Berita Jateng

Nelayan Tegal Menjerit, BBM Naik Harga Ikan Turun: Hasil Tangkapan Tak Bisa Tutup Operasional

Nelayan Tegal mengeluh pasca-kenaikan BBM biaya operasional melaut tinggi, harga ikan dan tangkapan cenderung turun, tak cukup tutup biaya operasional

TribunMuria.com/Fajar Bahruddin Achmad
Suasana pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Tegalsari, Kota Tegal, Rabu (14/9/2022). Nelayan di Tegal mengeluh, pasca-kenaikan harga BBM biaya operasional melaut naik drastis, sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun. Walhasil, hasil tangkapan tak bisa menutup biasa operasional melaut. 
  • Nelayan di Tegal resah. Dampak kenaikan harga BBM, mereka tak bisa melaut. Hasil tangkapan tak bisa menutup biaya operasional melaut.
  • Sebab, harga BBM tinggi, sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun.

TRIBUNMURIA.COM, TEGAL - Kenaikan harga BBM bersubsidi begitu berdampak terhadap pelaku sektor kelautan dan perikanan di pesisir pantai utara (Pantura) Kota Tegal

Pasalnya, kenaikan tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan harga ikan.

Alhasil tidak sedikit para nelayan yang memilih untuk tidak melaut atau libur.

Suasana pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Tegalsari, Kota Tegal, Rabu (14/9/2022). Nelayan di Tegal mengeluh, pasca-kenaikan harga BBM biaya operasional melaut naik drastis,  sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun. Walhasil, hasil tangkapan tak bisa menutup biasa operasional melaut.
Suasana pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Tegalsari, Kota Tegal, Rabu (14/9/2022). Nelayan di Tegal mengeluh, pasca-kenaikan harga BBM biaya operasional melaut naik drastis, sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun. Walhasil, hasil tangkapan tak bisa menutup biasa operasional melaut. (TribunMuria.com/Fajar Bahruddin Achmad)

Untuk nelayan kecil atau tradisional, pemilik sekira 200 kapal dari jumlah total 400 kapal memilih tidak melaut. 

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, Riswanto mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sangat berdampak untuk sektor kelautan dan perikanan. 

Terutama bagi para nelayan tradisional yang penghasilannya tidak menentu.

Ia menilai, saat BBM solar bersubsidi masih seharga Rp5.150 per liter, para nelayan sudah resah dengan harga ikan yang masih murah.

Kini saat harga BBM bersubsidi naik, harga ikan masih sama dengan sebelumnya, justru cenderung menurun.

"Mereka mengeluh. Sebelum ada kenaikan BBM bersubsidi harga rajungan awalnya Rp50 ribu per kilogram. 

Malah saat solar Rp6.800 per liter, harga rajungan turun jadi Rp25 ribu- Rp30 ribu per kilogram," kata Riswanto, kepada tribunmuria.com, Rabu (14/9/2022).

Menurut Riswanto, kondisi inilah yang membuat para nelayan dilema dan kebingungan. 

Mereka sudah memprediksikan bahwa hasil tangkapan tidak akan menutup biaya operasional yang keluar.

Suasana pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Tegalsari, Kota Tegal, Rabu (14/9/2022). Nelayan di Tegal mengeluh, pasca-kenaikan harga BBM biaya operasional melaut naik drastis,  sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun. Walhasil, hasil tangkapan tak bisa menutup biasa operasional melaut.
Suasana pengisian BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pelabuhan Tegalsari, Kota Tegal, Rabu (14/9/2022). Nelayan di Tegal mengeluh, pasca-kenaikan harga BBM biaya operasional melaut naik drastis, sementara harga ikan dan hasil tangkapan cenderung turun. Walhasil, hasil tangkapan tak bisa menutup biasa operasional melaut. (TribunMuria.com/Fajar Bahruddin Achmad)

Ia mencontohkan, biaya operasional nelayan kecil untuk perbekalan dan solar sebelumnya pada kisaran angka Rp200 ribu.

Tetapi kini setelah BBM bersubsidi naik menjadi Rp350 ribu.

"Yang kesulitan untuk tambahan modal pasti memilih tidak melaut."

"Rata-rata yang melaut itu karena terpaksa. Karena mereka setiap bulannya harus menanggung setoran di perbankan."

"Ini kesulitan yang dihadapi nelayan," ungkapnya. 

Riswanto berharap, negara hadir dalam rangka menjamin keberlangsungan usaha sektor kelautan dan perikanan. 

Setidaknya dengan memperhatikan dan menjamin harga ikan.

Menurutnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) punya wewenang penuh untuk mengatur harga ikan di pasaran.

Jangan sampai para nelayan khususnya yang kecil justru menjadi korban.

Saat ini saja dari total 400 kapal nelayan kecil, 200 kapal di antaranya memilih untuk tidak melaut karena kenaikan harga BBM bersubsidi. 

"Tolonglah, kalau sudah seperti ini harga ikan perlu diperhatikan. Agar kami pelaku usaha bisa melakukan usaha secara berkelanjutan," harapnya.

Nelayan Jepara kesulitan dapatkan solar

Terpisah, sebelumnya diberitakan ratusan nelayan menduduki SPBU Sekuro, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Senin 12 September 2022.

'Nelayan Ingin Beli Solar, Bukan Merampok', begitu tulisan dalam sebuah poster yang dibawa satu di antara ratusan nelayan Jepara, yang menggelar aksi demonstrasi.

Mereka yang tergabung Forum Nelayan (Fornel) Utara itu menggelar aksi di tempat pengisian bahan bakar minyak (BBM) itu.

Ketua Fornel Jepara Utara, Sholikul, meminta para nelayan diberi kemudahan membeli solar di SPBU.

Sudah berhari-hari ini nelayan tidak bisa melaut karena persoalan BBM.

Nalayan tak bisa melaut karena tidak boleh membeli solar di SPBU.

Sehingga, nelayan kesulitan untuk mendapatkan solar.

"Mau makan apa kita," kata dia saat berorasi di depan massa aksi.

Suaib 5 hari tak melaut

Sementara itu, salah seorang nelayan, Suaib (52) menceritakan sudah lima hari ini tidak mendapatkan solar.

Imbasnya ia kini tidak bisa mencari ikan dan menafkahi keluarga.

Dia meminta SPBU melayani pembelian solar dari kalangan nelayan, seperti sebelumnya-sebelumnya.

Warga Desa Jambu, Kecamatan Mlonggo, itu menceritakan sebulan lalu para nelayan tidak diperbolehkan lagi membeli solar di SPBU.

Padahal sebelumnya, pihak SPBU masih bersedia melayani pembelian solar dari nelayan asal mendapat rekomendasi kepala desa dan menunjukkan PAS.

Saat kini, nelayan yang membeli solar di SPBU harus diwajibkan membawa rekomendasi dari dinas terkait 

Suaib mengaku sudah mengurus rekomendasi itu namun hingga kini belum jadi.

Dia meminta pemerintah segera mencarikan solusi atas permasalahan yang dialami nelayan.

Dia menegaskan, saat ini kondisi nelayan juga dihadapkan pada kenaikan harga BBM bersubsidi, satu di antaranya.

Atas kenaikan harga itu, dia mengungkapkan tidak keberatan atas kebijakan pemerintah.

"Asalkan kami mudah beli solar," kata Suaib kepada tribunmuria.com.

Sebelumnya, Pemkab Jepara telah menggelar rapat membahas stok BBM dengan dinas terkait dan pemilik SPBU. 

Persoalan solar untuk nelayan juga disinggung saat rapat kordinasi yang berlangsung di Command Centre, beberapa waktu lalu.

SPBU tak layani pembelian solar nelayan karena aturan

Ketua Paguyuban SPBU Jepara, Ardy menjelaskan, pihaknya memang tidak bisa melayani pembelian solar dari nelayan

Menurutnya, hal itu sudah sesuai aturan dari Pertamina. Pihaknya hanya bisa melayani  pembelian solar dari pelaku UMKM, petani. Nelayan, kata dia, diarahkan untuk membeli solar di SPBN.

Hingga saat ini, hanya SPBN Kedungmalang dan SPBN Ujungbatu yang bisa melayani pembelian solar dari nelayan

Sedangkan SPBN Mlonggo sudah lima bulan tidak beroperasi, setelah tersambar petir dan kena blokir dari BPH Migas. (fba/yun)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved