TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan aksi oknum polisi tembak mati pelajar SMK 4 Semarang adalah pembunuhan di luar proses hukum.
Hal ini terkait tindakan anggota Satresnarkoba Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin (RZ) yang menembak mati Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO (17), karena sepeda motor keduanya pepetan dan hampir bersenggolan di jalan, Minggu (24/11/2024).
Demikian disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing.
"Tindakan RZ (pelaku) adalah pembunuhan di luar proses hukum," ujar Uli Parulian Sihombing, dalam keterangan resmi yang dirilis Kamis (5/12/2024).
Baca juga: RDP Komisi III Kasus Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang, Propam Polda Jateng: Tak Ada Tawuran
Baca juga: Keluarga Gamma Yakin Tudingan Gengster Hanya Rekayasa Polisi, Duga Saksi Kunci Ikut Diintervensi
Baca juga: Siapa Sosok Wartawan Datang bersama Polisi Intervensi Keluarga Gamma Korban Tembak Mati Aparat?
Uli menyatakan, tindakan penembakan oleh Aipda Robig dinilai memenuhi kualifikasi dan unsur extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum.
Sebab, penembakan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa siswa SMK bernama Gamma Rizkynata Oktafandy.
Selain menewaskan Gamma, aksi koboi Aipda Robig juga melukai dua siswa lain.
Selain dilakukan oleh aparat negara yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat, aksi Aipda Robig menggunakan senjata api tidak dalam pembelaan diri, tidak sedang menjalankan tugas, dan tidak dalam posisi terancam.
"Tindakan RZ telah memenuhi unsur-unsur adanya pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM," imbuh Uli.
Jengkel karena pepetan sepeda motor di jalan
Sebelumnya, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Jateng, Kombes Pol Aris Supriyono, kasus polisi tembak mati anggota pasukan pengibar bendera (paskibra) pelajar SMK 4 Semarang, bukan karena adanya tawuran, sebagaimana keterangan Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar.
Aipda Robig Zaenudin menembak mati Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO (17) karena jengkel sepeda motornya pepetan atau hampir bersenggolan dengan kendaraan korban, saat hendak pulang.
Hal ini diungkapkan Kabid Propam Polda Jateng Kombes Pol Aris Supriyono saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (3/12/2024).
Pernyataan Kabid Propam Polda Jateng ini bertolak belakang dengan pernyataan Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar yang bersikukuh Aipda RZ menembak korban Gamma karena untuk membubarkan tawuran.
"Motif yang dilakukan oleh terduga pelanggar dikarenakan pada saat perjalanan pulang mendapat satu kendaraan yang memakan jalannya terduga pelanggar jadi kena pepet," bebernya, Selasa.
GRO yang terlibat aksi kejar-kejaran kembali ke titik awal, bertemu dengan Aipda Robig.
Di sana, Aipda Robig meletuskan tembakan karena jengkel, korban dianggap mengganggu perjalanan pulangnya.
"Akhirnya terduga pelanggar menunggu tiga orang ini putar balik, kurang lebih seperti itu dan terjadilah penembakan," tukasnya.
Kombes Pol Aris Supriyono menegaskan tak ada tawuran yang terjadi di lokasi penembakan tepatnya di depan Alfamart di Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Semarang, pada Minggu (24/12/2024) lalu.
"Penembakan yang dilakukan terduga pelanggar tidak terkait dengan pembubaran tawuran yang sebelumnya terjadi," ucapnya.
Aipda Robig telah melanggar Perkap nomor 1 tahun 2009 tentang penggunaan senjata api.
Ia juga dijerat pasal 13 ayat 1 PPRI nomor 1 tahun 2003 dan perpol nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik kepolisian.
"Pelanggar tinggal menunggu sidang kode etik, yang seyogyanya kami lakukan hari ini, kami laksanakan hari berikutnya," lanjutnya.
Kapolrestabes Semarang diduga intervensi
Salah satu keluarga yang enggan disebut identitasnya menjelaskan petugas kepolisian mendatangi rumah duka di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, pada Senin (25/11/2024) lalu.
Mereka mengintervensi keluarga dan meminta mengikhlaskan kematian GRO.
"Kalau dari Kapolrestabesnya datang bareng wartawan. Jadi istilahnya kita diminta supaya bikin tanda tangan pernyataan supaya tidak tersebar atau berkembang kemana-mana, maka kita disuruh mengikhlaskan," bebernya, Minggu (1/12/2024), dikutip dari TribunJateng.com.
Pihak keluarga menolak karena pernyataan Kapolrestabes Semarang berbeda dengan fakta yang terjadi.
"Kami tentu tegas menolak diambil pernyataan tersebut dalam bentuk video. Yang minta satu wartawan itu mewakili dari orang Polrestabes," katanya.
Sementara itu, Wakapolda Jateng, Brigjen Agus Suryo Nugroho, membantah adanya intervensi yang dilakukan petugas kepolisian.
"Intervensi tersebut akan terbantahkan dengan mungkin bukti-bukti video dan sebagainya," tandasnya.
Ia menyatakan video aksi penembakan tak diungkap kepada publik karena kasus ini masih dalam proses penyelidikan.
Agus menyatakan penyelidikan kasus ini berjalan sesuai prosedur dan diawasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusi (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
"Penanganan kasus pelaku penembakan (Aipda Robig) akan kita proses secara terbuka dan obyektif," ucapnya.
Keluarga Gamma yakin cerita gengster rekayasa polisi
Sebelumnya, keluarga Gamma Rizkynata Oktafandy atau GRO (17) -siswa SMK 4 Semarang yang ditembak mati polisi- meyakini narasi korban adalah anggota gengster adalah rekayasa aparat belaka.
