Berita Kudus
Kasus DBD di Kudus Melonjak 100 Persen Lebih, Korban Meninggal 6 Orang Semunya Anak-anak
Jumlah kasus DBD di Kudus pada 2022 melonjak lebih dari 100 persen dari tahun sebelumnya. jumlah korban jiwa juga dua kali lipat dari tahun sebelumnya
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Yayan Isro Roziki
- Jumlah kasus DBD di Kudus, hingga September 2022 melonjak tajam, lebih dari 100 persen dibanding jumlah keseluruhan pada tahun 2021.
- Pada 2021, berdasar data Dinkes, kasus DBD di Kudus mencapai 175 kasus, dengan jumlah korban jiwa tiga orang.
- Sementara, hingga September 2022, jumlah kasus DBD di Kudus tembus 286 kasus, dengan 6 pasien meninggal dunia, di mana seluruh korban jiwa adalah anak-anak.
TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Kudus meledak pada tahun 2022.
Dibandingkan dengan kasus DBD pada tahun 2021, peningkatan kasusnya meningkat pesat hingga lebih dari 100 persen.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) atau Dinas Kesehatan (Dinkes) Kudus, jumlah kasus DBD pada 2021 tercatat 175 kasus, denga jumlah korban meninggal tiga orang.
Baca juga: Satu Keluarga di Kudus Kena DBD, Noor Keluhkan Pelayanan Foging di Desa Gondosari Lamban
Baca juga: 107 Warga Blora Terjangkit DBD, Tersebar di Sejumlah Kecamatan, Begini Tanggapan Dinkes
Baca juga: Kasus DBD Semarang Naik Dua Kali Lipat, Lima Kecamatan di Kota Semarang Masuk Zona Merah
Sementara, pada hingga September 2022, kasus DBD di Kudus mencapai 386 kasus, di mana 6 orang pasien di antaranya meninggal dunia.
Demikian dijelaskan oleh Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Darsono kepada TribunMuria.com, Rabu (12/10/2022).
"Tahun lalu jumlah kasus DBD 175 orang dan yang meninggal 3 orang, untuk tahun ini jumlah kasus 386 dan kasus meninggal 6," jelasnya.
Dituturkan, korban meninggal dunia kasus DBD di Kudus, mulai dari Januari hingga Agustus 2022 ada 6 orang, yang kesemuanya adalah anak-anak berusia di bawah 15tahun.
"Hal ini, lantaran anak-anak lebih rentan terkena penyakit karena imunnya tidak sekuat orang dewasa," tuturnya.
Darsono menegaskan, semua orang bisa terjangkit DBD di mana saja.
"Anak-anak ini kan aktivitasnya banyak, kalau dia di sekolah, bisa saja terjangkit di lingkungan sekolah, apalagi anak-anak kalau bermain kan terkadang kita tidak tahu," jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya berencana membuat perlombaan kebersihan sekolah.
Hal ini untuk memantik semangat masyarakat terhadap pencegahan DBD.
"Pencagahan dengan abatesasi itu penting, serta kami terus menggencarkan edukasi dan sosialisasi terkait 3M plus," terangnya.
Selain itu, pihaknya juga menyediakan Reagen DBD di seluruh Puskesmas di Kudus untuk mendeteksi penyakit DBD.
"Jadi kalau ada yang panas bisa dites itu. Untuk mendeteksi DBD sedini mungkin, hanya dengan 20 menit saja bisa terdeteksi penyakit DBD," tutupnya.
Sekeluarga terserang DBD
Sebelumnya, Noor Aziz (47) dan seluruh keluarganya, warga Desa Gondosari RT 3/RW 2, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus terkena (Demam Berdarah Dengue).
Ia menjelaskan, demam berdarah awalnya menjangkiti istrinya Nafidotul Annisa (37) dan anaknya berusia tiga bulan yakni Ginong Pratisehsesami pada 15 Maret 2022.
Noor Aziz juga mengeluhkan layanan foging lamban di desanya.
"Ketahuan setelah istri cek laboratorium ternyata positif DB, gejalanya sama dengan anak saya yang paling kecil," ujar dia.
Setelah itu, dia menghubungi perangkat desa agar dapat segera melakukan foging mencegah korban selanjutnya.
"Saya kabari ke desa sejak tanggal 17 maret untuk foging, tapi alasannya bukan kewenangannya," ucapnya.
Dia menilai pemerintah desa yang tidak peka menanggapi keluhannya tersebut.
Seminggu kemudian, sekitar tanggal 24 Maret 2022 anaknya ke dua Nuril Azkya (4) mengalami demam hingga masuk ke Instalasi Gawat Darutat (IGD).
"Anak kedua sampai shock, muntah darah. Sampai dirawat di ICU selama empat hari," jelasnya.
Karena tidak ada respons dari pihak desa untuk melakukan foging tersebut, korban bertambah lagi.
Anak pertamanya, Sholahudin Ahmad Adly (13) mengalami demam dan dilarikan ke RS Mardi Rahayu Kudus pada Senin (4/4/2022) kemarin.
"Sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit," ujar dia.
Kasus DBD di Semarang naik 2 kali lipat
Angka kasus DBD di Kota Semarang, hingga September 2022 mencapai 700 kasus.
Jumlah tersebut disebut Dinkes Kota Semarang lebih tinggi dari tahun lalu.
Hal ini Kepala Dinkes Kota Semarang, Abdul Hakam.
"Dibandingkan tahun lalu peningkatannya mencapai dua kali lipat," jelasnya, Minggu (9/10/2022).
Dipaparkannya, ada lima wilayah yang menjadi catatan Dinkes.
"Selain Kecamatan Tembalang, Banyumanik, Ngaliyan, Semarang Barat dan Utara juga tinggi," katanya.
Untuk itu Hakam bersama jajarannya akan fokus pada penanganan DBD di wilayah tersebut.
"Di tengah musim pancaroba kami terus melakukan sosialisasi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)," jelasnya.
Tak hanya itu, guna menekan angka DBD, program wolbachia juga terus disosialisasikan.
"Wolbachia merupakan bakteri yang ditanamkan di telur nyamuk, tujuannya agar nyamuk Aedes aegypti tidak menularkan virus DBD saat menggigit manusia," katanya.
Melalui program tersebut, ia berharap masyarakat tidak salah menilai, lantaran harus memelihara naymuk yang sudah ditanam bakteri wolbachia.
"Jangan salah persepsi, di tengah mewabahnya DBD malah diminta memelihara nyamuk," ucapnya.
Ia menambahkan, satu kecamatan butuh puluhan juta telur yang sudah ditanamkan bakteri wolbachia.
"Sosialisasi memang masih kami lakukan di tingkat kecamatan, kelurahan hingga kader, kemungkinan akan terus kami lakukan hingga ke masyarakat."
"Program tersebut sangat efektif untuk menekan angka DBD, bahkan sampai 77 persen," tambahnya. (*)