Gangguan Ginjal Akut

BBPOM Tarik 5 Obat Sirup Berbahaya, Diduga Picu Gangguan Ginjal Akut, Berikut Daftar Lengkapnya

BBPOM Semarang tarik 5 obat sirup anak berbahaya, diduga picu gangguan ginjal akut pada anak. Berikut daftar lengkap 5 obat sirup yang ditarik BBPOM.

Penulis: Budi Susanto | Editor: Yayan Isro Roziki
TribunMuria.com/Budi Susanto
Kepala BBPOM di Semarang, Sandra M.P Linthin. 
  • BBPOM Semarang menarik 5 obat sirup berbahaya, karena mengandung Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas yang ditetapkan.
  • Apa saja 5 obat sirup yang ditarik BBPOM? Berikut daftar lengkapnya.

SEMARANG - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Semarang lakukan pengawasan ketat terhadap obat sirup anak.

Khususnya obat sirup anak yang mengandung mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

Pengawasan tersebut berhubungan dengan isu obat sirup anak yang beresiko memicu gangguan ginjal akut.

Menurut Kepala BBPOM di Semarang, Sandra M.P Linthin, semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.

"Hal itu sesuai peraturan dan persyaratan registrasi produk obat  BPOM," paparnya, Jumat (21/10/2022).

Ia juga menerangkan, BPOM telah melakukan sampling terhadap 39 bets dari 26 sirup obat yang beredar di Indonesia yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG.

"Hasil sampling dan pengujian menunjukkan adanya kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman pada 5 produk."

"Kelima produk tersebut yaitu, Termorex Sirup, Flurin DMP Sirup, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup dan Unibebi Demam Drops," jelasnya.

Produk dengan kandungan EG melebihi ambang batas aman tersebut diterangkan Sandra, akan ditarik dan dimusnahkan.

"BPOM meminta industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk," katanya.

Dilanjutkannya, meski demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.

"BPOM juga menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI)," katanya.

TDI yang disebutkan Sandra mengacu pada Farmakope Indonesia yang sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2009.

UU tersebut berisi tentang kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar.

Di mana TDI atau ambang batas aman untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari.

Lebih detail mengenai sanksi, Sandra berujar jika kembali ditemukan produk obat sirup mengandung EG dan DEG melebihi batas, BPOM akan memberikan teguran.

"Sanksinya berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan izin edar hingga pencabutan," tuturnya.

Di sampingnya sirup obat yang diduga mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari 4 bahan tambahan yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol.

"Sebenarnya EG dan DEG bukan bahan yang dilarang digunakan dalam pembuatan sirup obat namun harus sesuai ketentuan."

"Namun apakah EG dan DEG menjadi penyebab gagal ginjal akut masih dalam kajian lebih lanjut," tambahnya.

Kemenkes instruksikan apotek hentikan penjualan obat sirup

Sebelumnya diberitakan, kasus gangguan ginjal akut pada anak merebak di 20 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA), saat ini tercatat 192 kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada anak, dengan mayoritas penderita adalah anak bawah lima tahun (balita).

Seiring dengan merebaknya gangguan ginjal akut pada anak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan semua apotek agar tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair (sirop) untuk sementara waktu.

Pun, orangtua diminta tidak sembarangan memberikan obat yang dijual bebas atau terbatas kepada anak-anak, tanpa resep atau anjuran tenaga kesehatan (nakes)/dokter.

Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup (sirop) kepada masyarakat."

"Ini, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis instruksi tersebut, dikutip Kompas.com, Rabu (19/10/2022).

Instruksi yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami itu juga meminta agar para tenaga kesehatan (nakes) tidak meresepkan obat dalam bentuk cair untuk sementara waktu.

"Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebutnya.

Sementara itu, apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis (cuci darah) anak.

Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

"Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan," tulis instruksi Kemenkes.

Di sisi lain, fasyankes bersama dinas kesehatan (dinkes) setempat perlu memberikan edukasi agar orangtua lebih waspada, utamanya jika memiliki anak dengan usia di bawah 6 tahun yang memiliki gejala gangguan ginjal.

Gejala yang perlu diwaspadai, tidak minum sembarang obat

Gejala yang perlu diwaspadai adalah penurunan volume atau frekuensi urine maupun tidak ada urine, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain.

Jika ditemukan gejala tersebut, maka segeralah menuju ke klinik, rumah sakit, ataupun fasilitas kesehatan lain terdekat.

Selain itu, untuk pencegahan, orangtua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.

"Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tata laksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis," jelas instruksi.

192 kasus gangguan ginjal akut pada anak

Sebagai informasi, berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat 192 kasus gangguan ginjal akut misterius di 20 provinsi hingga Selasa (18/10/2022).

Data ini berasal dari cabang IDAI yang dia terima dan merupakan kasus kumulatif sejak Januari 2022.

Perinciannya, 2 kasus pada Januari, 2 kasus di bulan Maret, 6 kasus pada bulan Mei, 3 kasus pada Juni, 9 kasus di bulan Juli, 37 kasus di bulan Agustus, dan 81 kasus di bulan September.

Menurut sebarannya, kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) paling banyak tersebar di DKI Jakarta dengan total mencapai 50 kasus.

Diikuti Jawa Barat sebanyak 24 kasus, Jawa Timur 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus.

Sedangkan provinsi lainnya berkisar antara 1-2 kasus. Penderita masih didominasi oleh bayi di bawah usia lima tahun (balita). (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved