TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Polda Jateng dikabarkan telah memanggil eks walikota Semarang Sukawi Sutarip terkait kasus penyertifikatan tanah di Mijen, kota Semarang.
Dugaan kasus korupsi tersebut ramai diperbincangkan lantaran saksi kunci Iwan Boedi tewas terbunuh.
Sumber Tribun menyebut, eks walikota Semarang Sukawi Sutarip dipanggil polisi hari ini, Kamis (13/4/2023).
Polisi juga tidak membantah terhadap informasi tersebut.
"Surat panggilan (kepada Sukawi) sudah kami layangkan, semua pihak akan dimintai keterangan," jelas Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Dwi Soebagio.
Menurutnya, pemanggilan terhadap eks walikota Semarang Sukawi Sutarip berkaitan dengan proses penyelidikan dugaan korupsi penyertifikatan tanah di wilayah BSB Mijen.
Proses itu berjalan di tahun 2010 sehingga meminta keterangan proses terjadinya upaya penyertifikatan tanah tersebut.
"Jadi kami memanggil semua pihak untuk dilakukan klarifikasi untuk mengetahui prosesnya dari awal sampai dengan akhir," paparnya.
Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan pemanggilan sebanyak 13 orang saksi.
Belasan saksi tersebut ada yang sudah dipanggil lebih dari satu kali.
"Memang sampai saat ini belum menemukan unsur pidananya tetapi kami tetap menggali para orang yang kami panggil," tuturnya.
Terkait apakah ada kemungkinan pemanggilan eks walikota Semarang selepas Sukawi, ia mengaku, tergantung keterangan dari Sukawi.
"Misal ada nanti kita panggil yang bersangkutan," beber Dwi.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Iwan Boedi Belum Tuntas, Komnas HAM Datangi Mapolrestabes Semarang
Baca juga: Empat Bulan Berlalu, Siapa Pelaku Pembunuh Iwan Boedi Masih Teka-teki
Baca juga: Mantan Wali Kota Semarang akan Diperiksa Polisi Terkait Kasus Iwan Budi, Siapa Sosoknya?
Ia menambahkan, masih berupaya mengumpulkan sejumlah keterangan para saksi sehingga tidak ingin mengganggu teknis penyelidikan.
"Nah, pernyataan para saksi nanti akan kami cocokan," ujarnya.
Terpisah, Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah (Jateng) ikut menyoroti kasus itu.
KP2KKN Jateng ikut mengapresiasi kiprah Polda Jateng yang masih konsen mengurus kasus yang belum jelas ujung pangkalnya.
"Iya kami apresiasi (Polda Jateng) kami juga mendorong tidak hanya pak Sukawi, tapi walikota setelahnya Soemarmo dan Hendi ikut diminta keterangan atau klarifikasi," papar Sekretaris KP2KKN Jateng, Ronny Maryanto kepada Tribun Jateng.
Ronny mengusulkan dua nama mantan walikota Semarang untuk diperiksa polisi bukan tanpa alasan.
Musababnya, perjalanan kasus tersebut melewati tiga walikota Semarang.
"Kasusnya rumit dan sampai sekarang belum ditemukan unsur korupsinya di mana, banyak spekulasi dan informasi yang bisa dikembangkan," terangnya.
Ia memaparkan, kasus itu dimulai dari penguasaan Hak Guna Bangunan (HGB) dari Kalimas ke PT Karya Deka Alam Lestari (PT KAL).
"Proses HGB kalau tidak salah dimulai tahun 2002," paparnya.
Pada tahun tersebut, walikota yang menjabat adalah Sukawi Sutarip sehingga sangat tepat untuk dimintai klarifikasi.
Sebab dimungkinkan ada informasi yang bisa digali apalagi Sukawi menjabat dua periode.
"Dari keterangan Pak Kawi (Sukawi) bisa menjadi informasi yang dapat digali dan didapatkan oleh penyidik dari Polda Jateng," ungkapnya.
Selepas itu, persisnya di tahun 2010, muncul persoalan larinya aset tersebut.
Begitupun PT KAL masih memiliki kewajiban menyerahkan fasilitas umum dan fasilis sosial sebesar 40 persen dari penguasaan total lahan seluas 400 hektare.
"Data yang kami miliki PT KAL menguasai 300 sekian hektare. Jadi sebenarnya kewajiban penyerahan fasum dan fasos (ke Pemkot) kurang lebihnya 180 hektare.
Tetapi PT KAL baru menyerahkan 49,2 hektare seperti di kasus ini, nah sisanya kemana?, ini yang masih menjadi dugaan," sambungnya.
Menurutnya, semisal polisi ingin mendalami keberadaan aset atau kewajiban 40 persen fasum dan fasos dari PT KAL, maka dua walikota selepas Sukawi patut dimintai klarifikasi.
Pasalnya, dugaan korupsi berkutat pada proses hibah di tahun 2007 pada era walikota Sukawi.
Kemudian di tahun 2010, muncul adendum dari akta notaris hibah tanah di tahun 2007.
"Artinya di tahun 2010 menginjak kepimpinan Sumarmo, penyelesaiannya tidak berhenti di tahun 2010 melainkan terus berlanjut hingga sertifikat (hibah tanah) itu diterima Pemkot Semarang di tahun 2018," cetusnya.
Ia menduga, Pemkot baru mendapatkan sertifikat masih atas nama PT KAL pada tahun 2018. Proses ini berarti di tiga walikota sehingga hal ini perlu didalami oleh Polda.
"Sangat penting dua walikota berikutnya dimintai klarifikasi terkait dugaan ini. Jadi, kami mendorong Polda mengklarifikasi walikota setelah Sukawi," tandasnya. (Iwn)