Berita Jateng

Percepat Penyelesaian Tol Semarang-Demak, Ganjar Bentuk Timsus: Penting Segera Ditindaklanjuti

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membentuk tim khusus untuk mempercepat penyelesaian tol Semarang - Demak seksi 1, yang terkendala pembebasan lahan

Penulis: Hermawan Endra | Editor: Yayan Isro Roziki
Humas Pemprov Jateng
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, membentuk tim khusus percepatan penyelesaian pembangunan Tol Semarang - Demak. 

TRIBUNMURIA.COM, SURAKARTA - Pembebasan lahan menjadi kendala pada pelaksanaan Proyek Tol Semarang-Demak seksi 1.

Untuk itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membentuk tim untuk membereskan persoalan tersebut.

Hal itu diungkapkan Ganjar usai membuka Musyawarah Nasional XIX Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) di Novotel Hotel, Surakarta, Jumat (25/11/2022).

Baca juga: Polemik Tanah Wakaf Yayasan Sunan Kalidjogo untuk Tol Semarang-Demak: Kuat Dugaan Maladministrasi

Baca juga: Cerita Pilu Suparwi, Tanahnya 3.700 Meter Persegi untuk Tol Semarang - Demak Tak Dapat Ganti Rugi

Sebelumnya, Ganjar mengikuti rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan serta kementerian terkait proyek tersebut.

Dalam rapat, diketahui terdapat warga yang menolak lahannya dibebaskan untuk proyek tol itu.

Penolakan itu terkait dengan perdebatan tanah musnah dan uang ganti rugi atau uang kerohiman.

“Tentu kita harus segera membereskan karena waktu satu tahun setelah keputusan dari pengadilan atas gugatan masyarakat ini penting untuk segera kita tindak lanjuti agar tidak terlambat,” kata Ganjar.

Ketua Dewan Pembina DPP Papdesi itu mengatakan keterlambatan pengerjaan bisa memunculkan persoalan lalu lintas.

Seperti halnya beberapa waktu lalu, ketika Tol Semarang-Demak Seksi 2 dibuka dan menjadi solusi kemacetan di sekitarnya.

“Artinya kalau kemudian masyarakat ikhlas untuk membantu dan dengan tanahnya atau dengan tanah yang ya masih berdebat ini musnah atau tidak itu diikhlaskan untuk kita bantu, dugaan saya kontribusi ini akan membantu kelancaran yang ada di sana,” tuturnya.

Apalagi Tol Semarang-Demak seksi 2 juga punya fungs sebagai tanggul laut. Sehingga manfaatnya tak sekadar persoalan lalu lintas, tapi juga solusi pada masalah rob dan banjir di wilayah sekitarnya.

“Saya terima kasih kepada warga yang sudah ikhlas untuk membantu dan kemudian yang belum tolong dong dibantu. Kita siap dialog, apa yang musti kita sampaikan,” ucapnya.

Ganjar mengatakan akan membentuk tim khusus secara umum untuk menyelesaikan kendala proyek tol.

Pendekatannya, kata Ganjar, mengutamakan personal dan diskusi hingga mencapai kesepakatan bersama.

“Tapi intinya ya soal ganti rugi atau uang kerohiman, tinggal kita bicarakan sama mereka. Nanti akan lakukan pendekatan secara personal. Timsus nanti dibentuk secara menyeluruh begitu,” tandasnya.

Untuk diketahui, Tol Semarang-Demak memiliki panjang 26,95 kilometer dan terdiri dari 2 seksi yang dibangun melalui skema Kerja Sama Badan Usaha dengan Pemerintah (KPBU).

Seksi 1 Semarang/Kaligawe-Sayung sepanjang 10,64 kilometer menjadi porsi pemerintah (APBN) dengan kebutuhan biaya Rp10 triliun.

Sementara Seksi 2 Sayung-Demak sepanjang 16,31 kilometer porsi BUJT yaitu PT PP Semarang Demak dengan biaya konstruksi Rp4,7 triliun.

Polemik tanah Suparwi

Terpisah, Pembangunan Tol Semarang - Demak masih menyisakan polemik yang pelik. Setidaknya bagi Achmad Suparwi, warga RT 5/RW 1 Desa Pulosari, Karangtengah, Kabupaten Demak.

Betapa tidak, Suparwi mengaku tanahnya seluas lebih dari 3.700 meter persegi 'dicaplok' pembangunan Tol Semarang - Demak tanpa mendapat ganti rugi, hingga kini.

Berbagai cara dan jalan sudah ditempuh Suparwi untuk mencari keadilan. Tanah miliknya yang telah digunakan untuk pembangunan jalan Tol Semarang - Demak mendapat ganti rugi yang layak.

Lahan yang dimaksud Suparwi aadalah tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) bernomor 471.

Dituturkan Suparwi, dalam sertifikat itu, tanah miliknnya disebutkan memiliki luas 3.940 meter persegi.

"Luas tanah di sertifikat 3.940 meter, yang terkena proyek pembangunan jalan tol lebih dari 3.700 meter persgi, sehingga sisanya sekarang sektiar 200 meter persegi," kata Suparwi kepada Tribunmuria.com, saat ditemui di kediamannya, Jumat (25/11/2022).

Mendapat kabar tanahnya terdampak tol sejak 1997

Disampaikan Suparwi, ia telah mendapat kabar bahwa tanah miliknya akan terdampak pembangunan jalan tol sejak jelang berakhirnya era pemerintahan Presiden Soeharto. Atau tepatnya pada tahun 1997.

Mendapat kabar tanahnya terdampak pembangunan jalan tol, Suparwi pun segera mendatangi balai desa setempat.

Kala itu, Suparwi ingin mencari info soal bagaimana mekanisme dan besaran nilai pembayaran ganti rugi.

"Saya tahu ada pembebasan jalan tol sejak tahun 1997, waktu itu juga saya tidak menerima ganti rugi," ujarnya.

"Informasi yang saya dapat tanah sudah diambil Jakarta, sudah diam saja, nanti bayar ganti ruginya belakangan," sambung Suparwi.

Setelah bertahun-tahun kemudian tak ada kabar, terang Suparwi, selanjutnya pada tahun 2017 tiba-tiba petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai melakukan pengukuran tanah.

Kepada petugas saat itu, Suparwi pun bertanya bagaimana soal pembayaran ganti rugi tanahnya.

Suparwi pun kaget dengan jawaban petugas. Kata petugas, tanahnya sudah dibebaskan dan sudah dibayar oleh pemerintah.

"Ketika saya di sawah, saya tanya kepetugas BPN saat melakukan pengukuran apakah digarap (jalan tol) dijawab iya."

"Lalu sawah saya yang belum dibayar bagaimana? Saya tunjukan surat-surat dan bukti kepemilikan tanah."

"Tanah tersebut disertifikatkan pada 1982, tapi kemudian dibalik nama pada tahun 2009," ucapnya.

Yang menjadikan Suparwi tak habis pikir, bila memang tanahnya sudah dibayr mengapa ia sampai kini tak menerima uangnya.

Bahkan, Suparwi mengaku hingga kini masih taat membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah tersebut.

"Pemerintah harus mengetahui bahwa sampai saat ini saya masih bayar pajak. Sampai sekarang tidak ada nego ataupun petugas datang untuk membayar tanah saya."

"Padahal, informasinya jalan Tol Semarang - Demak sekarang sudah mau diresmikan, (progresnya) sudah mencapai 90-0an persen katanya," ungkapnya.

Upaya Suparwi mendapatkan haknya

Berbagai cara dan jalan telah ditempuh Suparwi untuk mendapatkan hak atas ganti rugi tanah miliknya. Namun semuanya hingga kini belum membuahkan hasil manis.

Suparwi menyebut, telah menghubungi pihak Pemerintahan Desa (Pemdes), menemui pihak pelaksana Jalan Tol Semarang - Demak, bertemu dengan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, lalu ke Kantor BPN Demak maupun Provinsi Jateng.

Diceritakan, saat ia bertemua dengan pihak pelaksana pembangunan Jalan Tol Demak - Semarang, ia diarahkan untuk membuat laporan ke Polda Jateng.

"Saya juga lapor BPN, katanya suruh tenang, tapi tanah saya sudah dipatoki dan tetap dihuruk."

"Tanggal 2 Desember 2020 lalu juga sudah lapor Polda Jateng, tapi sudah dua tahun tidak ada jalan yang terang," jelasnya.

Bahkan, Suparwi sempat bertemu dengan Presiden Joko 'Jokowi Widodo saat orang nomor satu di Indonesia itu melakukan kunjungan ke Pasar Peterongan, Kota Semarang, beberapa waktu lalu.

"Saya sudah bertemu dengan Presiden pada 5 Juli 2022 lalu, tapi belum ada yang membuahkan hasil, sampai sekarang," ucapnya getir.

Impian investasi untuk anak cucu musnah

Ia mengatakan sebenarnya tanah yang terdampak pembangunan jalan Tol Semarang - Demak tersebut, rencananya untuk investasi jangka panjang.

Ia dulu berharap, investasi tanah itu bisa dinikmati anak cucunya. Namun, menurut Suparwi angan itu spertinya hampir musnah.

Sampai sekarang, Suparwi hanya bisa berharap pemerintah untuk bisa memberikan solusi atas tanahnya terkena pembangunan jalan Tol Semarang - Demak.

Suparwi pun meminta kepada Presiden dan Gubernur Jawa Tengah untuk bisa membantunya memecahkan ganti rugi tanah itu.

Ia berharap, Tol Semarang - Demak tak akan diresmikan sebelum persoalan atas tanahnya selesai.

"Minta tolong, jangan diresmikan dulu. Selesaikan dulu ganti rugi atas tanah saya," pintanya penuh harap.

Rencana ke depan, Suparwi akan kembali mencoba bertemu Gubernur Jawa Tengah pada Senin 28 November 2022.

"Rencananya kalau ada waktu saya akan kembali menemui Gubernur Jawa Tengah, Pak Ganjar, untuk meminta bantuan," tutupnya.

Sebagai informasi, bahwa Suparwi masih memiliki lengkap sertifikat tanah pembutanan tahun 1982, akta tahun 1989, dan balik nama tahun 2009. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved