Berita Jateng
Melestarikan Wayang Potehi di Kota Semarang, Nova Riyanto Bersemangat Belajar Jadi Dalang
Nova Riyanto (16), remaja lulusan SMP di Kota Semarang ini tertarik menekuni wayang potehi.
Penulis: Budi Susanto | Editor: Moch Anhar
Namun sejak sang ayah tiada, tidak ada lagi yang meneruskan kiprah Thio Tiong Gie.
"Setelah ayah saya pergi, wayang potehi sempat berhenti satu tahun. Karena keluarga tak mau wayang potehi hilang, saya memberanikan diri untuk berlatih," tuturnya, Senin (9/1/2023).
Pada 2017, Thio Haouw Liep mulai memberanikan diri tampil membawakan wayang potehi di depan umum.
Berbekal pengalaman ikut sang ayah, Thio Haouw Liep sukses dalam penampilan perdananya.
Tak puas, pria 53 tahun itu ingin wayang potehi bisa lebih berkembang luas.
Di kemudian hari, ia merekrut anak-anak muda hingga anak putus sekolah untuk belanjar mengenai wayang potehi.
"Sampai sekarang ada belasan anak yang serius belajar mengenai wayang potehi. Selain belajar mengenai musiknya, beberapa juga ingin menjadi dalang," ujarnya.
Hal itu membawa angin segar bagi Thio Haouw Liep, kekhawatirannya tentang hilangnya wayang potehi pun sedikit sirna.
Ditambah lagi meredanya pandemi, membuat grup wayang potehi pimpinan Thio Haouw Liep mendapatkan order di beberapa tempat.
Thio Haouw Liep sangat berharap wayang potehi tetap bertahan meski di tengah gerusan zaman.
"Saya hanya ingin melestarikan budaya, jangan sampai wayang potehi hilang. Karena wayang potehi merupakan warisan budaya leluhur kami," paparnya.
Sejarah wayang potehi di Semarang
Di Kota Semarang, kesenian wayang potehi sudah dikenal di masa kolonial.
Bahkan media massa Hindia-Belanda, beberapa kali memberitakan mengenai kejayaan wayang potehi asal Kota Semarang.
De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad terbitan De Groot, Kolff & Co pada 19 Agustus 1899 misalnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.