Berita Nasional
15.000 Perangkat Desa Kepung Senayan, Sampaikan 6 Tuntutan, Termasuk Evaluasi Minta Menteri PPDT
Massa perangkat desa gelar aksi demonstrasi di gedung DPR RI, tuntut Mendes PDTT atau Menteri Desa dievaluasi, karena menganakemaskan Pendamping Desa
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (DPN PPDI) mengerahkan massa perangkat desa untuk menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Senayan, Jakarta, Rabu (25/1/2022).
Massa perangkat desa menyampaikan 6 tuntutan dalam aksi demonstrasi.
Satu di antaranya adalah meminta Presiden Joko 'Jokowi' Widodo mengevaluasi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) atau Menteri Desa, Abdul Halim Iskandar, yang merupakan representasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam kabinet Indonesia Maju.
Baca juga: Organisasi Desa Minta Jokowi Pecat Menteri PDTT Inisiator Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kades
Baca juga: 184 Petinggi Jepara Gabung Ribuan Kades se-Indonesia di Jakarta, Aksi Tuntut Masa Jabatan 9 Tahun
Baca juga: Jokowi Tegaskan Masa Jabatan Kades Tetap 6 Tahun untuk Tiga Periode, UU Desa Masih Berlaku
Dalam keterangan tertulisnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (DPN PPDI) Widhi Hartono mengatakan, demonstrasi ini untuk mendukung penuh revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Adapun sebelumnya, aksi seperti ini dilakukan oleh massa kepala desa yang menuntut Revisi UU Desa pada 17 Januari.
Oleh karena itu, sebagai bagian dari pelaksana pemerintahan desa selaian Kepala Desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia juga melakukan aksi ke DPR dengan menurunkan 15.000 orang.
Dia menambahkan, aksi demonstrasi ini juga untuk merespons pertemuan konsultasi dan penyampaian aspirasi ke Pemerintah yaitu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Selasa, 24 Januari 2023.
Adapun aksi ini membawa 6 gugatan dan tuntutan perangkat desa, yaitu:
1. DPN PPDI mendukung penuh usulan untuk Revisi UU NO 6 tahun 2014 Tentang Desa dan menuntut DPR serta Pemerintah merealisasikannya sebelum Pemilu 2024.
2. DPN PPDI menuntut pengakuan yang jelas perangkat desa dengan status ASN (Aparatur Sipil Negara) atau P3K/PPPK (Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja). PPDI Tetap menghormati posisi sebagaimana amanat UU NO 6 Tahun 2014.
3. DPN PPDI menuntut gaji perangkat desa bersumber dari APBN melalui Dana Alokasi Desa yang tercantum khusus, bukan bersumber dari pertimbangan Kabupaten yaitu Alokasi Dana Desa sehingga memiliki kendala penghitungan di setiap daerah, termasuk penggajian masuk dalam ranah politik daerah.
4. DPN PPDI menuntut memiliki dana purna tugas setelah berhenti menjabat yang dihitung berdasarkan masa pengabdian.
5. DPN PPDI menuntut Dana Desa berjumlah sebesar 15 persen dari APBN atau sekitar 250 milliar per tahun digelontorkan untuk pembangunan Desa.
Dana desa jauh lebih bermanfaat bagi pembangunan ekonomi desa dan kesejahteraan desa. Dana desa jauh di bawah dana bansos sebesar Rp380 triliun yang dianggarkan negara setiap tahun.
6. DPN PPDI menuntut Presiden mengevaluasi Menteri Desa sebab dianggap tidak memiliki kemampuan dan kecakapan menerjemahkan UU Desa.
Menteri Desa kurang dalam kemampuan komunikasi terhadap stakeholder utama pembangunan desa yaitu kepala desa, BPD dan perangkat desa.
Mendes hanya menganggap organ penting pembangunan desa adalah pendamping desa, yang statusnya tidak ada dalam UU Desa, tapi sangat diperhatikan.
Mulai dari diurus menjadi PPPK, pendamping desa diusulkan memiliki asuransi pendamping, adanya Hari Bakti Pendamping Desa, yang sesungguhnya kontribusinya dalam pembangunan desa tidak signifikan dan tidak memiliki pengaruh langsung dalam percepatan pembangunan desa.
