Hukum dan Kriminal
Kasus Kartu Perdana Telkomsel Palsu, Polda Jateng Buru Pembuat Aplikasi Penyedia Data Pribadi
Ditreskrimsus) Polda Jateng memburu pembuat aplikasi penyedia data pribadi yang digunakan pelaku pembuat kartu perdana Telkomsel palsu.
Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Muhammad Olies
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng memburu pembuat aplikasi penyedia data pribadi yang digunakan pelaku pembuat kartu perdana Telkomsel palsu.
Kartu perdana itu beredar di wilayah Kabupaten Batang dan daerah lainnya.
Data pribadi itu diperoleh KA tersangka pembuat kartu perdana palsu itu dari aplikasi smart app.
"Kami masih cari pembuat aplikasi ini yang merangkum hingga mengupload identitas pribadi," terang Dirreskrimsus Polda Jateng,Kombes Dwi Soebagio di kantornya, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).
Untuk melancarkan perburuan itu, pihaknya berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kementerian Kominfo.
Ia tak ingin lagi ada data kependudukan yang disalahgunakan.
"Itu menjadi perhatian bagi kami, kenapa data bisa terbuka secara umum padahal rentan sekali digunakan untuk kepentingan kriminal," jelasnya.
Baca juga: Kartu Perdana Telkomsel Palsu Beredar di Batang, Produk Rumahan Omzet Rp15 Juta Per bulan
Baca juga: Update Kasus Penetapan Sueb Sebagai Tersangka Laporan Palsu, Polisi: Kami Akan Beri Kepastian Hukum
Baca juga: Edarkan Uang Palsu, Pemilik Barbershop di Kota Semarang Ini Diringkus Polisi
Menurut Dwi, masyarakat perlu berhati-hati dalam memberikan data pribadi ke penyedia aplikasi.
Data hanya untuk digunakan kepentingan tersebut bukan diberikan kepada orang lain yang tidak berhak.
Semisal ada warga yang menghadapi persoalan tersebut dapat mengadu ke aparat lewat aplikasi klepon.in.
Melalui aplikasi itu dapat mengadu semisal ada nomor telepon dan data kependudukan yang disalah gunakan.
"Kami ada aplikasi klepon.in, bisa mengadu ke situ," bebernya.
Sebelumnya, tersangka pembuat dan pengedar kartu perdana ilegal, KA mengaku dalam menjalankan bisnis kartu perdana ilegal dilakukan secara mandiri.
Bisnis itu sepenuhnya dilakukan di rumahnya di Dusun Jetis, Dlimas, Banyuputih, Kabupaten Batang.
Mantan pemilik konter handphone itu, memproduksi kartu perdana ilegal dengan memasukan identitas milik orang lain tanpa izin.
Pengakuan tersangka, sehari mampu melakukan aktivasi sebanyak 50 kartu.
Tiap kartu dijual Rp15 ribu.
Artinya setiap hari mampu mengantongi uang Rp750 ribu.
"Garap kartunya hanya pilih Telkomsel sebab penjualan mudah," ucap tersangka KA di kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).
Pria tamatan SMA itu mengaku, belajar bisnis tersebut dilakukan secara otodidak.
Ia mempelajarinya dari Google lalu dipraktikkan.
Kebutuhan alat seperti modem pool dibeli secara online dengan harga seperangkat modem pool Rp3 juta.
Modem pool berfungsi untuk menyalin data kependudukan seperti KTP dan KK ke kartu perdana.
"Sehari bisa garap 50 kartu perdana, kartu itu beli di online harga kisaran Rp3 ribu-5 ribu," terangnya.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng membongkar kasus peredaran kartu perdana ilegal.
Hasil ungkap kasus tersebut, polisi menangkap seorang pria, berinisal KA asal Jetis, Delimas, Banyuputih, Kabupaten Batang.
Di rumahnya tersebut, tersangka membuat kartu perdana ilegal dengan omzet hingga mencapai Rp15 juta perbulan.
"Kami tangkap tersangka atas informasi masyarakat yang resah adanya peredaran kartu perdana jenis Telkomsel bodong alias palsu," papar Dirreskrimsus Polda Jateng,Kombes Dwi Soebagio di kantornya, Kota Semarang, Rabu (8/3/2023).
Tersangka sudah menjalankan bisnis tersebut sejak tahun 2020.
Pengakuannya, ia membuat perdana palsu seorang diri.
Setiap harinya, mantan pemilik konter handphone itu berhasil membuat 50 kartu perdana palsu khusus provider Telkomsel.
Setiap kartu dibanderol harga Rp15 ribu dengan sistem penjualan secara online.
Barang tersebut laris manis di pasaran terutama di Jawa dan Sumatera.
"Modal beli kartu perdana kosong Rp3 ribu sampai Rp5 ribu, diisi identitas orang lain baik KTP maupun KK tanpa izin, lalu dijual lagi Rp15 ribu," beber Dwi.
Tersangka memperoleh data pribadi seperti KK dan KTP dari sebuah aplikasi smart app.
Aplikasi tersebut banyak digunakan oleh para pelajar untuk membantu proses pengerjaan skripsi.
Selepas memperoleh data, tersangka menyalinnya ke modem pool yang telah disisipkan kartu perdana.
Melalui alat itu, kartu perdana otomatis teraktivasi tanpa registrasi manual yang jamak dilakukan masyarakat.
Dwi mengatakan, masih menelusuri aplikasi yang menyediakan data pribadi yang diunduh tersangka.
"Aplikasi ini ada di Google bisa dibuka oleh siapapun, pembuatnya masih kami dalami," paparnya.
Polisi menyita sejumlah alat yang digunakan tersangka KA meliputi handphone, komputer, CPU, dan modem pool.
Adapula sejumlah kartu yang belum teregistrasi ada 4.700 kartu.
Sedangkan kartu yang belum terjual ada 1.000 kartu.
"KA selama penindakan dan pemeriksaan tidak kooperatif saat penyidikan," terang Dwi.
KA kemudian dijerat Pasal UU ITE , ancaman hukuman maksimal 12 tahun.
Selain itu, pasal 94 junto pasa 77 UU nomor 24 tahun 2013, tentang administrasi kependudukan dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun. (Iwn)
Tersangka Keliling Kampung Cari Motor yang Kuncinya Tertinggal, Polres Kudus Ungkap Curanmor |
![]() |
---|
Napi Kasus Pajak di Rutan Semarang Surati Presiden: Persoalkan Atasannya, Minta Keadilan |
![]() |
---|
Polda Jateng Periksa 6 Polisi Polresta Jogja, Kasus Warga Mijen Diduga Tewas Dianiaya Oknum Polri |
![]() |
---|
Warga Semarang Meninggal Diduga Dianiaya Oknum Polisi, Korban Dijemput 3 Orang di Rumah Tanpa Surat |
![]() |
---|
Gempar! Satu Keluarga di Kediri Terkapar Bersimbah Darah, Tiga Orang Tewas Satu Lainnya Kritis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.