Berita Demak
Jemparingan dalam Jamasan Pusaka Kanjeng Sunan Kalijaga, Olahraga Tradisi dengan Filosofi Mendalam
filosofi jemparingan tradisi jamasan pusakan kanjeng sunan kalijaga jemparingan sunnah nabi lembaga adat kadilangu
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, DEMAK - Jemparingan menjadi tradisi yang turut dilestarikan dalam rangkaian acara Jamasan Pusaka Kanjeng Sunan Kalijaga, di Kadilangu, Demak.
Jemparingan bukan sekadar panahan, melainkan memiliki filosofi yang mendalam.
Panahan ini, berbeda dengan panahan biasanya, para penjemparing atau pemanah mengenakan pakaian Jawa lengkap dengan udeng ataupun blangkon.
Penjemparing, memanah dengan duduk bersila. Bahkan juga ada sebagian penjemparing berpuasa sebelum melakukan panahan.
Menggunakan busur yang terbuat dari kayu dan anak panah atau jemparing dari bambu, para penjemparing memanah wong-wongan empat warna sebagai target.
Mike Santana, Panitia Jemparingan Lembaga Adat Kadilangu, menjelaskan adanya kegiatan tersebut masuk dalam rangkaian tradisi Jamasan Pusaka Kanjeng Sunan Kalijaga.
"Selain melestarikan tradisi, jemparingan itu juga bagian dari sunnah dalam agama," jelasnya kepada TribunMuria.com, Sabtu (9/7/2022).
Menurutnya, kegiatan memanah adalah bagian dari olahraga yang disunnahkan Nabi Muhammad SAW.
Sementara, tradisi jemparingan, kata dia, sudah ada sejak era Wali Songo.
"Tradisi Jemparingan ini ada sejak pada zaman kewalian, maka dari itu kami berupaya melestarikan tradisi," urainya.
Filosofi dalam Jemparingan
Terpisah, sesepuh Komunitas Jemparingan yang berasal dari Yogyakarta, Agung Sumedi, mengatakan banyak makna filosofis didalam olahraga ini ini.
"Jemparingan adalah sebuah konsep olahraga dan olahrasa. Olahraga adalah kegiatan jemparing atau memanah."
"Sementara, olahrasa adalah konsep ketika wong-wongan sebagai target yang diumpamakan diri sendiri," jelasnya.
Dari target wong-wongan ada empat warna, yakni merah, kuning, putih, hitam.