Kades minta perpajangan jabatan 9 tahun, bisa jabat 3 periode
Sebelumnya diberitakan, tiga organisasi desa meminta Presiden Joko 'Jokowi' Widodo pecat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar.
Diketahui, Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar termasuk inisiator wacana perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun, dan bisa menjabat selama dua periode.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar, yang merupakan kakak dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaminin Iskandar, itu dinilai sering melontarkan wacara yang meresahkan. Tak terkecuali wacana perpanjangan masa jabatan kades.
Di sisi lain, tiga organisasi desa tersebut tetap meminta agar perpanjangan masa jabatan kades diperpanjang jadi 9 tahun, tapi bisa menjabat hingga 3 periode atau total selama 27 tahun.
Sebagaimana diwartakan, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), DPP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), dan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDI) melakukan konferensi pers di Jakarta pada Senin (23/1/2023).
Mereka melayangkan beberapa permintaan terkait dengan masa jabatan dan porsi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, mereka juga meminta supaya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar dicopot karena melempar wacana yang meresahkan.
1. Minta Menteri Desa PDTT dicopot
Ketiga organisasi sepakat meminta Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar.
Mereka berpandangan bahwa Menteri Desa dan PDTT telah membuat kegaduhan isu perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun.
Wakil Ketua Umum DPP Apdesi Sunan Bukhari mengatakan, awalnya, gagasan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun berasal dari parpol dan Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar.
Mereka mengaku, perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun bukanlah harapan utama dari kepala desa.
Menurut asosiasi tersebut, Menteri Desa PDTT tak memahami substansi UU Desa sehingga dalam setiap pernyataan, sang Menteri justru melemparkan wacana yang meresahkan, serta menerbitkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan kepala desa, BPD, dan perangkat.
"Ya tentu kita sudah mengevaluasi, mengikuti rekam jejak, kita melihat bahwa apa yang dilakukan Mendes selama ini lebih banyak bernuansa politis, pernyataan-pernyataannya juga lebih banyak membuat kegaduhan," kata Sunan, Senin.
Alasan lainnya, Menteri PDTT tidak menempatkan pemerintah desa sebagai stakeholder pembangunan desa.
Lalu, fungsi supervisi yang mendampingi dan melayani pemerintahan desa tidak dilakukan.
Mereka juga menganggap Abdul Halim Iskandar tidak memiliki upaya atau langkah serius sebagai menteri desa, yakni mendengarkan keluhan atau persoalan yang dialami oleh pemerintahan desa.
Segala persoalan strategis yang dirasakan desa, kata Sunan, selama ini hanya selesai saat pihaknya meminta penyelesaian ke presiden.
2. Minta jabatan diperpanjang 3 periode, total 27 tahun
Meski mengaku gagasan berasal dari parpol dan Mendes PDTT, mereka tetap meminta agar masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi sembilan tahun.
Rekomendasinya, masa jabatan sembilan tahun ini diemban sebanyak tiga periode, sehingga masa menjabat seorang kepala desa bisa sampai 27 tahun.
Jumlah tersebut berbeda dengan pendapat Mendes PDTT, yang pernah menyebut bahwa masa jabatan kepala desa dirancang menjadi sembilan tahun dengan maksimal dua periode sehingga totalnya menjadi 18 tahun.
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masa jabatan kepala desa yang saat ini berlaku yaitu enam tahun dalam tiga periode, yakni menjadi 18 tahun.
Jika mengikuti "tawaran" Mendes PDTT, ketentuan periode sembilan tahun dengan dua periode tak menguntungkan kepala desa yang sudah memasuki periode kedua masa jabatannya.
Sebab, mereka tidak bisa mencalonkan lagi.
Ia mengingatkan, undang-undang umumnya tidak berlaku surut, sehingga kepala desa yang sedang menjabat tak otomatis bertambah masa jabatannya menjadi sembilan tahun.
