Kriminal dan Hukum
Warga Prancis Palsukan Dokumen Keimigrasian, Kantor Imigrasi Semarang: Terancam 5 Tahun Penjara
Warga Prancis Palsukan Dokumen Keimigrasian, Kantor Imigrasi Semarang: Terancam Pidana 5 Tahun Penjara
Penulis: Budi Susanto | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Seorang warga negara asing (WNA) asal Prancis berinisial JED, diduga memalsukan dokumen keimigrasian.
Walhasil, ia berurusan dengan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang karena melakukan pelanggaran tindak pidana keimigrasian.
Ia disangka telah melanggar pasal 123 huruf a Undang-undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Diterangkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang, Guntur Sahat Hamonangan, dalam siaran tertulisnya, berkas perkara penyidikan telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang.
"Tersangka terancam pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta," kata Guntur, Jumat (10/6/2022).
Dilanjutkannya, berkas perkara dan tersangka JED rencananya akan dilimpahkan ke Kejari Kota Semarang pekan depan.
"Dengan begitu, tersangka akan segera disidangkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," ucapnya.
Ia menuturkan, pelanggaran Keimigrasian terjadi tak hanya kali ini saja.
"Selama Januari hingga Mei 2022, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang telah mendeportasi empat WNA ke negaranya masing-masing."
"Mereka terdiri dari dua warga Korea Selatan, satu warga Vietnam, dan satu warga Timor Leste," paparnya.
Guntur menjelaskan, WNA yang dideportasi karena melanggar pasal 75 ayat 1 Undang-undang no 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Tiga orang asing tersebut adalah pemegang izin tinggal terbatas dan satu orang pemegang izin tinggal kunjungan," terangnya.
Menurutnya hingga kini, upaya penegakan hukum keimigrasian terus ditingkatkan dengan memperkuat tim Pengawasan Orang Asing di setiap wilayah kerja Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang.
"Penguatan pada kegiatan Intelijen Keimigrasian dan operasi lapangan baik operasi terbuka atau tertutup juga terus dilakukan," tegasnya.
Data dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Semarang, pada 2021 lalu, 40 kasus pelanggaran keimigrasian yang ditangani. Khususnya terkait administrasian izin tinggal.
"Tapi tidak semua sampai tahap pendeportasian, ada sekitar 26 pengenaan denda adminstrasi keimigrasian, ada pula yang pemberharuan atau perubahan status izin tinggal."
"Yang kami deportasi mayoritas WNA dari China total 8 orang, sisanya dari Amerika, Belanda, dan Singapura," ujarnya.
Adapun Kasi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim), Alvian Bayu menambahkan, proses penegakan hukum terhadap tersangka JED berawal dari kecurigaan dokumen yang diajukan pada saat melakukan perpanjang ijin tinggal.
Dalam prosesnya pada saat akan melakukan pengambilan foto geometri, dalam berkas yang diserahkan ditemukan kejanggalan.
"Untuk mendapatkan visa, dalam pengajuannya ada kejanggalan berupa tidak sinkronnya tanda tangan penjamin yakni istri."
"Ditemukan alat bukti terkait pengakuan dokumen yang secara otentik berbeda," jelasnya.
Selain itu, dalam permohonan ijin tinggal, yang bersangkutan tidak didampingi pasangan atau istri. Hal ini semakin menambah pihak imigrasi curiga terhadap JED.
Untuk mengetahui kebenaran, lanjutnya, petugas Imigrasi kemudian melakukan penelusuran dengan mendatangi kediaman istri.
Di sana, kata dia, ternyata status perkawinan mereka sudah tidak berlaku. Mereka juga sudah tidak lagi satu rumah dan ada bukti berupa akta cerai.
"Tersangka diduga meniru tanda tangan atau memalsukan tanda tangan istri, sesuai dengan pasal 263 KUHP tentang membuat data palsu atau dipalsukan," imbuhnya. (*)