TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Masjid Menara yang ada di Kampung Melayu Kota Semarang sudah berdiri sejak 1802.
Masjid tersebut merupakan satu di antara masjid tertua di Kota Semarang.
Penamaan Masjid Menara lantaran adanya menara yang berdiri di depan masjid.
Selain memiliki keunikan berupa menara, desain atap tempat ibadah itu bersusun tiga, ciri khas arsitektur Jawa atau tajuk.
Pada abad 19 Masjid Menara merupakan bangunan berlantai dua.
Akses masuk menuju masjid kala itu bisa melalui Kali Semarang yang ada di belakang masjid ataupun darat.
Hal itu pernah didokumentasikan dalam koleksi KTLV Leiden berjudul Straat in Kampong Melajoe te Semarang karya Hisgen pada 1915.
Penelitian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng juga menyebutkan, Masjid Menara di Kampung Melayu merupakan masjid kuno.
Masjid tersebut memiliki ciri khas gaya arsitektur Arab-Melayu dipadu dengan gaya tradisional.
Ciri Arab-Melayu dapat dilihat dari bentuk bangunan menara dan gapura pintu gerbang dengan atap kubah.
Sedangkan gaya tradisional Jawa dapat dilihat pada bentuk konstruksi bangunan masjid beratap tumpang tiga yang disangga tiang kayu jati.
Memiliki luas bangunan 108 meter persegi yang berdiri di lahan seluas 270 meter persegi, tempat ibadah tersebut juga menjadi tonggak penyebaran agama Islam di Kota Semarang.
Bahkan dalam historical education journal yang diterbitkan 2021 silam, Masjid Menara sangat berpengaruh terhadap persebaran agama di Kampung Melayu dan sekitarnya pada abad 18.
Masjid Menara dan penyebaran agama Islam di Kampung Melayu dimulai dari para pedagang yang singgah ke Kampung Melayu sebelum abad 18.
Pasalnya, Kampung Melayu merupakan pemukiman multi etnis yang dihuni oleh masyarakat Arab, Melayu hingga Jawa.
Pengelola Masjid Menara, Ali Mahsun mengatakan Masjid Menara memiliki makna penting bagi masyarakat Kampung Melayu.
Hal itu dapat dilihat pada bulan ramadhan, di mana masyarakat berkumpul untuk menggelar ibadah bersama.
Selain kurma dan kue, ada tradisi turun temurun yang digelar di Masjid Menara saat ramadhan.
"Di Masjid Menara setiap bulan puasa disediakan kopi Arab. Hal itu sudah dilakukan sejak Masjid Menara awal berdiri," tutur Ali Mahsun, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Masjid Raya Sheikh Zayed Solo Dibuka 28 Februari Ini, Khusus Ramadan Ada Lima Imam dari UEA
Baca juga: Marak Aksi Makelar Proposal Bantuan Masjid di Jepara hingga Pati Raya, Baznas Jateng: Itu Penipuan
Baca juga: DMI Jateng Keluarkan Imbauan Bagi Parpol, Multazam: Masjid Bukan Tempat Untuk Kampanye
Dikatakannya, kopi Arab berisi berbagai macam rempah, seperti jahe, kapulaga, daun pandan, pala, cengkeh, kayu manis, sereh.
Selain menyediakan kopi Arab, saat Idul Fitri kotbah di Masjid Menara juga menggunakan bahasa Arab.
"Hal itu sudah dilakukan dari dulu dan masih dijaga sampai sekarang," katanya.
Diceritakannya, saat Ali masuk pertama kali ke Masjid Menara, tangga yang ada masih berjumlah 12.
Karena di wilayah Kampung Melayu sering dilanda banjir, kawasan Masjid Menara ditinggikan.
Alhasil Masjid Menara yang dulu dua lantai, kini menjadi satu lantai.
"Sembilan anak tangga hilang karena dilakukan peninggian. Bangunan lantai dasar dulu digunakan untuk istirahat para musafir dari berbagai daerah," tuturnya.
Meski demikian ia berujar, bangunan utama dan menara yang ada di Masjid Menara masih asli seperti awal berdiri.
Empat tiang penyangga yang ada di dalam masjid juga tidak pernah dirubah, selain itu aksen kayu hingga atap masih aslinya.
"Kalau menara ada dua versi, yang pertama untuk mengumandangkan adzan. Versi kedua sebagai pos pantau, karena dulu banyak kapal yang bersandar di Kali Semarang," imbuhnya.
Kopi Arab Selalu Ditunggu Masyarakat
Momen berbuka puasa ramadan menjadi salah satu waktu yang ditunggu masyarakat sekitar Kampung Melayu.
Sebab saat momen itu ada kopi Arab yang disajikan di Masjid Menara.
Kopi Arab memiliki makna tersendiri bagi masyarakat di sekitar Masjid Menara.
"Bulan ramadhan tentunya sangat dirindukan bagi umat Islam, tak terkecuali saya. Jadi bisa menikmati kopi Arab di Masjid Menara seperti kerinduan tersendiri setiap tahunnya," kata Supri, satu di antara warga Kampung Melayu.
Supri mengaku dari kecil sudah beribadah di Masjid Menara bersama rekan-rekannya.
Bahkan ia mengingat bangunan lantai dasar yang dijadikan untuk belajar ngaji anak-anak sebelum Masjid Menara ditinggikan.
"Kalau dulu saat masih dua lantai masjid ini sangat tinggi, apalagi menaranya. Tapi setelah ditinggikan, masjid ini jadi satu lantai, lantai dasar hilang," ucapnya sembari menunjuk sebuah kusen kayu yang terpendam tanah.
Baginya kopi Arab tak hanya sekedar minuman yang disajikan saat berbuka, namun sebagai penanda datangnya bulan suci ramadan.
"Kangen berkegiatan seperti saat saya kecil, mungkin tidak hanya saya. Masyarakat di sekitar Masjid Menara juga merasakan hal serupa," tambahnya.