Berita Blora

Cerita 10 KK Warga di Tengah Hutan Blora Tak Punya Sambungan Listrik Mandiri: Kita Nyalur Pak RT

10 KK warga Blora yang di hidup di tengah kawasan hutan tak punya sambungan listrik mandiri, menyalur listrik dari rumah Ketua RT setempat.

|
Penulis: Ahmad Mustakim | Editor: Yayan Isro Roziki
Tribunmuria.com/Ahmad Mustakim
Tampak rumah di Dukuh Temanjang, Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora yang terletak di tengah hutan belum memiliki meteran listrik sendiri sehingga menyalur listrik dari rumah RT setempat. 

TRIBUNMURIA.COM, BLORA – Proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih Pemilu 2024 di Blora menyisakan cerita tersendiri.

Dari proses coklit data pemilih Pemilu 2024, terungkap bagaimana 10 kepala keluarga (KK) warga, yang sebagian di antaranya adalah warga miskin di Dukuh Temanjang, Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, yang tak mempunyai sambungan listrik secara mandiri.

10 KK warga Blora yang di hidup di tengah kawasan hutan ini menyalur listrik dari rumah Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat.

Letak permukiman 10 KK warga yang tak mempunyai sambungan listrik sendiri ini berjarak sekitar 17 kilometer (Km) dari pusat kota Blora.

Untuk mencapai perkampungan 10 KK warga Blora yang tak mempunyai sambungan listrik ini, harus melintasi Jalan Raya Randublatung-Blora, lalu keluar menapaki jalan milik Perhutani yang terjal dan berbatu sejauh kurang lebih 4 Km.

Satu di antara 10 KK warga yang belum mempunyai sambungan listrik di rumah adalah Samsuri.

"Iya, memang ada 10 KK yang sampai hari ini belum bisa memiliki meteran sendiri," ucap Samsuri kepada tribunmuria.com di rumahnya, Kamis (16/2/2023).

Samsuri mengungkapkan, cerita kondisi ini sejak listrik pertama kali masuk desa.

"Sejak mulai listrik masuk sini itu sejak 1999, baru ada dua KK atau rumah."

"Jadi tidak ikut ngepal (membuat meteran listrik, red). Jadi sampai sekarang ya kayak terlantar gini," jelas Samsuri.

Padahal, lanjut Samsuri, di depan rumahnya terdapat jaringan kabel besar.

"Mau ngepal (membuat meteran listrik, red), padahal jaringan melewati depan rumah. Dan kenapa tidak bisa membuat meteran sendiri itu lho."

"Padahal ada jaringan besar depan rumah," tanya Samsuri.

Dikatakannya, dari 10 KK ini sudah melakukan pengajuan terkait ingin membuat meteran listrik.

"Alhamdulilah kemarin pengajuan diperkirakan ya katanya bisa, tapi ini warga ya menunggu info dulu."

"Kemungkinan ini perlu musyawarah dulu, yang 10 rumah ini,  kalau sudah sepakat katanya orang PLN mau turun ke sini," terang Samsuri.

Dirinya mengaku masih bingung dengan sebab tidak bisa membuat meteran listrik sendiri ini.

Dari 10 KK ini akhirnya menyalur listrik dari rumah RT di Dukuh Temanjang dengan satu meteran listrik dibagi untuk rumah yang belum memiliki meteran listrik sendiri.

"Nyalurnya ya dari rumah Pak RT itu, sini bisa ngepal (membuat meteran) nitipnya di rumah Pak RT baru ditarik kabel ke sini buat rumah yang belum punya meteran," ungkap Samsuri.

"Jadi meteran satu dipakai orang banyak. Kabel kecil itu ditarik ke sini. Ada jaringan kabel agak besar tapi itu jaringan untuk pamsimas," imbuh Samsuri.

Dirinya harus merogoh uang untuk membayar rata-rata Rp35 ribu per bulan untuk urunan biaya listrik bersama itu.

"Harapannya, 10 KK ini ya bisa bareng-bareng memiliki meteran sendiri-sendiri."

"Jika punya meteran sendiri itu kan agak ringan gitu hlo pak. Karena sekarang pulsa kan bisa pengaturannya," harap Samsuri.

Senada diungkapkan Pardi, warga yang juga belum memiliki meteran listrik ini.

Kata dia, dari seluruh KK yang belum memiliki meteran listrik sendiri ini merupakan saudara atau masih memiliki hubungan darah.

"10 KK itu saudara semua," ujar Pardi.

Terkait pembayaran, dirinya mengungkapkan rata-rata pembayaran per bulan mencapai Rp260 ribu dibayar patungan dan hanya 6 orang (KK) yang membayar dari 10 KK ini.

"Bayarnya tidak sama, kan ada yang tidak punya TV," kata Pardi.

Namun dirinya mengaku yang paling besar membayar setiap bulannya.

"Pengennya sih punya pal sendiri (meteran sendiri, red), serondok kabotan (agak keberatan)," ujar Pardi. 

Sebab, ia mengaku kaget, selama tiga bulan terakhir ini mengalami kenaikan pembayaranya.

"Biasanya 35-40 ribu, sekarang bisa sampai 60 ribuan. Biasanya 180 satu bulan, sekarang 3 bulan terakhir ini tidak cukup," beber Pardi.

"Itupun hanya untuk lampu, TV, termasuk magic com. Kalau TV sama-sama nyala itu tidak kuat. Bahkan jika TV nyala, kipas angin nyala, kipas angin yang awalnya kencang jadi pelan," ungkap Pardi. (kim)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved