Berita Blora

10 Warga Blora Meninggal Sakit Demam Berdarah Dengue

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Blora mencapai 336 orang, dengan 10 orang meninggal dunia.

Penulis: Ahmad Mustakim | Editor: Daniel Ari Purnomo
TribunMuria.com/Saiful Masum
Petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blora, melakukan fogging di wilayah yang ditemukan kasus penularan DBD, belum lama ini. 

TRIBUNMURIA.COM, BLORA – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Blora mencapai 336 orang, dengan 10 orang meninggal dunia.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit (P3K) Dinas Kesehatan Kabupaten Blora Joko Budi Heri Santoso kepada tribunmuria.com di kantornya.

"Januari hingga agustus 2022 ini ada peningkatan kasus 45 positif menjadi 336 orang, 10 meninggal dunia," ucap Heri Santoso, Kamis 15 September 2022.

Joko Budi Heri Santoso
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit (P3K) Dinas Kesehatan Kabupaten Blora Joko Budi Heri Santoso

Diungkapkannya, Total kasus merupakan orang yang dirawat di beberapa Rumah sakit di Blora.

"Di bulan agustus seharusnya diprediksi landai,  justru meningkat. Karena harusnya masuk di musim kemarau," terangnya.

Menurutnya, siklus hari ini terjadi siklus pancaroba yang tidak bisa diprediksi.

Dalam kasus DBD yang paling utama adalah tindakan preventif.

Dilakukan seminggu sekali. Ditempat-tempat yang berpotensi menyebabkan penyakit ini.

Kemudian dilakukan langkah fogging jika dirasa angkanya tidak terkendali.

"Karena fogging yang tidak dilaksanakan dengan baik, bisa berimbas pada manusiannya. Termasuk resistensi nyamuknya juga," terangnya.

Apalagi jika sudah masuk kriteria kememkes harus fogging ya kita fogging.

Sebelumnya, diupayakan terlebih dahulu pemberdayaan yakni kerja bakti terlebih dahulu. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dulu baru fogging.

Termasuk dilakukan Pemeriksaan jentik Berkala (PJB), pengamatan jentik periodik sesuai siklus : bulanan atau per trimester tuk mengetahui angka bebas jentik (ABJ) target 95 persen.

"Artinya kalau 100 rumah tangga di periksa jentik : 95 bebas jentik dan 5 rumah tangga ada jentik. Yang bagus ya 100 persen rumah tangga bebas jentik," paparnya.

Penyelidikan Epidemiologi (PE), pemeriksaan pada titik kasus positif Ps /Hause index DBD di rumah tangga untuk mengetahui ada penambahan kasus baru lagi atau tidak di lingkungan itu dalam kurun waktu tertentu.

"Pemeriksaan jentik untuk mengetahui ABJ nya. Satu rangkaian kegiatannya dengan PSN dengang 3 M Plus," imbuhnya.

Pihaknya mengaku sudah berjejaring dengan dinas, rumah sakit dan puskesmas.

Screening bisa di puskesmas, kemudian rujuk ke rumah sakit. Karena penegakkan diagnosa perlu hasil laboratorium.

Lalu di laporkan ke DKK diteruskan hingga puskesmas untuk dilakukan penyelidikan.

Terkait dengan apakah dicover BPJS, dirinya mengungkapkan bagi yang memiliki bisa digunakan.

"Bagi yang tidak memiliki ya mandiri," ujarnya.

Bagi yang memang tidak mampu, nantinya akan di cari pihak ketiga. Seperti Baznas.

Untuk sementara, sosialisasi terkait DBD ini masih menyasar kader-kader kesehatan.

"Kita punya forum kesehatan desa, salah satunya terkait kasus ini. Termasuk para perawat ataupun bidan desa," ucapnya.

Terkait siklus berapa lama perawatan, jika masuknya sebelum hari ketiga, empat hari sudah bisa disembuhkan.

"Terkadang jika sudah 5-7 hari itu sudah telat. Ini anak sudah tidak sadar. Waktu rawatnya lebih panjang. Dan itu fifty- fifty," ungkapnya.

Diungkapkannya, rata-rata yang terkena DBD adalah anak dibawah 15 tahun.

"Selain rentan, daya tahan tubuh memang lemah. Kalau sudah dewasa daya tahan lebih kuat," ungkapnya.

Bahkan beberapa juga memilih membeli obat sendiri di apotik.

"Diimbau untuk gejala awal segera periksa ke dokter atau layanan kesehatan yang ada agar tidak telat. Tindakan preventif lebih utama," pungkasnya. (kim)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved