Berita Nasional

Kader PDIP Penggugat SK DPP Merasa Dijebak, Diberi Rp300.000 untuk Tanda Tangani Kertas Kosong

5 kader PDIP yang mengajukan gugatan SK Pengurus DPP PDIP ke PTUN meminta maaf, merasa dijebak tanda tangani kertas kosong dengan imbalan Rp300.000.

Tribunnews.com/Herudin
Ilustrasi kader PDIP - 5 kader PDIP yang mengajukan gugatan SK Pengurus DPP PDIP ke PTUN meminta maaf, merasa dijebak tanda tangani kertas kosong dengan imbalan Rp300.000. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Kelima kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang menggugat SK Perpanjangan Pengurus DPP, muncul ke publik menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan seluruh keluarga besar partai banteng moncong putih.

Dalam pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) itu, kelima kader PDIP itu: Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko, merasa dijebak.

Jairi, mewakili rekan-rekannya, menyampaikan mereka diminta tanda tangan di atas kertas kosong oleh seseorang, dengan dalih untuk mendukung demokrasi, tanpa tahu tanda tangan mereka digunakan untuk mengajukan gugatan.

Baca juga: Kisah Bima-Mujab Paslon Nol Rupiah PDIP di Pilbup Tegal 2024, Buktikan Politik Tanpa Mahar Itu Ada

Baca juga: PDIP Kota Kretek Siapkan 5.000 Pasukan Tempur Menangkan Pilgub Jateng dan Pilkada Kudus 2024

Baca juga: Puan Beber Alasan Megawati Lantik Ganjar dan Ahok serta Perpanjang Kepengursan DPP PDIP

Atas tanda tangan di kertas kosong itu, Jairi dan keempat rekan lainnya mendapat imbalan Rp300.000.

Oleh karena itu, atas kasus ini PDIP bakal menempuh jalur hukum untuk tindak lanjuti dugaan pencatutan tanda tangan lima kadernya, untuk menggugat surat keputusan (SK) kepengurusan partai ke pengadilan. 

“Kita akan melakukan upaya hukum karena kami melihat bahwa di sini, Saudara Anggiat dalam hal ini meminta tanda tangan dengan tidak menjelaskan (tujuannya),” ujar Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Berty Talapessy, Rabu (11/9/2024) malam.

Ronny mengatakan, dia dan jajaran pengurus partai telah bertemu dan mendengarkan penjelaskan kelima kader yang tercatat sebagai penggugat.

Para kader tersebut mengaku hanya diminta menandatangani kertas kosong, dan tidak mengetahui bahwa itu digunakan untuk melayangkan gugatan.

“Kami menduga ada memberikan keterangan palsu, karena disampaikan bahwa tanda tangan tersebut dalam rangka untuk mendukung tim gubernur ataupun mendukung demokrasi."

"Jadi menurut kami di sinilah berita bohong tersebut,” kata Ronny.

Ronny memastikan bahwa PDIP akan memberikan pendampingan hukum kepada lima kadernya yang ingin mencabut gugatannya, sekaligus mengambil langkah hukum atas pencatutan tanda tangan mereka.

“Atas kejujuran oleh kader kami, tentunya kami akan memberikan pendampingan hukum."

"Kita akan melakukan upaya hukum terhadap oknum pengacara yang bernama Saudara Anggiat dan pengacara yang lainnya,” pungkasnya.

Merasa dijebak

Diberitakan sebelumnya, lima penggugat SK kepengurusan PDIP berencana mencabut gugatan mereka yang telah diajukan ke PTUN Jakarta.

Salah seorang penggugat, Jairi, mengungkapkan bahwa ia dan empat rekannya tidak pernah memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mengajukan gugatan tersebut.

“Saya menyatakan atau mengklarifikasi bahwa kami dijebak dengan adanya gugatan yang ditujukan kepada ketua umum kami,” ujar Jairi saat ditemui wartawan di Jakarta Barat, Rabu (11/9/2024).

Jairi menjelaskan bahwa ia dan keempat rekannya, yang juga kader PDIP dari Jakarta Barat, awalnya hanya diminta menandatangani selembar kertas kosong oleh seseorang bernama Anggiat BM Manalu.

Orang tersebut mengeklaim bahwa tanda tangan tersebut akan digunakan sebagai dukungan terhadap demokrasi.

Setelah menandatangani kertas kosong tersebut, mereka diberi imbalan uang sebesar Rp300.000.

“Jadi kertas kosong itu kami tanda tangani. Tidak ada arahan atau penjelasan kepada kami."

"Cuma diminta tanda tangan saja. Alasan yang diberikan dari pihak mereka katanya itu untuk dukungan demokrasi,” kata Jairi.

Jairi menegaskan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa tanda tangan tersebut ternyata digunakan sebagai kuasa untuk mengajukan gugatan ke PTUN.

Atas dasar itu, Jairi dan empat rekannya telah menyusun surat pencabutan kuasa dan berencana mencabut gugatan yang telah diajukan.

“Makanya malam ini kita buat surat pencabutan gugatan yang mengatasnamakan kami. Kami tidak memberikan kuasa kepada siapa pun, termasuk ke Anggiat BM Manalu,” pungkas Jairi.

Diketahui, gugatan SK perpanjangan kepengurusan PDI-P yang diterbitkan Kemenkumham tercatat di PTUN Jakarta dengan nomor 311/G/2024/PTUN.JKT.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, gugatan itu didaftarkan hari ini dengan klasifikasi perkara Badan Hukum.

Dalam situs resmi itu disebutkan, penggugat terdiri dari lima orang, yakni Djupri, Jairi, Manto. Suwari, dan Sujoko dengan pihak tergugat Kementerian Hukum dan HAM. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Tanda Tangan 5 Kadernya Dicatut untuk Gugat SK Kepengurusan, PDI-P Bakal Tempuh Jalur Hukum

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved