"Saya dulu latihan dari kakek saya, Bangsa Setra, seorang penayangan. Sekarang cuma ada 4 orang, termasuk saya," ungkapnya.
Kecintaannya pada kesenian Gandalia, meski kesulitan regenerasi pada kesenian ini, Ki Kusmarja bertekad tetap harus ada yang mau meneruskan kesenian ini, mengingat ke 4 orang yang saat ini mampu memainkan Gandalia sudah berusia lanjut.
"Saya coba menelateni putu (cucu) saya untuk meneruskan saya nantinya. Karena untuk bermain alat musik ini dibutuhkan rasa juga," tambahnya.
Baca juga: Semangat Para Pesepeda Cetak Rekor MURI Mabes Polri Jakarta-Akpol Semarang Sejauh 508 Kilometer
Baca juga: Punya Banyak Potensi, Kelurahan Jomblang Semarang Rintis Destinasi Wisata
Baca juga: Bupati Blora Angkat Bicara Ihwal Surat dari Kemendagri: Klarifikasi Proses Pengisian Perades
Dengan Gandalia ini Kusmarja mengaku merasa beruntung bisa mendapatkan pengalaman dalam hidupnya dengan pentas di berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Solo, dan Jogja.
"Seneng kula (saya senang) ditinggali kesenian Gandalia. Pentas di mana saja saya mau. Butuh-butuh gari mangkat (yang penting tinggal berangkat)," ungkapnya dalam bahasa Banyumasan.
Saat ini kesenian Gandalia sering dipentaskan hanya saat acara-acara adat desa seperti tradisi grebeg sura dan sedekah bumi.
Untuk menjaga suara alat musik Gandalia tetap bagus, Kusmarja merawatnya dengan cara dijemur.
Gandalia juga sering dipadukan dengan musik calung untuk mengiringi tari lengger. (*)