Budi menyebut, entah disengaja atau tidak, perilaku masyarakat yang membuang sampah di sungai itu menghambat aliran air.
"Ini harus jadi catatan masyarakat. Mari kita kelola sampah dengan bijaksana."
"Jangan jadikan sungai sebagai pembuangan sampah."
"Ketika situasi normal mungkin tidak terasa, tapi begitu ada air dengan volume besar karena tingginya curah hujan, pasti akan menghambat aliran air," ujar Budi.
Ia menambahkan, kurang terpeliharanya hutan di lereng timur Muria juga menjadi penyebab tingginya fatalitas bencana banjir.
"Daerah tangkapan hujan yang harusnya ditanami dengan tanaman-tanaman keras yang mampu menahan tanah, akhirnya larut (air) cepat ke bawah karena tidak ada lagi yang mampu menahan derasnya air hujan di lereng Gunung Muria," jelas dia.
Dampak banjir ini memang cukup parah. Budi mengatakan, 13 rumah di Bulumanis Kidul rusak berat, bahkan sebagian di antaranya hanyut tak bersisa. Kemudian di Desa Tunjungrejo 12 rumah rusak berat.
Untuk penanganan pascabencana, Pemerintah Kabupaten Pati beserta sejumlah unsur terkait telah memberikan bantuan pangan bagi para korban banjir.
BPBD Pati juga telah meminta bantuan pada BPBD kabupaten-kabupaten tetangga untuk mengirimkan armada tangki air guna melakukan pembersihan desa dari endapan lumpur sisa banjir.
Lapisan lumpur, menurut Martinus, memiliki ketebalan rata-rata 15 sentimeter.
Relawan bersama masyarakat dan anggota TNI-Polri juga telah bergotong-royong membuat tanggul darurat di lokasi tanggul yang jebol. (mzk)