Berita Kudus
Brand Kudus Kota Empat Negeri, Mawahib: Tak Ada Salah, Selama Dipertanggungjawabkan Secara Ilmiah
Brand Kudus Kota Empat Negeri, Mawahib: Tak Ada yang Salah, Asal Bisa Dipertanggungjawabkan Secara Ilmiah
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Brand Kudus Empat Negeri kembali dibahas dalam forum dialog yang digelar di Rumah Makan Bambu Wulung Kudus, Selasa (31/5/2022) malam.
Masing-masing narasumber dalam diskusi tersebut sepakat bahwa Kudus menyemat atribut sebagai Kota Empat Negri memang ada latar belakangnya.
Dialog Parlemen Bersama Mawahib anggota DPRD Jawa Tengah 'Menelusuri Jejak Kudus Kota Empat Negri' ini menghadirkan sejumlah narasumber.
Mereka adalah Abdul Jalil, Umar Ali, dan Agus Susanto. Ketiga orang ini merupakan punggawa dalam memopulerkan brand Kudus Kota Empat Negri.
Tidak lupa, narasumber lainnya, Anggota DPRD Jawa Tengah, Mawahib, juga turut serta sebagai narasumber dalam diskusi tersebut.
Layaknya diskusi pada umumnya, masing-masing narasumber mendapat jatah memaparkan pengetahuannya akan latar belakang Kudus berikut brand barunya.
Di sela-sela diskusi, diiringi lantunan musik yang dibawakan oleh kelompok Suluk Tajuk Menara dengan komposisi gamelan, rebana, dan alat musik modern.
Ada juga penampilan barongsai dan liong yang turut serta menambah semarak diskusi.
Satu di antara narasumber, Agus Susanto, mula-mula membeberkan latar belakang Kudus yang berada di Pulau Muria secara letak terpisah dengan Pulau Jawa sudah ada peradaban sejak lama.
Misalnya peradaban yang berlangsung saat Ratu Shima memimpin Kalingga pada Abad ke-7 Masehi.
Hal itu dibuktikan dengan adanya prasasti Rahtawu dan Candi Bubrah dan Candi Angin yang ada di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara.
Secara, antara Rahtawu dan Tempur memang relatif dekat.
Dua desa ini hanya dipisahkan oleh Gunung Muria. Keterangan inilah yang kemudian diasosiakan sebagai peradaban Jawa.
Setelah itu, kata Agus, terdapat pendatang Tionghoa ke Kudus. Hal itu didasarkan pada sumber yang tersimpan di Kelenteng Cu An Kiong Lasem.
Katanya, pada saat itu orang Tionghoa membangun Masjid Madureksan dan Kelenteng Hok Ling Bio.