Berita Blora

Momen Jamasan Pusaka Jipang, Bukan Semata Wujud Pelestarian Budaya Blora

Tradisi bulan Sura dalam budaya jawa selalu menjadi berkah tersendiri bagi orang jawa pada umumnya. 

Penulis: Ahmad Mustakim | Editor: Moch Anhar
Dokumentasi Humas Kuntul Ngantuk Blora
Paguyuban Tosan Aji Kuntul Ngantuk Blora, yakni anak muda pegiat pusaka ini setiap tahun melakukan ritual jamasan pusaka pada bulan suro. Namun tahun ini sedikit istimewa, sebab jamasan dirangkaikan dengan sarasehan mengusung tema ekonomi kreatif pada Senin 1 Agustus 2022. 

TRIBUNMURIA.COM, BLORA – Tradisi bulan Sura dalam budaya jawa selalu menjadi berkah tersendiri bagi orang jawa pada umumnya. 

Seperti yang dilakukan Paguyuban Tosan Aji Kuntul Ngantuk Blora, yakni anak muda pegiat pusaka ini setiap tahun melakukan ritual jamasan pusaka pada bulan sura. 

Namun tahun ini sedikit istimewa, sebab jamasan dirangkaikan dengan sarasehan mengusung tema ekonomi kreatif pada Senin 1 Agustus 2022.

Bertempat di Desa Kentong, bersama Kraton Jipang, Lesbumi Padangan Bojonegoro, Lakpesdam Cepu, PBN korwil Blora kegiatan terlihat ramai pengunjung.

Baca juga: Asal-usul Penamaan Nasi Gandul Asli Pati, Semua Gara-gara Pikulan

Baca juga: Atlet dan Ofisial Peserta ASEAN Para Games di Solo dan Semarang Kena Covid-19, Bagaimana Nasibnya?

Baca juga: Persipa Pati Akan Jamu Persijap Jepara di Stadion Joyokusumo Akhir Pekan Ini

Animo masyarakat terbilang cukup tinggi, baik dari kalangan pelajar, akademisi, bahkan dari pegiat pusaka luar kota juga hadir memeriahkan acara tersebut.

Ketua Panitia, Hariyadikus menegaskan  kegiatan ini adalah upaya pelestarian kebudayaan. 

"Jipang adalah salah satu wilayah yang memiliki historis penting dalam penyebaran Islam di Jawa," ucap Hariyadikus. 

Ketua Kuntul Ngantuk Blora, Habibi menjelaskan, proses jamasan pada hakikatnya adalah proses pembersihan jiwa pemilik itu sendiri. 

"Dalam jamasan, selain serangkaian proses membersihkan pusaka, ada tirakatan semacam refleksi diri, mengingat perjalanan selama setahun," jelasnya. 

Dikatakannya, dari refleksi ini Jjadi momen evaluasi diri dengan menata niat agar ke depan menjadi pribadi yang lebih baik.

"Orang Jawa kaya dengan pasemon, orang Jawa memiliki kode-kode rahasia, leluhur kita selalu menyelipkan pesan dalam setiap ajarannya," ungkapnya. 

Termasuk dalam pusaka, lanjut Habibi, banyak filosofi yang bisa digali dari setiap bentuk sebuah keris. 

"Jika kita tanggap ing wacono, jika mampu membaca pesan-pesan dalam ajaran bertosan aji, kita akan mendapati nilai-nilai adiluhung dari leluhur kita," terangnya. 

Dr Sukarjo Waluyo, dosen Undip sebagai pembicara menekankan pentingnya pelestarian budaya.

Mengingat budaya itu bisa saling mengadopsi, jangan sampai jipang ini diklaim oleh kabupaten lain, kalau tidak kita patenkan sebagai warisan budaya Blora. 

"Ada banyak contoh, seperti tari Soreng, jelas pasukan Soreng adalah pasukan Jipang, tapi diadopsi oleh Pemkab Magelang, tari Soreng sempat menjadi juara nasional tari nusantara, bahkan akhirnya diundang oleh Presiden Jokowi di Istana Negara," jelasnya. 

Lanjutnya, meskipun Blora juga punya ikon Samin, tetapi adat Samin ini juga dimiliki oleh Pati dan Bojonegoro.

"Jadi ini sangat eman-eman kalau Jipang akhirnya diklaim oleh Kabupaten lain," ujarnya. 

"Data sejarahnya ada, data faktualnya ada, bukti materialnya juga ada, ada Bengawan sore dan tinggalan-tinggalan lain yang ini dikembangkan akan menjadi daya tarik wisata kebudayaan luar biasa," imbuhnya. 

Agung G Wisnu (Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi SNKI), sebagai pembicara juga mendukung Dr Sukarjo Waluyo, bahwa sekarang penting dalam pelestarian juga mendaftarkan HAKI. 

Baca juga: Ada Materi Pelajaran Salah, Disdikpora Kudus Tunggu Instruksi Kemendikbud soal Penarikan Buku PPKn

Baca juga: Kejari Kudus Tagih Penyidik Rekaman CCTV Kasus Pengeroyokan Anak

Baca juga: Dian dan Arbia Terpilih Jadi Duta Genre Kendal, Punya Misi untuk Atasi Seks Pra Nikah hingga Narkoba

"Jangan sampai seperti orang Bali, karena ada patung dewa kuno didaftarkan HAKI-nya oleh orang luar negeri, 

Kemudian seluruh karya patung tersebut harus membayar royalti ke pemilik HAKI, bahkan pembuat patung banyak yang dituntut dan harus membayar sejumlah uang banyak kepada pemilik HAKI. 

"Maka dari itu perlu Pak Camat dan pegiat budaya, seperti Mas Habibi Kuntul Ngantuk untuk ikut, bukan hanya melestarikan peninggalan Jipang ini," terangnya. 

Tetapi juga berupaya agar peninggalan Jipang ini benar-benar menjadi hak milik kabupaten Blora pada khususnya. 

"Agar tidak terjadi lagi seperti yang ada di temen-temen pembuat patung di bali," pungkasnya. (*) 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved