Warga mengumpulkan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) selanjutnya dipilah.
Hasilnya, sampah anorganik dijual kepada pengepul, sedangkan sampah organik diolah menjadi kompos.
"Sampah di desa kami rata-rata mencapai 6 ton per pekan. Dengan adanya metode ini, sampah-sampah tidak lagi dibuang ke sungai, sehingga tidak mencemari air sungai," ujarnya.
Ketua Bank Sampah Induk (BSI) Kendal, Nunuk Sarah Zaenubia menyampaikan, saat ini pihaknya menggerakkan sejumlah aktivis lingkungan untuk menangani sampah rumah tangga.
Dengan cara pengelolaan sampah terpadu dan mandiri di desa atau kelurahan.
Baca juga: Sering Mangkir Rapat Paripurna, Empat Anggota DPRD Fraksi Gerindra Penuhi Panggilan BK
Baca juga: Hilang pada Menit-menit Akhir Penutupan, Lima Nama CPD PPDB Online SMAN 1 Batang Sudah Dikembalikan
Baca juga: Pameran AITE Jateng Buka di Java Supermall, Sarana Edukasi Pilih Biro Haji dan Umrah yang Aman
Kata dia, sudah 8 tahun berjalan BSI menetapkan konsep pemilahan sampah dengan memisah sampah organik, anorganik dan mengolah sampah rumah tangga, sehingga yang dibuang ke TPA hanya sampah jenis residu.
Sampah organik bisa juga disulap menjadi pakan magot, selanjutnya magot digunakan untuk pakan lele, dan berbagai macam hewan unggas.
"Untuk sampah anorganik bisa dijual hasilnya ditabung untuk ditukar menjadi emas mini. Tiap Rp 50 ribu bisa ditukar dengan 0,05 gram emas mini," ujarnya. (*)