Berita Jateng
Cerita Perajin Wayang Kulit di Pekalongan, Yudi : Darah Seni Turun Menurun
Yudi Seto (26) warga Desa Sangkanjoyo, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, melestarikan wayang kulit di kota batik.
Penulis: Indra Dwi Purnomo | Editor: Raka F Pujangga
TRIBUNMURIA.COM, KAJEN - Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, kebudayaan tradisional mulai tergerus modernisasi.
Seperti kesenian wayang di Indonesia, perlahan mulai tergeser oleh budaya asing. Padahal, kesenian wayang Kulit telah masuk sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
Beruntungnya, masih ada kaum muda yang masih melestarikan dan merawat kesenian wayang.
Baca juga: Pelajar SMPN 3 Undaan Satu Atap Sulap Lidah Buaya Jadi Sabun Herbal Kaya Manfaat
Yudi Seto (26) warga Desa Sangkanjoyo, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah.
Pemuda yang mempunyai ciri khas berambut gondrong tersebut saat ditemui Tribunjateng.com, di sanggar miliknya, Kamis (6/10/2022) ia masih mengerjakan pesanan wayang kulit.
"Saya dari kelas 2 SD sudah suka dengan wayang. Soalnya, darah seni saya keturunan dari kakeknya yang
merupakan dalang lokal dan pelaku seni kuda lumping," kata Yudi Seto (26) perajin wayang kulit warga Desa Sangkanjoyo.
Namun, sejak kecil ia sering diajak oleh orangtuanya nonton pertunjukan wayang kulit di desanya ataupun di desa lain.
"Masuk pendidikan SMP saya mulai berlatih membuat wayang kulit di Sanggar Cokro Kembang, Sipait, Siwalan, Kabupaten Pekalongan," imbuhnya.
Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikannya di SMA. Yudi mondok di Ponpes di Ponpes Al Ihsan Jampes, Malang, Jawa Timur.
"Di sana selain mondok, saya terus membuat wayang kulit di pesantren. Setelah dari sana saya mulai memproduksi wayang kulit dan mendirikan sanggar," ucapnya.
Ia pun menceritakan, dari awal mula sering diajak orangtuanya nonton pagelaran wayang kulit, jadi suka menggambar wayang di buku tulis sekolahnya.
Gambar pertama ia buat yaitu mulut Arjuna.
"Gambar pertama wayang yaitu cangkem (mulut) Arjuna. Bahkan buku tulis pelajaran sekolah miliknya isinya hanya gambar mulut Arjuna dan sering diseneni (dimarahin) guru karena buku tulis isinya gambar wayang terus."
"Saya membutuhkan waktu satu minggu membuat mulut Arjuna agar serupa seperti wayang," imbuhnya.
Baca juga: Kenalkan Batik Sejak Dini, Mengajarkan Anak Cinta Budaya Bangsa
Saat disinggung, tokoh wayang yang paling disukai yaitu tokoh wayang brotoseno.