Pesawat Jatuh di Blora
Cerita Mistis Warga Sekitar Lokasi Jatuhnya Pesawat T-50i di Blora, Punden Pertapaan Eyang Suro
Cerita Mistis Warga Sekitar Lokasi Jatuhnya Pesawat T-50i di Blora, Punden Pertapaan Eyang Suro Nginggil Mbah Suro Nginggil
Penulis: Ahmad Mustakim | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, BLORA – Warga sekitar lokasi jatuhnya pesawat latih tempur TNI AU jenis T-50i Golden Eagle, punya cerita rakyat yang telah dipercaya turun temurun.
Warga Desa Nginggil, Kecamatan Kradenan, Blora, percaya lokasi sekitar jatuhnya pesawat latih TNI AU punya aura mistis dan keramat.
Tak jauh dari titik jatuhnya pesawat latih tempur yang dipiloti oleh Lettu Allan Safitra Indra Wahyudi tersebut, terdapat sebuah punden yang oleh warga sekitar dipercaya sebagai tempat pertapaan Eyang Suro Nginggil.
Baca juga: Pemkab Blora Buka Dapur Umum di Lokasi Evakuasi Pesawat T-50i, Wabup: Cukupi Kebutuhan Personel
Baca juga: Pencarian Bangkai Pesawat T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Blora Dilakukan Hingga Sepekan Lagi
Baca juga: Turut Misi Pencarian, Warga Blora Temukan Potongan Jasad Pilot dan Puing Sayap Pesawat T-50i
Baca juga: Dandim Blora Ungkap Kondisi Jenazah Pilot Pesawat TNI AU T-50i Golden Eagle yang Jatuh di Nginggil
Masyarakat sekitar percaya, konon dulu kala di wilayah tersebut pernah hidup seseorang yang sakti mandraguna bernama Eyang Suro Nginggil.
Seorang sesepuh Desa Nginggil, Teguh, menceritakan bahwa dirinya masih garis keturunan dari Eyang atau Mbah Suro Nginggil.
"Mbah Suro Nginggil itu masih pakde kulo (saya, red), ini punden e tiang Nginggil sedaya (pundennya semua orang Ninggil, red)," ucapnya kepada tribunmuria.com, Selasa (19/7/2022).
Dijelaskannya, punden yang ada di hutan pertapaan ini merupakan cikal bakal munculnya Desa Nginggil ini.
Disampaikannya, ketika cungkup --semacam rumah-- pada punden ini ambruk, banyak orang Nginggil yang meninggal.
"Akhirnya dibangun kembali. Doro ambyok istilahnya" ucapnya.
Sembari menunjukkan punden yang berada di hutan perbukitan, Teguh mengatakan rumah punden yang sekarang merupakan bangunan baru.
"Setelah punden dibangun kembali, terus tidak ada orang sakit, tidak ada orang meninggal," ujarnya.
Punden ini juga digunakan saat perayaan sedekah bumi.
"Ini tergantung desa, sebab istilahnya, Kudusudomo ini orang Islam," kata dia.
"Nanti hajatan nggih enten (ya ada, red) di sini di desa nggih ada," imbuhnya.
Ia menuturkan, untuk peryaan budaya ataupun kesenian jarang dilaksanakan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/punden-eyang-suro-nginggil-pesawat-jatuh-blora.jpg)