Berita Pati

Bule Prancis Muslim Berbagi Kisah Ramadan dan Islam di Eropa dengan Pelajar di Pati

Komunitas Penggerak Literasi Litbar mengundang bule Prancis muslim untuk berbagi kisah dan pengalaman mereka ber-Islam dan Ramadan di Eropa.

Komunitas Penggerak Literasi Litbar
MUSLIM DI EROPA - Empat warga negara Prancis, yakni Quentin Choquer, Youness Boudjaadar, Théo Averly, dan Salah-Eddine Blisset Boudjadaar, dihadirkan oleh Komunitas Penggerak Literasi Litbar ke Kabupaten Pati untuk berbagi kisah dan pengalaman. Secara berantai, pada akhir Februari 2025 mereka menyambangi SMAN 2 Pati, SMAN 3 Pati, Pesantren Ittihadul Muwahiddin Pati, dan SMPII Luqman Al Hakim Kudus. 

TRIBUNMURIA.COM, PATI – Komunitas Penggerak Literasi Litbar menyambut bulan Ramadan dengan memberikan pengalaman kebudayaan yang berharga bagi para pelajar di Pati.

Bekerja sama dengan sekolah dan pondok pesantren, mereka menghadirkan "bule Muslim" asal Prancis untuk membagikan pengalaman ber-Islam di tanah Eropa.

Terdapat empat warga negara Prancis yang dihadirkan, yakni Quentin Choquer, Youness Boudjaadar, Théo Averly, dan Salah-Eddine Blisset Boudjadaar.

Dari keempat narasumber tersebut, hanya Théo Averly yang nonmuslim. Tiga lainnya merupakan pemeluk agama Islam.

Youness dan Salah-Eddine berdarah Aljazair. Quentin berdarah Prancis-Italia. Sementara Théo berdarah Prancis-Spanyol.

Menjelang Ramadan, yakni akhir Februari 2025, mereka menyambangi sejumlah sekolah dan pondok pesantren untuk berbagi kisah inspiratif.

“Kami mengajak anak-anak untuk mengenal bagaimana Islam di Eropa."

"Kegiatan ini berlangsung di SMAN 2 Pati, SMAN 3 Pati, Pesantren Ittihadul Muwahiddin Pati, dan SMPII Luqman Al Hakim Kudus,” ujar Ketua Komunitas Litbar Pati Yoyok Dwi Prastyo, Sabtu (1/3/2025).

Menurut dia, ketika mendengar keempat Muslim asal Prancis itu berkisah, audiens bisa merasakan dan menyadari bahwa ternyata, menjadi pemeluk Islam di Indonesia ternyata begitu mudah dan indah.

Begitu banyak 'privilese' dan toleransi yang memudahkan pemeluk Islam untuk mempraktikkan agamanya dalam kehidupan sehari-hari. 

"Untuk itu, tak berlebihan jika kita harus meningkatkan rasa syukur kita atas segala nikmat ini,” ungkap Yoyok.

Dia menjelaskan, empat narasumber yang dihadirkan berbagi tentang pengalaman hidup, motivasi, bahkan hal-hal lucu selama mempraktikkan agama Islam di Benua Biru.

Dua narsum keturunan Aljazair mengisahkan pengalaman tentang betapa dalam ber-Islam di Prancis, sangat banyak tantangan yang harus dihadapi.

Ada sentimen islamophobia, laïcité (sekulerisme), rasisme, hingga stigma negatif yang menjadikan kehidupan beragama mereka tak semudah di Indonesia. 

Meski demikian, mereka mengaku masih beruntung memiliki teman, keluarga, dan orang-orang berpikiran terbuka yang selalu mendukung.

Sementara, Quentin yang seorang mualaf berdarah Prancis-Italia berkisah tentang bagaimana pada usia 17 tahun, dirinya mengalami kecamuk batin yang membuatnya meragukan pondasi keimanan yang dianut keluarganya.
 
Pada akhirnya, setelah mengalami perjalanan berliku dan bermacam tantangan, hidayah menghampirinya dan dia memantapkan diri untuk bersyahadat. 

Narasumber berdarah Prancis-Spanyol yang merupakan satu-satunya narasumber nonmuslim, Théo Averly, menjelaskan betapa berat menjadi Muslim di Prancis

“Hukum Prancis tak melarang orang beribadah, namun masyarakatnya memiliki pemikiran berbeda."

"Pada akhirnya, orang-orang yang berpikiran terbuka dan logislah yang dapat merasakan betapa Islam sesungguhnya membawa rahmat,” ungkap Théo sebagaimana dikutip oleh Komunitas Penggerak Literasi Litbar. (mzk)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved