Suhartoyo, kandidat atau calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan.

Hal ini mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkalkan kualitas kampanye serta program kerja mereka.

“Sistem ini juga memungkinkan adanya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih,” papar Suhartoyo.

Dalam sistem ini, Mahkamah Konstitusi berpandangan, pemilih juga memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang mereka anggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka.

“Hal ini menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilh dengan wakil yang terpilih, karena pemilih memilki peran langsung dalam menentukan siapa yang akan mewakili mereka di Mahkamah Konstitusi lembaga perwakilan,” kata Suhartoyo.

Selain itu, sistem proporsional dengan daftar terbuka memungkinkan pemilih untuk menentukan calonnya secara langsung.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved