Berita Kesehatan

IDI dan Guru Besar Farmasi UGM Luruskan Pemahaman Mengenai Ganja Medis: Banyak yang Kurag Pas

IDI dan Guru Besar Farmasi UGM Luruskan Pemahaman Mengenai Ganja Medis: Banyak yang Kurag Pas

mintpressnews.com
Ilustrasi tanaman ganja - PB IDI dan Guru Besar Fakultas Ilmu Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), meluruskan pemahaman mengenai apa itu ganja medis. 

TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Legalitas ganja medis tengah dibahas oleh masyarakat, pakar kesehatan termasuk hingga pembuat kebijakan di Indonesia.

Istilah ganja medis sendiri saat ini sedang sangat viral.

Namun banyak pemahaman yang kurang pas terkait dengan pengertian ganja medis.

Seolah-olah asal itu ganja, jika dipakai dengan alasan terapi, maka dapat disebut sebagai ganja medis.

Hal ini menimbulkan pemahaman yang keliru di masyarakat.

Istilah ‘ganja medis’ adalah terjemahan dari bahasa Inggris "medical cannabis", dan itu digunakan dalam banyak literatur ilmiah.

Satu definisi dari salah satu sumber resmi yang mudah dipahami adalah: Medicinal cannabis is a medicine that comes from the cannabis sativa plant --yang dinukil dari link berikut ini--, yang berarti adalah obat yang berasal dari ganja.

Karena itu adalah obat, maka tentu harus memenuhi sifat sebagai obat yaitu senyawanya terstandar, terukur dosisnya dan digunakan sesuai indikasi dengan cara yang tepat.

Yang perlu diluruskan tentang ganja medis ini juga adalah bukan keseluruhan tanaman ganjanya, tetapi komponen aktif tertentu saja yang memiliki aktivitas farmakologi/terapi.

Demikian dikatakan oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM), Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt

Ia mengatakan, ganja memiliki beberapa komponen fitokimia yang aktif secara farmakologi.

Komponen utama pada ganja (Cannabis) adalah golongan cannabinoids.

Cannabinoids sendiri terdiri dari berbagai komponen, dimana yang utama adalah Tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat Psikoaktif, dan Cannabidiol (CBD) yang memiliki aktivitas farmakologi, tetapi tidak bersifat Psikoaktif.

"Yang menyebabkan efek-efek terhadap mental termasuk menyebabkan memabukkan dan ketergantungan adalah THC-nya, sedangkan CBD memiliki efek farmakologi sebagai anti kejang," papar Zullies, dalam keterangannya, Sabtu (9/7/2022).

CBD bahkan sudah dikembangkan menjadi obat, dan sudah mendapat persetujuan oleh FDA, misalnya dengan nama Epidiolex, yang mengandung 100 mg/mL CBD dalam sirup.

Sumber: TribunMuria.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved