Berita Pati

Kisah Pengusaha Logam di Juwana Pati Bangkit dari Keterpurukan di Ambang Kebangkrutan

Pernah terjerat hutang ratusan juta hingga usaha pengolahan logamnya di ambang kebangkrutan tak membuat Winarto warga Juwana, Pati, patah semangat.

TribunMuria.com/Mazka Hauzan Naufal
Winarto (43) menunjukkan handel pintu buatan rumah produksi olahan logam miliknya di Desa Growong Kidul, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Rabu (7/6/2023). 

TRIBUNMURIA.COM, PATI - Pernah bangkrut dengan kerugian ratusan juta rupiah, tidak membuat Winarto (43),  kehilangan semangat dan daya juang.

Warga Desa Growong Kidul, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati itu tetap mengerahkan segala daya dan upaya untuk bangkit kembali, merawat bisnis pengolahan logam kuningan yang sudah dia rintis sejak masih remaja.

Simak kisahnya berikut ini.

Baca juga: Fatmi Jatuh Bangun Rintis Bisnis Kaus Pati Oblong, Ingin Kenalkan Potensi Pati Melalui Dialek Khas

Baca juga: Lilik Si Raja Midas dari Juwana, Sulap Limbah Logam Jadi Aksesori Interior Bernilai Tinggi

Siang itu, Rabu (7/6/2023), rumah produksi pengolahan logam di Desa Growong Kidul RT 2 RW 3, Kecamatan Juwana, tampak sibuk.

Dalam ruangan luas dekat pintu masuk di sisi selatan, enam orang perempuan, ibu-ibu, tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Ada yang merakit komponen-komponen kecil gerendel pintu. Ada pula yang menyortir kenop/handel pintu dan hak angin untuk kemudian mengemasnya.

Ruang produksi di sebelah baratnya bahkan tampak lebih sibuk. Ada puluhan pria dengan beragam pekerjaan pengolahan logam, mulai dari memotong besi, mengebor, menyepuh, menggerinda, hingga mencetak motif.

Winarto alias Totok, pemilik rumah produksi pengolahan logam ini, mempekerjakan sekira 40 orang karyawan.

Puluhan pasang tangan terampil mereka setiap hari mampu menghasilkan antara 250 sampai 300 buah produk olahan logam aksesoris pintu dan jendela, di antaranya engsel pintu, handel pintu, gerendel, hak angin/jendela, dan kenop/tarikan laci.

Winarto bersyukur saat ini bisnisnya tergolong stabil, bahkan berkembang baik.

Namun, untuk mencapai titik ini, dia harus berulang kali tersandung hingga terjatuh.

Berkali-kali ia terjatuh saat menjalankan usahanya ini.

Bahkan dia pernah merugi sampai ratusan juta rupiah. Namun demikian, berapa kali pun jatuh, ia selalu berusaha bangkit.

"Saya mulai merintis usaha ini sejak lulus sekolah menengah atas pada 1998."

"Awalnya saya ingin membangkitkan lagi usaha ayah saya yang bangkrut," kata Winarto.

Ia mengisahkan, dulu sang ayah menjalankan usaha pembuatan keran air dari bahan kuningan.

Menjelang Winarto lulus sekolah, bisnis itu bangkrut dipicu harga kuningan yang melambung.

Ketidaksesuaian antara ongkos produksi dengan harga yang disanggupi konsumen membuat ayahnya waktu itu merugi puluhan juta rupiah dan terpaksa gulung tikar.

"Setelah lulus sekolah, karena tidak ada biaya untuk lanjut ke perguruan tinggi, saya berinisiatif membuka lagi usaha kuningan ayah yang sudah tutup hampir satu tahun."

"Dari yang awalnya produksi keran air, saya alihkan buat aksesoris bangunan, khususnya aksesoris pintu dan jendela," kisah dia.

Dari awal merintis usaha hingga tahun 2010, bisnis yang dilakoni Winarto mengalami pasang-surut. Hal ini menurutnya antara lain dipicu harga kuningan yang tidak stabil.

Tahun 2010 menjadi masa terberat bagi Winarto. Ketika itu dia ditipu oleh sejumlah relasi. Barang produksinya dibawa oleh sejumlah sales, tapi nota tagihannya tidak dibayar.

"Semua tagihan tidak terbayarkan. Banyak tagihan yang saya dikasih giro, tapi ternyata tidak ada isinya, kosong semua, saya ditipu. Dulu total saya hitung (rugi) ada sekitar Rp850 juta," ungkap dia.

Para relasi itu, sebagian besar menghilang tanpa melunasi kewajibannya pada Winarto.

"Entah karena harga jual minim atau kebutuhan hidup mereka di rumah yang terlalu mewah, mereka tidak bisa bayar."

"Banyak yang lalu menghilang. Sebagian ada yang bayar walau cuma 50 persen dari nominal nota."

"Tapi yang tidak bayar sama sekali juga ada," jelas Winarto.

Akibat piutang yang macet itu, dia jadi bermasalah dengan perbankan. Utang modal senilai ratusan juta rupiah tak mampu dia cicil. Kredit macet.

