Pilpres 2024

Cacat Hukum yang Serius dalam Putusan MK, Yusril Beri Saran kepada Gibran soal Pilpres 2024

Pakar hukum tata negara cum Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra sebut putusan MK soal syarat capres-cawapres cacat hukum, ia beri saran Gibran soal Pilpres

TRIBUNNEWS/NICO MANAFE
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra saat wawancara khusus dengan Tribun Network di Studio Tribunnews, Jakarta, Selasa (2/5/2023). Dalam wawancara itu, Yusril mengungkapkan kriteria capres yang layak didukung, yakni sosok yang memiliki segudang pengalaman, baik secara pemerintahan maupun tantangan yang dihadapi dimasa lalu. Dari ketiga nama capres yang belakangan muncul, Yusril secara terbuka menyebut nama Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, memantik kontroversi.

Sejumlah pakar hukum menyebut, putusan ini melampaui kewenangan MK, karena memutus perkara di luar kewenangannya sebagai negative legislator.

Sorotan negatif ihwal putusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres juga disampaikan pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra.

Baca juga: Ahli Hukum Pendukung Demokrasi Desak Dewan Etik dan Mahkamah Kehormatan MK Periksa Anwar Usman

Baca juga: Seniman Patung di Kudus Sambut Baik Putusan MK, Dukung Gibran Berkiprah Lebih Tinggi

Baca juga: Gibran Ngaku Dipanggil ke DPP PDIP Pascaputusan MK: Ngobrol Banyak Hal, Termasuk Pinangan Cawapres

Yusil menyebut, putusan MK ini mengandung cacat hukum yang serius dan juga mengandung penyelundupan hukum.

Di samping itu, Yusril juga memberi saran kepada Gibran Rakabuming Raka, terkait kontestasi pemilihan presiden (Pilrpes) 2024 mendatang.

Yusril menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengandung penyelundupan hukum.

Ia menjelaskan putusan tersebut bukanlah putusan yang bulat dalam putusan tersebut.

Kata dia, ada empat hakim menyatakan dissenting opinion, dua hakim menyatakan concurring opinion, dan tiga hakim yang setuju.

Yusril menjelaskan dalam pendapat concurring opinion walaupun argumennya berbeda, tetapi dianggap setuju dengan putusan.

Namun demikian, menurutnya argumentasi yang dirumuskan dalam concurring opinion oleh dua hakim dalam putusan tersebut cenderung ke arah dissenting opinion dan bukan concurring opinion.

"Kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring opinion, itu bukan concurring, itu dissenting," kata Yusril saat diskusi di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (17/10/2023).

"Kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan."

"Diselundupkan yang dissenting menjadi concurring, sehingga putusannya menjadi 5-4. Kalau yang concurring itu benar-benar dissenting, putusannya itu 6-3. 6 dissenting."

"Berarti ditolak oleh Mahkamah," sambung dia.

Ia pun menilai putusan tersebut problematik karena 4 hakim menyatakan dissenting opinion, 2 hakim menyatakan concurring, lalu diktum putusannya mengatakan mengabulkan permohoban sebagian.

Yusril pun menyoroti alasan berbeda (concurring opinion) dari Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

Menurutnya Enny dan Daniel menyatakan tidak setuju semua kepala daerah yang pernah atau sedang menjabat kepala daerah berusia di bawah 40 tahun bisa mendaftar sebagai capres atau cawapres.

Enny, kata dia, membatasi hanya Gubernur yang pengaturan lebih lanjutnya harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang.

Sedangkan Daniel, menurutnya mengatakan cukup gubernur tanpa ada penjelasan lebih lanjut harus diatur oleh pembentuk Undang-Undang.

Dua alasan tersebut, kata Yusril, berbeda dengan putusan diktumnya yang tegas mengatakan kepala daerah.

"Kepala daerah itu seperti diuraikan dalam pertimbangan hukum itu ya kita sudah tahu sama tahu lah, kepala daerah itu ya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota," kata Yusril.

"Jadi kalau pendapat Ibu Enny dan pendapat Pak Foekh itu jelas hanya Gubernur, tidak kepala daerah yang lain."

"Kepala daerah yang lain itu termasuklah Bupati dan Walikota. Jadi pendapatnya Bu Enny dan pendapatnya Pak Foekh itu bukan pendapat concurring, adalah pendapat dissenting. Jadi jelas putusan ini problematik," kata dia.

Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Itu artinya kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Dalam pertimbangannya, MK melihat bata usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945.

MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.

Termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden.

Dalam putusan tersebut, empat hakim memberikan dissenting opinion atau pendapat berbeda atas hasil keputusan dalam sidang perkara 90/PUU-XXI/2023.

Empat hakim tersebut adalah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Beri saran Gibran

Ia menyarankan agar Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka tidak mengambil kesempatan atas putusan tersebut.

Ia menuturkan jika dirinya menjadi Gibran, maka ia akan mempersilakan orang lain mencalonkan diri menjadi capres dan cawapres. Karena menurutnya keputusan itu tidak berdampak baik ke depannya.

Ia menjelaskan jika putusan tersebut tidak dimanfaatkan oleh Gibran maka hal tersebut merupakan keputusan yang bijak. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Yusril Ihza Mahendra Sebut Putusan MK Soal Syarat Capres-Cawapres Mengandung Penyelundupan Hukum

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved