Berita Jateng

Gandalia, Alat Musik Khas Banyumas, Sering Buat Pengiring Lengger, Cuma Empat orang yang Bisa Main

Penulis: Imah Masitoh
Editor: Moch Anhar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kusmarja, pegiat kesenian Gandalia sedang memainkan alat musik Gandalia asli Banyumas di depan rumahnya, Rabu (22/6/2022).

TRIBUNMURIA.COM, BANYUMAS -  Seorang pria berusia 74 tahun yang akrab dengan sapaan Ki Kusmarja, warga grumbul Bonjok Wetan, Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas giat melestarikan kesenian musik Gandalia. 

Kesenian musik tradisional Gandalia asli Banyumas ini sudah mulai jarang ditemui saat ini.

Alat musik Gandalia terbuat dari bambu dengan panjang 50-60 sentimeter dan berdiameter kurang lebih 6 sentimeter. 

Baca juga: Ikhtiar Melestarikan Tradisi Lengger Banyumas, Digelar Festival Menari di Alun-alun Banyumas

Baca juga: 7 Destinasi Wisata Libur Sekolah di Banyumas, Unggulkan Pesona Alam yang Luar biasa

Baca juga: Banjir Selutut Orang Dewasa di Lumbir Banyumas, Arus Lalu Lintas Jalur Selatan Sempat Tersendat

Irama yang dihasilkan terdengar begitu unik meski hanya menggunakan empat tangga nada pentatonis, yaitu ro (2), lu (3), mo (5) dan nem (6). 

Sekilas rupa alat musik ini terlihat seperti angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan.

Gandalia ini memiliki ukuran bentuk yang lebih besar dibandingkan angklung. 

Namun bila dilihat lebih detail, cara memainkan alat musik ini, selain digoyangkan, juga butuh keterampilan kedua tangan dalam membuka dan menutup setiap nada yang ingin dihasilkan. 

"Yang dibunyikan dibuka, kalau tidak dibunyikan ditutup. Secara bersamaan ini juga digoyangkan secara lurus dan tempo yang sama," kata Ki Kusmarja kepada TribunMuria.com, baru-baru ini. 

Dahulu Gandalia ini dimainkan oleh petani desa untuk mengusir hewan pengganggu tanaman-tanaman mereka seperti babi, burung, dan kera. 

"Awalnya dulu buat tunggu di alas (ladang) banyak hewan pengganggu. Dulu lagunya belum di kolaborasi masih nyanyi sendiri-sendiri saja," tambahnya. 

Seiring berjalannya waktu kesenian ini semakin dikenal masyarakat desa untuk dipentaskan dan mulai menggunakan lagu-lagu, seperti Cucuk Benik, Jo Liyo, Eling-eling, dan Lir-ilir. 

Sudah berkecimpung dalam dunia kesenian Gandalia puluhan tahun, Kusmarja mengaku khawatir saat ini pemuda di desanya belum ada yang mahir memainkan alat musik ini.

Karena dalam berlatih alat musik ini diperlukan kesabaran dan ketelatenan. 

"Susah melatih anak sekarang. Terkadang ada yang latihan di sini, tapi sepertinya belum ada yang mahir, dan mereka kurang telaten," ungkapnya. 

Saat ini, hanya ada 4 orang saja di desanya yang mampu memainkan kesenian gandalia ini. 

"Saya dulu latihan dari kakek saya, Bangsa Setra, seorang penayangan. Sekarang cuma ada 4 orang, termasuk saya," ungkapnya. 

Kecintaannya pada kesenian Gandalia, meski kesulitan regenerasi pada kesenian ini, Ki Kusmarja bertekad tetap harus ada yang mau meneruskan kesenian ini, mengingat ke 4 orang yang saat ini mampu memainkan Gandalia sudah berusia lanjut. 

"Saya coba menelateni putu (cucu) saya untuk meneruskan saya nantinya. Karena untuk bermain alat musik ini dibutuhkan rasa juga," tambahnya. 

Baca juga: Semangat Para Pesepeda Cetak Rekor MURI Mabes Polri Jakarta-Akpol Semarang Sejauh 508 Kilometer

Baca juga: Punya Banyak Potensi, Kelurahan Jomblang Semarang Rintis Destinasi Wisata

Baca juga: Bupati Blora Angkat Bicara Ihwal Surat dari Kemendagri: Klarifikasi Proses Pengisian Perades

Dengan Gandalia ini Kusmarja mengaku merasa beruntung bisa mendapatkan pengalaman dalam hidupnya dengan pentas di berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Solo, dan Jogja. 

"Seneng kula (saya senang) ditinggali kesenian Gandalia. Pentas di mana saja saya mau. Butuh-butuh gari mangkat (yang penting tinggal berangkat)," ungkapnya dalam bahasa Banyumasan. 

Saat ini kesenian Gandalia sering dipentaskan hanya saat acara-acara adat desa seperti tradisi grebeg sura dan sedekah bumi. 

Untuk menjaga suara alat musik Gandalia tetap bagus, Kusmarja merawatnya dengan cara dijemur.

Gandalia juga sering dipadukan dengan musik calung untuk mengiringi tari lengger. (*)