Kriminal dan Hukum

Janda di Kudus Diduga Korban Mafia Tanah, Sertipikat Berubah Nama, Diguat Rp1 Miliar Oleh PPAT

Janda tua di kudus korban mafia tanah, sertipikat tanahnya tiba-tiba berubah nama, tak hanya itu janda tua itu digugat notaris/ppat Rp1 miliar

Penulis: Raka F Pujangga | Editor: Yayan Isro Roziki
Tibun Jambi
Ilustrasi sertipikat tanah - Janda tua di Kecamatan Kaliwungu, Kudus, diduga menjadi korban mafia tanah. Sertipikat miliknya berubah nama tanpa proses yang menurutnya sah. Selain itu, janda tua bernama Solikah itu digugat Rp1 miliar oleh PPAT. 

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Seorang janda tua, Solikah (50) asal Desa Blimbing Kidul, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, diduga menjadi korban mafia tanah.

Betapa tidak, sertipikat tanah miliknya tiba-tiba berubah nama tanpa proses yang sah.

Tak hanya itu, janda tua itu digugat Rp1 miliar oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau notaris yang turut dalam proses perubahan nama sertipikat Solkah.

Kuasa hukum Solikah, Teguh Santoso mengatakan kliennya awalnya berusaha memperjuangkan hak dengan mengajukan gugatan ke PN Kudus dengan register perkara No 14/Pdt.G/2022/PN Kds pada 28 Maret 2022 silam. 

Hal ini karena sertifikat yang semula atas nama kliennya, Solikah dan almarhum mantan suaminya tiba-tiba berubah menjadi milik orang lain.

Namun, dalam proses persidangan, beberapa pihak tergugat di antaranya Notaris/PPAT yang mengurus peralihan nama sertifikat tersebut balik menggugat dalam perkara sama (rekonvensi).

"Padahal klien saya hanya berusaha memperjuangkan haknya yang hilang,"ujar Teguh, dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022) malam.

Lebih lanjut, Teguh kemudian menceritakan proses peralihan sertifikat tersebut terjadi pada tahun 2019 atas sebidang tanah di Desa Blimbing Kidul, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.

Sertifikat tersebut atas nama Solikah beserta Sumardi (almarhum) yang notabene mantan suaminya.

"Sertifikat tersebut hasil pembelian tanah di tahun 1998 dan atas nama keduanya."

"Jadi, sertifikat tanah ini harusnya merupakan harta bersama antara Solikah dan Sumardi,"ujar Teguh.

Hanya saja, pada 2019 silam, Solikah dan Sumardi bercerai.

Sumardi kemudian menikah lagi dengan perempuan lain yang sebenarnya sudah sejak lama menjadi isteri sirinya.

Sebelum meninggal, Sumardi juga telah menghibahkan sertifkat tanah tersebut kepada dua orang anak isteri barunya tanpa sepengetahuan Solikah.

"Selain atas nama berdua, klien saya juga memiliki tiga anak dengan Sumardi."

"Namun mereka juga tidak mendapat bagian apa-apa dari tanah tersebut,"paparnya.

Oleh karena itu, kata Teguh, kliennya berusaha mencari keadilan dengan menggugat dengan pihak tergugat salah satunya adalah notaris Dilla Fadhila Halimi.

Hal tersebut kata Teguh, karena pihak notaris merupakan pintu awal dari proses peralihan hak tanah semestinya selektif dalam memproses pengajuan yang masuk.

Apalagi, kata Teguh, kliennya yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut tidak pernah merasa tanda tangan dalam penghibahan tanah tersebut.

Namun dalam akta hibah yang ada, tanda tangan Solikah ternyata tertera.

"Artinya ini ada tanda tangan yang dipalsukan,"ujarnya.

Teguh mengatakan, perjuangan kliennya untuk menggugat ini juga sejalan dengan semangat Kementerian ATR BPN untuk memberantas mafia tanah.

"Apalagi, beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat BPN sudah menjadi tersangka atas dugaan mafia tanah semacam ini," katanya. (raf)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved