Berita Semarang
Hendi Minta 3 Siswi Pengeroyok Dikeluarkan dari Sekolah, Dekan FIP Unnes: Itu Bukan Solusi Tepat
Hendi Minta 3 Siswi Pengeroyok Dikeluarkan dari Sekolah, Dekan FIP Unnes: Itu Bukan Solusi Tepat
Penulis: Amanda Rizqyana | Editor: Yayan Isro Roziki
TRIBUNMURIA.COM, SEMARANG - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Semarang untuk mengeluarkan siswa yang melakukan perundungan hingga pengeroyokan.
Tiga siswi berpakaian putih-biru melakukan pengeroyokan di Alun-alun Johar Kota Semarang pada seorang siswi berseragam sama hingga korban luka dan berdarah.
Video berdurasi 31 detik tersebut viral di sosial media dan mendapat kecaman dari warganet.
Viralnya kasus kekerasan antarpelajar tersebut membuat Hendrar Prihadi meminta agar siswi pelaku pengeroyokan diminta untuk pindah ke sekolah lain yang bisa membuat mereka jera.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dr. Edy Purwanto, M.Si., menyatakan mengeluarkan siswa pelaku perundungan bukan solusi yang tepat.
Menurutnya, mengeluarkan siswa pelaku perundungan justru akan membuka pintu bagi munculnya permasalahan lain.
"Pelaku maupun korban perundungan perlu mendapat pertolongan profesional dari psikolog atau konselor," ujar Dosen Bimbingan Konseling FIP Unnes pada TribunMuria.com, Rabu (25/5/2022).
Menurutnya, konsultasi psikologi harus dilakukan sesegera mungkin, jangan ditunda-tunda.
Baginya, pelaku perundungan perlu dibantu untuk memperkuat kemampuannya untuk berempati kepada orang lain, memperkuat keterampilan sosial, dan peduli pada orang lain.
"Sedang bantuan bagi korban perundungan dapat difokuskan pada pengentasan problem kecemasan atau depresi yang mereka alami," tegasnya.
Tsaniatus Sholihah atau Ika, Direktur Yayasan Anantaka sependapat dengan pernyataan Dr. Edy Purwanto, M.Si.
Menurutnya, anak yang berhadapan dengan hukum baik itu pelaku, korban, maupun saksi memiliki hak melekat di diri mereka.
Hak tersebut termasuk hak pendidikan yang tak boleh dicabut.
Meski secara kasuistik pada kasus pengeroyokan harus mempertimbangkan konsekuensi apabila para siswa tetap berada di sekolah.
"Apakah siswa lain di sekolah tersebut merasa nyaman? Apakah siswa lain di sekolah mendapat perundungan dan keresahan lain? Keputusan mana yang lebih baik antara dikeluarkan atau dibully kembali oleh siswa lain di sekolah tersebut?" ungkap Ika.
Selama tidak ada pembinaan, menurutnya potensi kekerasan akan selalu ada.
Ia menegaskan harus ada pemulihan bagi korban anak maupun pelaku anak melalui restorative justice.
"Korban memiliki trauma sendiri dan bila tidak ada pendampingan dan rehabilitasi, berpotensi menjadi pelaku di kemudian hari."
"Pelaku bila tidak didampingi dan direhabilitasi, akan semakin menjadi-jadi," terang Ika.
Selain pelaku anak dan korban anak, Ika juga menyoroti saksi anak yang mendokumentasikan perilaku kekerasan tersebut.
Ia berharap saksi juga bisa mendapatkan rehabilitasi untuk memberikan pemulihan mental untuk memotong mata rantai kekerasan pada anak.
Selain itu, para orang tua baik dari pelaku, korban, dan saksi juga harus berfokus bagaimana dengan program dan strategi dalam memberi pendampingan pada anak.
"Bila nantinya dikembalikan pada orang tua, perlu asasmen bahwa orang tua memiliki kemampuan pendampingan. Bisa jadi anak melakukan hal itu juga pengaruh dari keluarga. Berikut mengetahui latar belakang orang tua maupun keluarga," ungkap Ika.
Ia berharap, pada penerapannya pemerintah memberikan pendampingan juga pada orang tua agar proses pemulihan anak bisa berjalan lanjar.
Disediakan pendampingan psikolog untuk pemulihan dan adanya kegiatan sebagai pengalih perhatian anak atas permasalahan yang telah terjadi.
"Bagaimana lingkungan dan keluarga menjadi support system karena bisa saja trauma datang dari keluarga dan lingkungan seperti mengungkit, mengingatkan kejadian tersebut, maupun membicarakan terus-menerus hal tersebut," jelas Ika.
Ia menegaskan, edukasi juga diberikan pada keluarga dan lingkungan untuk mengedukasi pada anak dan menerima anak, memberi dukungan moral pada korban.
Terkait hak siswa untuk tetap mendapat pendidikan, bisa mendapatkan solusi dengan memfasilitasi homeschooling sebagai bentuk tanggung jawab dan peran pemerintah.
Para siswa tetap mendapatkan hak pendidikan di bawah naungan pendidikannya saat ini dengan difasilitasi guru yang datang ke rumah.
(arh)