Berita Regional

38,2 Persen Padukuhan di Yogyakarta Pakai Nama Pohon, 'Pring' Jadi Yang Terbanyak

Ratusan nama padukuhan di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, menggunakan nama pohon untuk penanda kewilayahan dan pring (bambu) yang terbanyak.

Editor: Raka F Pujangga
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
Warga Wonosari, Gunungkidul (kiri) tampak memangkas pohon secara mandiri belum lama ini. DLH Gunungkidul menyarankan warga secara mandiri menangani pohon rawan tumbang untuk antisipasi musim hujan. 

TRIBUNMURIA, YOGYAKARTA - Ratusan nama padukuhan di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, menggunakan nama pohon untuk penanda kewilayahan.

"Total dari 1.431 padukuhan, ada 543 padukuhan atau 38,2 persen nama padukuhan menggunakan nama pepohonan," kata pendiri Komunitas Resan Gunungkidul, Edi Padmo saat dihubungi wartawan Selasa (1/11/2022).

Nama padukuhan yang sering dipakai di antaranya pring atau bambu, jati, klepu, dan nama-nama pohon lainnya sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan. 

Baca juga: Tak Ingin Terjadi Listrik Padam Karena Tiang Tertimpa Pohon, Pemkab Blora Lakukan Perimbasan

Dikatakannya, hal itu diketahui dari pendataan asal usul kewilayahan di Gunungkidul bersama komunitas yang selama ini sudah menanam ribuan pohon ini.

Adapun nama pepohonan sebanyak 50 padukuhan di Kapanewon Rongkop, 47 padukuhan di Kapanewon Semin, 44 padukuhan di Kapanewon Tepus, dan 39 padukuhan di Kapanewon Girisubo. Sementara untuk 14 kapanewon lainnya bervariasi mulai dari 10 hingga 37 padukuhan.

Padukuhan dengan nama pohon paling banyak banyak pring atau bambu sebanyak 30 padukuhan.

Selanjutnya ada asem sebanyak 23 padukuhan, elo ada 15 padukuhan, jati sebanyak 14 padukuhan,  klepu ada 13 padukuhan, mojo ada 12 padukuhan dan ploso sebanyak 11 padukuhan.

Misalnya Jatisari, Klepu dan nama lainnya. "Untuk nama pohon paling banyak Pring atau bambu," kata dia.

Ke depan, lanjut Edi pihaknya akan melakukan pendataan nama kalurahan dan wilayah.

Namun, yang masih menjadi pekerjaan rumah dirinya dan Komunitas Resan tentang pendataan sumber mata air.

"Untuk sumber mata air itu yang cukup sulit, semoga kami bisa menyelesaikan pendataannya sehingga bisa dilestarikan," ucap dia. 

Anggota Komunitas Resan, Alif menambahkan pendataan ini upaya mengingatkan masyarakat untuk kelesatrian lingkungan.

Sebab, penamaan wilayah menggunakan nama pohon ini salah satu bukti leluhur menghormati aspek lingkungan.

Dikatakannya, penamaan wilayah ada tiga unsur penting.

Baca juga: Tim SAR Butuh Lima Jam Evakuasi Pohon Tumbang di Pekalongan

Selain ada sebuah peristiwa, juga menganut pada nama pohon atau hewan. "Yang kami data untuk asal usul menggunakan pepohonan," kata dia.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved