- Puskesmas Bae mencatat ada 59 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi sepanjang Januari - April 2023.
- Dua pasien anak-anak dari 59 kasus tersebut akhirnya meninggal dunia.
TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Pusekemas Bae, Kabupaten Kudus mencatat ada 59 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi sepanjang Januari - April 2023.
Dari jumlah tersebut, dua di antaranya yang menjangkit anak-anak berdampak pada kematian.
Sisanya menjalani perawatan di rumah sakit dan sembuh.
Petugas surveilans epidemiologi Puskesmas Bae, Agus Gunarto mengatakan, dua anak yang meninggal karena terjangkit DBD berusia 3 dan 4 tahun yang terjadi pada Januari lalu.
Baca juga: 5 Anak di Kesambi Kudus Terjangkit DBD, Semuanya Opname, Dinkes Lakukan Fogging
Baca juga: 3 Anak di Jepara Tewas Terserang DBD selama Januari 2023, Dinkes: Total 124 Kasus Demam Berdarah
Baca juga: 4 Pasien DBD di Blora Meninggal, Dinkes: Siklus 5 Tahunan, Januari - Februari 2023 Total 56 Kasus
Agus menyebut, kasus terbanyak pada tahun ini terjadi Januari dengan jumlah 30 kasus.
Terdiri dari 16 laki-laki dan 14 perempuan dengan rentang usia 1-39 tahun.
Disusul Februari dengan 17 kasus, Maret 5 kasus, dan April 7 kasus DBD.
"Kasus terbanyak ada di Januari karena masih musim hujan."
"Lebih banyak menyerang anak-anak. Untuk kasus Mei ini masih dalam pendataan," terangnya, Jumat (26/5/2023).
Agus menyebut, kasus DBD bisa menyebabkan kematian jika imun yang terjangkit lemah.
Biasanya juga dimungkinkan karena faktor penanganan terlambat dan faktor lainnya.
Karena itu, butuh deteksi dini terkait kecuriagaan DBD agar bisa segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit, supaya bisa dilakukan penanganan lebih cepat.
"Kenali dulu ciri umumnya, biasanya panas sampai 38 derajat celcius, naik turun meski sudah dikasih penurun panas dengan jangka waktu dua hari."
"Kalau sudah seperti itu, lebih baik dibawa ke dokter untuk diperiksakan," tuturnya.
Agus Gunarto menjelaskan, pencegahan lebih diutamakan dari pada pengobatan.
Artinya, semua orang di dalam suatu keluarga dan lingkungan harus ikut terlibat dalam pencegahan DBD melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
Kata dia, gerakan PSN ini lebih efektif dilakukan untuk mencegah penyakit DBD dibandingkan dengan fogging. Karena dengan PSN bisa membunuh jentik-jentik langsung sebelum menjadi nyamuk dewasa.
"Dengan fogging, hanya bisa membunuh nyamuk dewasa. Makanya lebih efektif PSN," ucapnya.
Dia menyebut, anak yang sudah pernah terjangkit DBD biasanya akan rentan atau lebih beresiko terjangkit kembali.
Sehingga perlu pencegahan dan kewaspadaan agar kondisi anak dalam keadaan prima, juga lingkungannya harus bersih dan nyaman.
"Fogging biasanya dilakukan ketika terjadi kasus meninggal, atau lebih lima kasus dalam satu lokasi."
"Namun fogging ini tidak terlalu efektif, lebih efektif pencegahan melalui penyuluhan, gerakan PSN, dan perilaku hidup bersih dan sehat," ucapnya.
5 anak di Kesambi terjangkit DBD, Dinkes lakukan fogging
Terpisah, lebih dari 80 rumah di RT 1 dan 2, RW 1 Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, di-fogging oleh tenaga kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) setempat.
Fogging dilakukan pada, Rabu (24/5/2023) dengan melibatkan lima petugas menyisir rumah-rumah, selokan, dan beberapa tempat lain.
Pengasapan dilakukan pasca-ditemukan kasus lima anak terjangkit demam berdarah dengue (DBD).
Bahkan, semuanya harus dirawat di fasilitas kesehatan terdekat, seperti puskesmas dan rumah sakit.
Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus, Sutejo mengatakan, dari lima kasus tersebut, beberapa di antaranya masih dirawat.
Pihaknya meminta kepada Dinas Kesehatan untuk segera menindaklanjuti temuan kasus DBD di wilayah Kabupaten Kudus, guna mencegah hal-hal yang tidak dinginkan.
Utamanya mencegah timbulnya korban jiwa dampak DBD.
"Fogging ini perlu karena sudah banyak warga yang terjangkit DBD."
"Kami koordinasi dengan DKK agar turun tangan menangani kasus ini."
"Supaya, tidak meluas ke beberapa daerah lain," terangnya.
Sutejo menyebut, penanganan DBD ini menjadi tanggungjawab bersama.
Baik pemerintah daerah, maupun masyarakat.
Pihaknya mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga pola hidup yang bersih dan sehat, menjaga kebersihan lingkungan dan rumah tinggal untuk mewaspadai potensi timbulnya kasus DBD.
Mengingat DBD ini merupakan salah satu jenis penyakit yang membahayakan.
Sehingga perlu diantisipasi bersama agar tidak menimbulkan korban jiwa di Kota Kretek.
"Masyarakat harus ambil peran, jangan berdiam diri. Upayakan lingkungan bersih dari jentik-jentik, harus mau mengupayakan untuk mencintai lingkungan."
"Dan kami harap, sosialisasi dari tenaga kesehatan perlu ditingkatkan agar masyarakat semakin sadar soal kebersihan lingkungan," ujarnya.
(sam)