Berita Semarang

Ada Pengeroyokan Siswi SMP Semarang, LBH APIK: Perlu Pendidikan Karakter Kuat dari Keluarga

LBH APIK Semarang ikut angkat bicara soal kasus perundungan fisik yang menimpa siswi SMP.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
NETIZEN
Aksi pengeroyokan yang dilakukan tiga orang siswi SMP terhadap seorang siswi sesama pelajar SMP diduga di Alon-alon Semarang, Kauman, Semarang Tengah, Kota Semarang, Selasa (24/5/2022). 

TRIBUNMURIA.COM,SEMARANG - Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko ikut angkat bicara soal kasus perundungan fisik yang menimpa siswi SMP.

Ia mengatakan, kasus kekerasan yang dilakukan terhadap anak sebagai korban dan pelaku adalah anak, maka dapat dianalisa dalam unsur kekerasannya apakah kasus itu ringan atau berat.

Sebab, penyelesaian melalui hukum merupakan upaya terakhir (Ultimum remedium).

Baca juga: Wali Kota Hendi Minta Dinas Pendidikan Kota Semarang Bersikap Tegas Tindak Aksi Perundungan Pelajar

Baca juga: Fakta Baru Bullying Fisik Siswi SMP Semarang di Alun-alun Kauman, Para Guru Langsung Mendatangi

Baca juga: Biar Jera, Wali Kota Hendi Serahkan Kasus Pengeroyokan Siswi SMP di Semarang kepada Kepolisian

Ultimum remedium merupakan salah satu asas yang terdapat di dalam hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain seperti kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui.

Sifat sanksi pidana sebagai senjata pamungkas atau ultimum remedium jika dibandingkan dengan sanksi perdata atau sanksi administrasi memiliki sanksi yang keras.

"Sanksi pidana dapat berupa penjara dan kurungan yang membuat terpidana harus tersaing dan terpisah dari keluarga dan masyarakat.

Sanksi yang paling kejam adalah hukuman mati membuat terpidana terpisah dari kehidupannya," katanya saat dihubungi Tribunjateng.com, Rabu (25/5/2022).

Dalam kasus tersebut, Ayu melanjutkan, telah adanya unsur peristiwa hukum, yaitu dugaan Tindak Pidana Penganiayaan yang akan diketahui menimbulkan luka berat atau ringan jika telah dilakukan pemeriksaan medis terhadap korban.

Baca juga: Dua Atlet Angkat Besi Blora Raih Medali di SEA Games 2021 Vietnam, Dapat Bonus Segini dari Pemkab

Baca juga: Titik Tanggul Jebol di Kawasan Tanjung Emas Bertambah, Ganjar segera Audit Bangunan di Pesisir

Namun, jika akibat peristiwa hukum tersebut tidak berdampak luka berat terhadap korban, maka sebaiknya jalur non hukum/non litigasi dipilih dalam proses penyelesaiannya, mempertimbangkan pelaku juga masih usia anak.

"Namun, proses penyelesaian non-litigasi tersebut terkecuali pada kasus Kekerasan Seksual," ucapnya.

Menurutnya, Kemendikbud sudah mengeluarkan Peraturan Pendidikan Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.

"Diharapkan juga pihak sekolah dapat memberikan sanksi administrasi bagi pelaku dalam kasus tersebut, dan memberikan pembinaan agar tidak melakukan pengulangan," jelasnya.

Ia mengatakan, perlu ada langkah preventif seperti dengan melakukan sosialisasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Kemudian membentuk satuan tugas pencegahan kekerasan di sekolah dengan melibatkan siswa  sebagai agen perubahan, dalam pencegahan kekerasan, sehingga sekolah tersebut dapat menjadi role model sekolahan yang aman dan nyaman dari kekerasan.

Selanjutnya ada kurikulum dalam mata pelajaran antara lain mengulas tentang bentuk-bentuk kekerasan, pencegahan dan dampak kekerasan.

"Hal itu supaya siswa memahami mengenai apa yang dimaksud kekerasan dan bentuk-bentuk kekerasan sehingga dapat meminimalisir siswa menjadi pelaku kekerasan atau pun korban kekerasan," terangnya.

Ia menjelaskan, melibatkan orangtua atau keluarga siswa dalam proses diskusi pencegahan dan penanganan kekerasan karena keluarga sebagai ruang pertama anak tumbuh kembang sebelum sekolah.

Maka diharapkan anak telah mendapatkan pendidikan karakter yang kuat dari dalam keluarga mengenai pencegahan kekerasan.

"Sekolah seharusnya membentuk aturan tertulis seperti SOP internal sekolah mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah yang disosialisasikan pada Tenaga pendidik, siswa dan warga di lingkungan sekitar sekolah," tuturnya.

Ia melanjutkan, terkait langkah represif yakni memberikan sanksi yang tegas tanpa ada diskriminasi pada pelaku kekerasan sesuai dengan aturan sekolah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Kemudian dengan mempertimbangkan unsur-unsur dugaan tindak pidana yang dilakukan, sehingga diharapkan proses penyelesaian yang dipilih dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak dan memulihkan keadaan  lingkungan lebih nyaman dan aman tanpa ada nya keberulangan tindakan yang dilakukan oleh pelaku," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kondisi terkini siswi SMP korban perundungan fisik di Alun-alun Semarang mengalami trauma.

Selain secara fisik terluka akibat dikeroyok tiga siswi SMP satu sekolah, korban juga mengalami guncangan psikologis akibat duel tak imbang.

Korban saat ini sudah ditangani Unit PPA Polrestabes Semarang.

"Dilihat dari videonya mesakno (kasihan), secara fisik kena, traumatis pasti kena juga, makanya prosesnya ditangani Unit PPA dengan tim psikologi sedang melakukan pemeriksaan terhadap korban," kata Kapolsek Semarang Tengah Kompol Indra Mardiana kepada Tribunjateng.com, Rabu (25/5/2022).

Menurut Indra, ketiga pelaku sudah diamankan polisi sejak kemarin malam, Selasa (24/5/2022).

Pelaku sudah tertangkap semua dijemput oleh tim Resmob dan Polsek Semarang Tengah di masing-masing rumahnya.

"Mereka lalu kami serahkan ke Unit PPA Polrestabes Semarang.

Sekarang masih dalam pemeriksaan," katanya.

Ia menyebut, pelaku sementara masih tiga orang.

Kasus penganiyaan masih proses pendalaman sehingga apakah kasus itu dilakukan hanya sekali dalam video, jumlah dan lainnya masih dalam pengembangan.

Baca juga: Pelajar SMA Mesum di Tempat Wisata Tegal, Dinas Pendidikan: Ini Tanggung Jawab Bersama

Baca juga: Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta Sowan ke Kediaman KH Ahmad Marzuqi

Baca juga: Batik Motif Corona Kreasi Difabel Blora Mustika, Produknya Paling Diminati Kala Pandemi

"Masih didalami Unit PPA," paparnya.

Ia mengimbau, para pelajar sepatutnya memperhatikan pergaulan.

Kemudian sebagai pelajar harus selalu berpikir positif.

Tidak mudah termakan omongan kawan.

"Kan mereka cewek-cewek tuh, yang satu bilang gini-gini, satu juga bilang, kemudian muncullah salah paham berselisih dan timbuh persoalan seperti itu," paparnya. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved