Berita Semarang

PPT Seruni Dampingi Ibu dan Kakak Korban Pemerkosaan Ayah di Semarang

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang mendampingi keluarga korban NPK bocah perempuan usia 8 tahun yang tewas diperkosa ayah kandungnya

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
Dokumentasi
PPT Seruni Kota Semarang dan LRC-KJHAM melakukan diskusi terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kota Semarang melalui siaran langsung media sosial Instagram. 

TRIBUNMURIA.COM,SEMARANG - Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang mendampingi keluarga korban NPK bocah perempuan usia 8 tahun yang tewas diperkosa ayah kandungnya saat sedang sakit demam.

Pendampingan dari PPT Seruni diberikan kepada Ibu dan Kakak korban.

Dua orang tersebut mengalami duka dan trauma mendalam akibat kematian korban yang tragis.

Terutama kakak korban yang selalu bersama korban ketika berkunjung ke kos ayah atau pelaku pemerkosaan.

Baca juga: Pemkot Pekalongan Apresiasi Terobosan Motor Listrik Ramah Lingkungan PLN

Baca juga: Jelang Ramadan, Terminal Bus Gagak Rimang Blora Terlihat Masih Sepi Penumpang

Baca juga: Ngaku Pegawai Dinsos, Pria Botak Rampas Empat Handphone Milik ABG di Pekalongan

"Iya, kami dampingi Ibu dan kakak korban," ucap Ketua PPT Seruni Kota Semarang, Krisseptiana Hendrar Prihadi saat diskusi dengan LRC-KJHAM yang diakses Tribunjateng.com, Selasa (29/3/2022).

Tia, sapaannya, menuturkan, kedua orang tersebut dilakukan pendampingan, baik secara psikologis maupun secara fisik saat memberikan kesaksian di Polrestabes Semarang.

Selain ibu korban yang merasa sangat terpukul, kakak korban juga mengalami trauma sehingga perlu pendampingan  psikologis secara intensif.

Sebab, setiap akhir pekan, kakak korban mendampingi adiknya tersebut ke kos ayah atau pelaku.

Tentu kakak korban lebih paham situasi yang terjadi dalam kejadian tersebut dibandingkan ibunya.

Mereka berdua terpaksa mengunjungi ayah mereka di kos lantaran kedua orangtuanya telah bercerai.

"Sejak kejadian itu kakak korban tak mau lagi bersekolah," jelasnya.

Pihaknya juga melakukan monitoring terhadap jalannya kasus tersebut agar pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan.

"Tentunya kita selalu berkoordinasi dengan berbagai pihak," bebernya.

Data di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, dari bulan Januari hingga Maret 2022 ini korban kekerasan berdasarkan kelompok usia didominasi oleh usia anak-anak.

Dari total 42 kasus, ada 12 kasus kekerasan menimpa kelompok usia 6–12 tahun dan 15 kasus kekerasan menimpa kelompok usia 13–18 tahun.  

Berdasarkan pendidikan, dari total 42 kasus kekerasan, korban kekerasan mayoritas duduk di bangku SD dan SMP.

Sebanyak 14 korban adalah siswa SD dan 9 korban adalah siswa SMP.

Tia tentu menyayangkan banyak kasus kekerasan seksual yang menimpa anak.

Ia mengaku, telah melakukan upaya preventif dengan membentuk Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JPPA) di setiap kelurahan Kota Semarang.

Progres pembentukan JPPA masih di angka 70 persen.

Pembentukan JPPA itu diyakini untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Selain itu, fungsi JPPA yakni agar penanganan kasus lebih cepat dilakukan.

Jaringan tersebut dapat melaporkan temuan kasus yang ada di kelurahan ke Kecamatan atau Pusat Pelayanan Terpadu Kecamatan (PPTK) yang kepanjangan dari PPT Seruni.

"Pengurus JPPA ada tokoh agama, dan anak muda yang akan melakukan sosialiasi pencegahan kekerasan seksual," paparnya.

Ia mengatakan, pemkot Semarang tak tinggal diam dalam melakukan upaya preventif kekerasan seksual. 

Sosialiasi juga terus dilakukan agar layanan PPT Seruni dan jaringannya hingga ke tingkat kelurahan dapat dipahami oleh masyarakat sehingga ketika ada korban kekerasan dapat segera mengadu.

"Kami tak bekerja sendiri, ada lembaga lain yang bergandengan tangan bersama kami dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan dan anak," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur LRC-KJHAM, Nur Laila Hafidhoh menyebut, ada pergeseran korban kekerasan seksual di waktu belakangan ini.

Tren kasus kekerasan seksual  pada tahun-tahun sebelumnya didominasi menimpa korban perempuan dewasa.

"Pada waktu belakangan ini, kasus kekerasan seksual banyak menimpa korban anak di bawah umur," ujarnya.

Mirisnya, kasus kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah, paman, kakek, guru, dan lainnya.

Baca juga: Menang Lagi, PSIS Memanfaatkan Situasi Persela Lamongan yang Kehilangan Mental Bermain

Baca juga: Wagub Jateng dan Bupati Pati Tebar Puluhan Ribu Benih Ikan Nila di Waduk Seloromo

Baca juga: Bea Cukai Kudus Gagalkan Pengiriman Ratusan Ribu Batang Rokok Ilegal Melalui Bus

Padahal mereka adalah orang yang diberikan kepercayaan untuk menjaga korban berbuat sebaliknya.

"Mereka para pelaku berada di lingkaran terdekat korban yang seharusnya memberikan perlindungan justru malah menjadi pelaku," tuturnya.

Data LRC-KJHAM Kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2020 terdapat 151 kasus.

Tahun 2021 terdapat 85 kasus.

Jenis kasus berupa pemerkosaan, perbudakan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan,KDRT, kekerasan berbasis Gender online (KBGO) dan lainya. (*)

 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved