Berita Nasional

Nestapa Nasib Petani 'Menunggu Mati': Tak Ada Perhatian Serius Pemerintah, Krisis Regenerasi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi petani sedang memanen padi di sawah.

Apalagi bicara swasembada beras yang menurutnya hanya pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden Soeharto.

“Dulu, zaman Soeharto bisa swasembada beras karena penduduknya hanya 135 juta dan lahan pertanian luas."

"Sekarang, jumlah penduduk dua kali lipat, luas sawah semakin berkurang,” katanya.

Pembukaan lahan pertanian baru, menurut Endang, bukan hal yang mudah.

Termasuk regenerasi petani, karena pertanian tidak memberikan jaminan kesejahteraan.

Hal ini yang membuat Endang cemas dan melihat petani saat ini sama halnya dengan menunggu kematian.

“Kalau memang benar pemerintah mau bantu petani dan swasembada beras, buat program yang menguntungkan petani."

"Harga pupuk murah, barangnya gampang didapat, biar petani bergeliat dan semangat menanam padi,” katanya.

Endang menilai, menggeliatnya sektor pertanian bakal memicu pertumbuhan ekonomi.

Sama halnya dengan investasi industri skala besar, seperti pembangunan pabrik-pabrik yang saat ini dilakukan di Garut.

Endang yakin sektor pertanian bisa jadi industri yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, selama kebijakan pemerintah berpihak pada petani.

Namun, sayangnya Endang melihat hingga saat ini belum ada program yang bisa menguntungkan petani dalam berproduksi.

“Kalau pemerintah mau, kontrak saja dengan petani untuk penyediaan stok beras. Pemerintah perlu berapa ratus ton, petani yang menyiapkan dan dibuat kontrak kerjanya dengan harga yang sudah disepakati bersama,” katanya.

Endang melihat, pemerintah saat ini diuntungkan karena banyak petani yang masih mau menanam padi karena bagian dari hidup mereka.

Meski, sebenarnya pertanian sama sekali tidak menguntungkan.

“Jadi kalau bahasa saya itu, mereka (petani) sudah kawin dengan profesinya. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka hadapi."

"Sama seperti suami istri, biar sudah tidak cantik lagi, ya terima saja. Bukan lagi bicara cinta, tapi rasa sayang yang ada,” katanya.

Namun, kondisi ini menurutnya hanya terjadi pada petani-petani generasi tua. Untuk generasi muda, tentu berhitung lebih ketat untuk memilih melanjutkan profesi orangtuanya.

Halaman
123