Tak hanya itu, keluarga korban juga meragukan pernyataan polisi yang menyebut korban ditembak mati karena melakukan penyerangan ke polisi menggunakan senjata tajam.
Keraguan keluarga itu berdasarkan rekaman video penembakan berdurasi 41 detik yang berhasil dikantongi keluarga korban.
Dalam rekaman video tersebut, keluarga sama sekali tak melihat adanya korban menyerang Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang.
"Maka dari itu, yang paling utama adalah pengembalian nama baik Gamma. Kedua, proses pidana pelaku penembakan dengan hukuman pidana sesuai perbuatannya," kata seorang keluarga korban GRO yang enggan disebutkan identitasnya dengan alasan demi keselamatannya di Kota Semarang, Minggu (1/12/2024).
Keluarga korban mengaku, selama proses hukum ini, polisi hanya menunjukan barang bukti berupa senjata tajam untuk tawuran.
Alat-alat tersebut, kata dia, bisa diambil dari mana saja. Tudingan soal korban membeli senjata tajam, keluarga meminta polisi membuktikannya.
"Terus pelaku-pelaku tawuran (ada 4 orang) kan bisa diambilkan dari beberapa anak-anak yang wajib lapor," terangnya.
Dengan keyakinan ini, keluarga korban telah mengumpulkan sejumlah alat bukti versi mereka untuk membantah tudingan dari Kapolrestabes Semarang.
Tudingan tersebut yakni korban adalah anggota gangster yang layak ditembak polisi karena menyerang terlebih dahulu.
"Beberapa bukti dari keluarga tetap kami serahkan ke Polda Jateng," imbuh perwakilan keluarga GRO itu.
Keluarga Gamma yakin saksi kunci turut diintervensi
Keluarga Gamma pelajar juga menyakini dua saksi kunci kejadian penembakan ikut mengalami intervensi.
Terlebih, selepas kejadian tersebut, keluarga Gamma didatangi polisi bersama oknum wartawan, yang coba hendak membungkam keluarga.
Keyakinan keluarga GRO perihal saksi kunci ini bermula ketika hendak melakukan konfirmasi atas kejadian yang sebenarnya kepada dua korban penembakan lainnya masing-masing AD (17) dan SA (16) yang alami luka tembak di tangan dan dada.
Mereka berdua selamat dari timah panas yang diletuskan Aipda Robig Zaenudin (38) anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polrestabes Semarang di depan Alfamart Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024) pukul 00.19 WIB.
Dua orang inilah yang menjadi saksi utama dalam kejadian tersebut.
"Iya, kami sampai sekarang tidak bisa bertemu dengan dua korban lainnya," kata keluarga GRO yang meminta identitasnya disembunyikan dengan alasan keamanan di Kota Semarang, Minggu (1/12/2024).
Keluarga korban ini menyebut, telah mendatangi rumah koban SA berulang kali tetapi tidak ditemui.
Padahal mereka adalah sama-sama korban. Ketika mendatangi rumah SA, dia menjumpai dua orang yang mengaku aparat dari Komando Distrik Militer (Kodim) setempat, Senin (25/11/2024) sore.
Namun, dia melakukan konfirmasi hal itu ke Kodim tersebut ternyata tidak ada personel yang diterjunkan untuk mengawasi kasus ini.
"Menurut saya korban ini (diduga) sudah di intervensi dari aparat (kepolisian)," bebernya.
Saksi kunci lainnya yakni AD, lanjut dia, sudah berusaha mati-matian menghubungi AD di antaranya melalui teman-teman AD tetapi semua memilih bungkam.
"Teman-teman AD juga tidak boleh memberikan informasi ke mana-mana atau ke orang lain berarti kan sudah ada intervensi lagi," terangnya.
Sebelumnya, Tribunmuria.com mendatangi rumah dua korban selamat masing-masing AD (17) dan SA (16).
SA tinggal di Jrakah, Kecamatan Tugu bersama kedua orangtuanya. Keluarga SA enggan menemui. Alasan keluarga, SA masih trauma berat soal kasus ini.
"SA ini jarang keluar malam. Makanya kami kaget dengan adanya kasus ini," kata ketua RT 4 RW 2 kelurahan Tugu, Aris Widarto.
Tribun kemudian mendatangi rumah AD di wilayah Jalan Karonsih Timur Raya, Ngaliyan.
Tribunmuria.com sempat bertemu AD dalam proses pra rekontruksi, Selasa (26/11/2024) pagi.
Siang harinya, AD ternyata belum di rumah. Dia masih di kantor polisi.
Ketika menyambangi rumah AD, nenek korban menolak diwawancarai. Para tetangga menyebut, AD tinggal di Semarang bersama neneknya. Sedangkan orangtuanya di Magelang.
"AD ini anak baik. Jadi kami kaget adanya kejadian ini," tutur Ketua RT 6 RW 5 Ngaliyan, M Wakimin.
Tertutupnya para keluarga korban membuat sejumlah pihak kesulitan untuk memberikan bantuan hukum.
"Kami mau membantu tapi para keluarga korban belum membuka diri," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Penyambung Titipan Rakyat (LBH Petir) Jawa Tengah Zainal Abidin.
Dia mengaku, kasus ini seperti ditutup-tutupi.
"Saya punya penilaian seperti itu (terkesan menutupi) padahal saya hanya mau melakukan pendampingan dan investigasi supaya kasus ini terang," ujarnya.
Pernyataan Zainal dibantah Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto.
"Kami transparan, (buktinya) pra rekontruksi kami membawa media meliput. Sama Komnas HAM juga terbuka," klaimnya. (*)