"Waktu itu saya bermasalah dengan dua bank. Bahkan tiga bank. Karena nama saya dipakai seorang relasi di salah satu bank. Hancur-hancuran waktu itu," kenang Winarto.

Selain kredit macet di bank, dia waktu itu juga harus merawat ibunya yang sakit.

"Jadi waktu itu kondisi internal maupun eksternal semuanya tidak mendukung," tutur dia.

Winarto mengatakan, sampai saat ini dirinya belum bisa mengikhlaskan orang-orang yang sudah menipunya.

Terlebih, saat para relasi tidak memenuhi kewajiban terhadap dirinya, di sisi lain ia masih harus membayar kewajibannya ke bank.

"Tapi saya menuntut juga tidak, sekadar mendoakan semoga mereka ingat kalau punya utang," ujar dia.

Setelah terpuruk tiga tahun lebih, pada 2014 Winarto mencoba membangkitkan kembali usahanya. 

Ketika itu, kata dia, masih ada satu orang relaai yang setia membantunya kembali bangkit.

"Ada teman yang sudah seperti saudara. Walaupun dia masih ada nota (utang), tapi masih mau bersama-sama mencari pekerjaan dan relasi baru. Sementara, yang lainnya semuanya menghilang," ucap dia.

Baru mulai mencoba bangkit, pada 2015 langkah Winarto harus menjumpai batu sandungan besar lagi.

Ketika itu, melalui sebuah selebaran di sela-sela halaman surat kabar, dia mendapat pemberitahuan bahwa rumahnya hendak dilelang.

"Tapi saya tidak putus asa karena saya masih cukup muda. Saya tidak boleh mundur," tegas dia.

Bersama relasi setianya, Winarto lalu berangkat ke Jakarta untuk mencari pemesan produk bikinannya.

Kegigihannya membuahkan hasil. Dia mendapat klien distributor besar di Jakarta yang ia sebut "bos". Sosok bos itu hingga kini terus memesan produk-produk buatannya dalam jumlah cukup besar.

"Saya ditolong bos di sana. Dikasih kerjaan sampai sekarang. Karena keterbatasan modal, setiap butuh alat saya selalu dikasih pinjaman modal sama bos."

"Bahkan 80 persen alat yang saya miliki sekarang hampir semua awalnya pinjaman modal bos saya," ujar dia.

Kini, produk-produk logam buatan Winarto secara rutin dikirim ke Jakarta, Bekasi, Magelang, Semarang, dan Surabaya.

Klien di Jakarta itu hingga kini masih jadi klien utamanya yang dia suplai barang hingga 70 persen dari total kapasitas produksi.

"Paling tidak seminggu dua kali selalu kirim. Kapasitas produksi saya per hari sekarang 250-300 biji tiap jenis produk logam."

"Omzet kalau pas rame satu pekan bisa Rp90 juta - Rp100 juta. Kalau pas sepi Rp60 juta - Rp70 juta," papar Winarto.

Saat masih tertatih-tatih membangkitkan kembali usahanya di tengah kredit yang masih macet, Winarto mengaku dibantu oleh Mantri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Juwana I.

"Dibantu Mantri BRI, saya diberi pinjaman lagi. Alhamdulillah tanggungan perbankan sebelumnya juga sudah lunas, sudah clear. Alhamdulillah BI Checking mulai hijau awal bulan ini," kata dia.

Awal Juni 2023 ini, Winarto kembali mendapat pinjaman modal Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) dari BRI Unit Juwana 1 sebesar Rp250 juta.

"Sebagian saya pakai untuk menambah bahan produksi. Kalau alat saat ini sudah cukup. Pinjaman modal ini memang saya butuhkan."

"Karena di bidang usaha ini persaingan semakin ketat. Kalau kalah modal, kita kalah di pasaran. Karena itu saya butuh dana cadangan untuk membackup usaha," jelas dia.

Winarto bersyukur saat ini usahanya mulai stabil. Dia berharap bisnisnya terus bertahan dan ia bisa terus menjaga hubungan baik dengan para relasi bisnis.

Kepala Unit BRI Juwana 1, Erwin Baharuddin, menilai kisah perjuangan Winarto mempertahan bisnisnya sangat inspiratif.

"Dulu beliau sempat jatuh karena piutang tidak tertagih oleh konsumennya."

"Namun beliau tetap semangat menjalankan usaha sampai bangkit lagi walaupun waktu itu masih meninggalkan tunggakan di BRI," kata dia saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (7/6/2023).

Erwin mengatakan, mulanya Mantri BRI rutin mendatangi Winarto hanya untuk urusan penagihan tunggakan. 

Namun, dari komunikasi yang terjalin, pihaknya menilai usaha yang dijalankan Winarto sangat berpotensi untuk berkembang.

Hal ini mendorong pihaknya melalui Mantri BRI untuk melakukan pendampingan.

"Orangnya punya mindset positif untuk bangkit lagi. Itu yang mengawali kami berani memberi pinjaman, pembiayaan lagi untuk mengembangkan usahanya."

"Sekarang usahanya sudah sehat dan semakin besar," tandas Erwin. (mzk)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved