"Jadi, enggak nyambung antara apa yang disampaikan sebagai kronologi akan menghentikan, kemudian membubarkan,” ucapnya.
Di sisi lain, Andika memandang bahwa untuk anggota TNI tidak berhak menindak langsung kegiatan para relawan tersebut karena memang bukan kewenangannya.
“Itu semua juga bukan kewenangan seorang anggota TNI. Sama sekali bukan," ujar Andika.
Saat ini, pihak TPN Ganjar-Mahfud tengah mengeksplorasi pasal-pasal dakwaan untuk menjerat para pelaku.
Menurutnya, para pelaku bisa didakwa juga dengan pasal perampasan kemerdekaan, sehingga dakwaan hukuman total bisa mencapai 9 tahun.
"Kalau korbannya mengalami luka berat itu ancaman hukumannya bisa sampai 5 tahun, kemudian Pasal 170 KUHP. Pasal 170 KUHP (berbunyi) melakukan tindakan kekerasan bersama-sama, ini juga diancam hukuman apabila korbannya luka berat, ini sampai dengan 9 tahun," kata Andika.
"Jadi ada yang juga bisa dikenakan Pasal 56 KUHP atau turut serta membantu sebuah tindak pidana.”
Sebelumnya diberitakan Kompas.tv, Letkol Inf Wiweko Wulang Widodo mengatakan penganiyaan terjadi akibat kesalahpahaman.
Menurutnya, aksi penganiayaan oleh anggota TNI itu terjadi secara spontan.
"Informasi sementara yang diterima bahwa peristiwa tersebut terjadi secara spontanitas. Karena adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak," ungkap Letkol Wiweko, Minggu (31/12/2023).
Setelah kejadian, pihaknya menegaskan bahwa TNI netral. Pihaknya juga berpesan agar masyarakat bersama-sama menjaga pemilu berlangsung damai.
"Sampai dengan saat ini TNI tetap menjunjung tinggi dan memegang teguh komitmen netralitas yang diamanatkan undang-undang," ujar Dandim Boyolali ini. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Jenderal Purn Andika Perkasa Sebut Pernyataan Dandim Boyolali Tidak Nyambung