Kriminal dan Hukum
Korban Tak Berani Lapor Polisi, Dugaan Asusila Kepala SMP di Jepara Berpotensi Tak Diproses Hukum
Korban dugaan pelecehan seksual/asusila kepala sekolah SMP negeri di Jepara tak ada yang berani lapor, kasus berpotensi menguap, tak diproses hukum.
Penulis: Muhammad Yunan Setiawan | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, JEPARA - Gerak cepat tak dilakukan Disdikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) Kabupaten Jepara saat informasi dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang kepala sekolah salah satu SMPN di Kecamatan Kembang mencuat ke publik.
Alih-alih menemui korban dan keluarganya, Disdikpora justru terlebih dahulu menemui sejumlah guru dan siswa ihwal demontrasi yang sempat terjadi di depan sekolah tersebut, beberapa waktu lalu.
Demo itu untuk memprotes dugaan tindakan cabul kepala sekolah mereka kepada teman-temannya.
Baca juga: Kepala SMP Negeri di Jepara Diduga Lakukan Pelecehan kepada Siswi, Dilakukan di Ruang Kepsek
Baca juga: Siswa Demo Desak Kepsek SMPN di Kembang Jepara Diganti, Buntut Kasus Dugaan Pelecehan Seksual?
Baca juga: Disdik Tampik Informasi Viral Dugaan Perbuatan Asusila Kepsek SD di Semarang
Mereka meminta kepsek ditindak karena telah melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah siswi.
Pasalnya sejumlah siswi diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal atau fisik. Aksi demo mereka ini terekam kamera handphone dan tersebar.
Kepala Disdikpora Kabupaten Jepara, Agus Tri Harjono menyampaikan dari hasil wawancara kepada siswa kelas IX, mereka pada intinya meminta kepala sekolah diganti.
Alasan mereka kepala sekolah terlalu keras dalam mendidik.
Penilaian ini siswa berbeda dengan guru. Para guru menilai kepala sekolah tersebut adalah orang yang disiplin dan memiliki etos kerja yang bagus selama memimpin sekolah.
Atas dasar informasi itu, kata Agus, permintaan penggantian sekolah karena ketikdasukaan siswa kepada sikap keras kepala sekolah, bukan karena informasi dugaan pelecehan seksual.
Menurutnya, kasus pelecehan seksual ini tidak mungkin dilakukan kepala sekolah tersebut.
Pasalnya, ruang kepsek terbuka. Di samping itu juga ada istri kepsek yang juga mengajar di sekolah yang sama.
“(Jadi) tidak mungkin (pelecehan seksual) itu terjadi. Edan po,” terangnya kepada awak media, Jumat (14/4/2023).
Kalaupun ada pelecehan, ucap Agus, mungkin hanya ringan saja.
Pihaknya berencana akan menemui korban beserta keluarganya terkait dugaan kasus ini.
Pihaknya berupaya menyelesaikan dugaan kasus ini secara internal, bukan ranah kepolisian.
Apabila nanti memang terduga pelaku terbukti melakulkan apa yang disangkakan, pihaknya akan memberikan hukuman tegas.
Sementara itu, sumber tribunmuria.com yang mengetahui dugaan kasus ini bercerita, kasus ini rencananya diselesaikan secara internal sekolah. Jangan sampai bertambah ramai di publik.
Hal ini dilakukan untuk menjaga nama baik sekolah. Dari pihak wali murid dan siswa yang sudah geram denga informasi tersebut meminta penindakan tegas terhadap terduga pelaku.
“Tuntutannya, seluruh wali murid minta kepala sekolah diganti,” ujarnya.
Upaya penyelesain kasus secara kekeluargaan ini memungkinkan masalah tidak berlanjut ke ranah hukum.
Kapolres Jepara AKBP Warsono mengaku sudah mendengar infomasi yang terjadi di salah satu SMPN di Kecamatan Kembang.
Dia sudah memeritahkan Unit IV PPA Satreskrim Polres Jepara untuk memantau informasi ini. Tapi belum bisa melakukan upaya apa-apa.
“Terkendala laporan. Korban tidak ada yang mau buat laporan,” jelasnya.
Kalau Korban Anak Masuk Delik Umum
Sejumlah korban tidak berani melaporkan kejadian ini karena alasan takut. Selain itu juga korban mengalami trauma.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiai Perempuan untuk Keadilan (LBH Apik) Semarang, Raden Ayu Hermawati Sasongko menjelaskan, pihak kepolisian bisa langsung menangani kasus ini meski belum ada laporan dari korban.
“Kasus kekerasan (seksual) khususnya terhadap anak, itu bukan delik aduan, kalau mengacu ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” kata dia saat dihubungi tribunmuria.com.
Menurutnya Polres Jepara harus melakukan langkah progresif terkait kasus tersebut. Pertama, aparat penegak hukum mengajukan kepada UPTD atau Pusat Pelayanan Terpadu atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memberikan penguatan kepada keluarga korban.
Termasuk pendampingan psikologi korban. Selain itu juga dibutuhkan pelayaan medis kepada korban. Karena butuh visum untuk pembuktikan pelecehan seksual.
Adapun dampak psikologi terhadap korban bisa dibuktikan dengan diperika ke psikolog atau psikiater.
Hasil pemeriksiaan itu bisa membuktikan apa yang dialami korban, seperti mendapat pelecehan seksual secara verbal atau fisik.
Di sisi lain, Ayu juga berpendapat terduga pelaku yang menduduki jabatan kepala sekolah harus segera dinonaktifkan sampai kasus ini selesai.
“Pihak sekolah juga harus menindak tegas pelaku,” tandasnya. (*)
Kelompok Preman Berkedok Wartawan Ditangkap Polisi, Sasar Tamu Hotel Bermobil Mewah untuk Diperas |
![]() |
---|
Menguak Penyebab Kematian Darso Korban Dugaan Penganiyaan Polisi Jogja, Makam Korban Dibongkar |
![]() |
---|
Kronologi Oknum Polisi Jogja Diduga Aniaya Darso hingga Tewas, Jauh-jauh Buru Korban ke Semarang |
![]() |
---|
6 Polisi Narkoba Polda Jateng Bermasalah, 1 Tembak Mati Pelajar 5 Nilep Sabu, Pengawasan Lemah? |
![]() |
---|
Eks Presiden Korea Selatan Jadi Tersangka Kasus Suap, Carikan Kerja untuk Menantu saat Menjabat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.