Berita Nasional

'Ferdy Sambo Tak Mau Tenggelam Sendiri', Ketua IPW: Orang di Polri Tak Ingin Kegaduhan

Jejaring mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, bergerak meringankan vonis terhadapnya. Petinggi Polri tak ingin ada kegaduhan karena Sambo kecewa

Dokumen Pribadi
Ferdy Sambo semasa masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Jejaring mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, disebut telah bergerak untuk meringankan vonis terhadap yang bersangkutan.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, mengatakan Ferdy Sambo tidak mau 'tenggelam sendiri' karena terjerat kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Karena itu, ia menggerakkan jejaringnya untuk membuat gaduh Polri, bila nanti ia mendapat vonis yang berat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Baca juga: Gerakan Bawah Tanah Kondisikan Vonis Ferdy Sambo Tercium, Mahfud MD: Sudah Ada yang Bergerilya

Baca juga: Ferdy Sambo Merasa Tak Terbukti Besalah, Minta Dibebaskan dan Nama Baiknya Dipulihkan

Baca juga: Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup, Terbukti Lakukan Ini

"Ada orang-orang dalam institusi Polri yang tidak menginginkan kegaduhan, apabila Ferdy Sambo kecewa dengan putusan yang berat."

"Kemudian dalam kapasitas Sambo sebagai seorang polisinya polisi yang pegang banyak rahasia, yang pegang rahasia dugaan pelanggaran termasuk perwira tinggi," kata Sugeng dalam wawancara di program Ni Luh Kompas TV, dikutip Tribunnews.com, Rabu (1/2/2023).

Sugeng yakin jika Ferdy Sambo mengungkap kartu truf yang dipegang, maka bakal terjadi kegaduhan di tubuh Polri.

"Dia sudah memberi sign sebelumnya. Sambo itu kan reserse murni, ahli reserse berpikir pada beberapa tahap dan tingkatan ke depan. Ada plan A, B, dan C sudah pasti," ujarnya.

Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, saat ini ada kekuatan besar yang mencoba menghindarkan Ferdy Sambo dari hukuman maksimal.

"Komplikasi kasus Sambo itu sudah bisa diprediksi oleh aparat penegak hukum, polisi atau institusi polisi," ungkap Sugeng.

Dikatakan Sugeng, sejak ditetapkan tersangka, Sambo sudah melakukan lobi-lobi dengan jaringan yang dimiliki, yakni mantan Satgasus Polri

"Yang beredar namanya itu kan ada di daftar satgasus 420 sekian orang," kata Sugeng tanpa mau menyebut nama yang dimaksud. 

Perlawanan pertama Sambo ketika dia ditetapkan tersangka dan muncul diagram Konsorsium Judi 303, Sambo melawannya dengan membuat versi lain. 

Lalu, perlawanan kedua ketika ada isu perlindungan (back up) ilegal mining dengan munculnya surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditandatangani. 

Menjelang sidang Sambo mengakui adanya LHP itu dan meminta wartawan untuk menanyakan ke pejabat yang berwenang.

Namun, seminggu kemudian dia justru menyatakan tidak berwenang terkait hal itu. 

"IPW membaca bahwa sign itu sudah sampai dan sudah terjadi komunikasi. Bahwa sambo menginginkan dirinya tidak dihukum berat," ungkap Sugeng. 

Lalu, dengan siapa Sambo berkomunikasi itu, Sugeng dengan tegas menyebut petinggi Polri

"Diungkap Pak Mahfud MD soal sosok Brigjen itu hanya pelaksana saja. Potensi goncangan Sambo di Mabes Polri, bukan pada Polda atau satwil setingkat Polres," ungkap Sugeng. 

Perlawanan Sambo lainnya yakni dengan adanya gugatan yang dilayangkan ke presiden dan Kapolri terkait pemberhentian dirinya dari Polri

Lalu, perlawanan yang paling tampak adalah ketika Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup oleh jaksa. 

Sugeng melihat, tuntutan itu sebagai bukti berhasilnya tekanan yang diberikan oleh Ferdy Sambo. 