Begitu pun tidak ada jaminan bila Undang-Undang (UU) Desa direvisi maka ketentuan mengenai masa jabatan kades akan berlaku surut.
"Yang sudah dua periode, dia dicintai rakyatnya, didukung rakyatnya, tapi tidak bisa melanjutkan program masa pengabdiannya, tidak bisa mencalonkan lagi," kata Sunan.
"Misalkan yang enam tahun, satu periode, sekarang kan dia ketika pilkades yang keduanya dia mendapatkan sembilan tahun kan, itu kan totalnya hanya 15 tahun kan, bukan 18 tahun," ujar Sekretaris Jenderal Apdesi Anwar Sadat menambahkan.
3. Minta Dana Desa 7-10 Persen dari APBN
Kendati begitu, Apdesi tidak menjadikan perubahan masa jabatan sebagai isu prioritas pada revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Ada tujuan lain, yakni untuk menjadikan desa maju dan mandiri, dengan usulan meminta agar APBN 2024 memberikan formulasi besaran dana desa sebesar 7-10 persen dari APBN atau minimal Rp150 triliun.
Ia beranggapan, peningkatan dana desa akan memberikan manfaat untuk pembangunan desa.
"Nonsense ketika kita ingin maju, ingin mandiri, uangnya enggak ada, sedikit banget, termasuk ada intervensi-intervensi dari pihak pemerintah pusat makanya kita tidak bisa mengadvokasi hasil-hasil aspirasi dari masyarakat," kata Anwar.
4. Ancam demo besar-besaran
Ketiga organisasi meminta revisi UU dilakukan secepatnya, atau sebelum Pemilu dimulai.
Sebab, wacana revisi UU ini digaungkan oleh partai politik dan Menteri Desa PDTT sejak beberapa waktu lalu.
Dia juga mengeklaim, demo besar-besaran kepala desa pada Selasa (17/1/2023) itu dilakukan untuk menuntut dan mengingatkan kepada partai politik agar jangan saling melempar bola panas jelang Pemilu 2024 untuk merealisasikan janjinya merevisi UU Desa.
Mereka lantas meminta UU Desa terlebih dahulu masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Jika tak kunjung direvisi, mereka beranggapan bahwa janji-janji manis yang dilayangkan menjelang Pemilu hanya janji palsu.
"Ini kan janji politik beberapa parpol, ketika barang ini tidak selesai sebelum Pemilu, maka ini hanya gombal."
"Ini hanya jadi palsu, PHP. Maka, kita mendorong agar revisi itu dilakukan dan masuk prolegnas 2023," beber Sunan.
Di sisi lain bila bila realisasi tidak terlaksana, kata Sunan, maka DPP Apdesi, DPP Abpednas, dan DPN PPDI, tetap ditegakkan masa jabatan kepala desa dan BPD selama tiga periode.
Lalu, mereka mengancam akan melakukan demo secara besar-besaran lagi jika revisi tidak terlaksana.
"Apdesi, DPN PPDI akan melakukan tuntutan balik dengan demonstrasi besar-besaran bulan Agustus-Oktober 2023 termasuk di antaranya dengan pemilik partai yang berkampanye, tapi tidak merealisasikan revisi UU tentang Desa, termasuk partai politik yang tidak mendukung," jelas Sunan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Massa Perangkat Desa Demonstrasi di Depan Gedung DPR, Minta Revisi UU Desa Selesai Sebelum Pemilu 2024
Sofwan PDIP Harap RUU Komoditas Strategis Bangkitkan Industri Tembakau Nasional |
![]() |
---|
Ihwal Kedaulatan Energi Nasional, Dewan Penasihat PP Sebut Lifting Migas sebagai Solusi |
![]() |
---|
Menteri ATR Sebut 60 Keluarga Kuasai Hmapir 50 Persen Tanah Indonesia, LSKB: Distribusikan |
![]() |
---|
Aktivis Muda Nahdliyin Sayangkan Keterlibatan PBNU dalam Industri Tambang Ekstraktif |
![]() |
---|
MUI Minta Aparat Usut Tuntas Kasus Perusakan Bangunan Diduga Gereja Kristen di Sukabumi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.