Hal ini terlihat dari tidak adanya hal yang meringankan di tuntutan, namun Sambo hanya dituntut hukuman seumur hidup.

Menurut Sugeng, masyarakat awam melihat tuntutan seperti ini akan berpendapat bahwa kalau tidak ada hal yang meringankan harusnya dihukum mati. 

Namun tidak demikian menurut Sugeng. Justru tidak adanya hal yang meringankan saja dihukum tuntutan seumur hidup. 

Berarti ketika nantinya ada hal yang meringankan hukuman Sambo layak untuk diturunkan. 

"Kalau ada yang meringankan, ada alasan yuridis dan sosiologis menurunkan dong," katanya. 

Sugeng: jaksa beri ruang untuk hakim

Ketua TGIP Tragedi Kanjuruhan, cum Koordinator Menko Polhukam, Mahfud MD.
Ketua TGIP Tragedi Kanjuruhan, cum Koordinator Menko Polhukam, Mahfud MD. (Istimewa)

Dari tuntutan ini, Sugeng melihat tanda-tanda jaksa memang sengaja memberikan ruang pada hakim untuk mengisi hal yang meringankan ini, untuk kemudian menurunkan hukumannya. 

"Hakim tidak perlu diintervensi. Dengan disodori tuntutan seumur hidup tanpa ada yang meringankan, hakim berwenang untuk atas nama keadilan, sambo bersalah, tapi ada yang menurunkan sanksi pidana yang dikenakan," tegas Sugeng. 

Menurut Sugeng hal itu membuktikan bahwa strategi yang dibuat Ferdy Sambo ini rumit.   

"Ini strategi rumit, orang awam tidak paham. Kalau tidak ada yang meringanka, hukuman mati."

"Kalau ada yang meringankan justru boleh di bawahnya," katanya. 

Apakah itu berarti nantinya vonis akan lebih rendah dari hukuman seumur hidup? 

Sugeng memperkirakan demikian.

"Iya. Angka ini," katanya.

Apalagi, lanjut Sugeng, dilihat dari tuntutan terdakwa lain, seperti Putri Candrawathi, Kuat Maruf dan Ricky Rizal, ada disparitas yang sangat besar. 

Putri, KUat dan Ricky hanya dituntut delapan tahun penjara.  

Padahal, lanjut Sugeng, dalam konsep disparitas sangsi pidana, perbedaan sanksi pidana untuk para pelaku yang terbukti bersama-sama melakukan, kalau intelektual dader dan peserta lain sebagai pendukung tidak boleh terlalu jauh.

"Ini disparitasnya jauh. Nanti putusan jadi beban hakim untuk mempertimbangakn rasa keadilan."

"Tergantung hakim, mau PC dinaikkan, Sambo tetap, atau Sambo diturunkan PC maju sedikit lagi," tukas Sugeng. 

Yang pasti, lanjut Sugeng, saat ini semua pihak masih bergerak sampai pertarungan selesai. 

Mahfud MD cium gerakan gerilya

Sebelumnya diberitakan, mulai ada gerakan bawah tanah untuk pemgkondisian vonis terhadap mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dkk, yang terjerat kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Gerakan bawah tanah dan gerliya pengkondisian ini rupanya tericum oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Mahfud mengungkapkan, banyak pihak yang terlibat dalam gerilya pengkondisian vonis terhadap Ferdy Sambo dkk ini.

Tak tanggung-tanggung, Mahfud menyebut gerakan itu sebagai gerilya yang dilakukan oleh pejabat dalam pertahanan dan keamanan.

Ada yang meminta Sambo dihukum, ada juga yang meminta Sambo dibebaskan.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu."

"Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.

Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh.

Meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.

Ia menegaskan, siapapun yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.

"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen."

"Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucap Mahfud.

"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan "gerakan-gerakan bawah tanah" itu," kata dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gerilya Ferdy Sambo Jelang Vonis, IPW Sebut Mantan Kadiv Propam Polri Tak Mau 'Tenggelam Sendiri'

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved