Berita Semarang

Kemeriahan Tradisi Gebyuran di Kampung Bustaman Semarang, Ratusan Warga Saling Lempar Bungkusan Air

Layaknya tawuran, ratusan warga di Kampung Bustaman Kota Semarang saling serang. Hingar bingar itu dilaksanakan warga menjadi tradisi.

Penulis: Budi Susanto | Editor: Moch Anhar
TRIBUN JATENG/BUDI SUSANTO
Ratusan warga Kampung Bustaman Kota Semarang saling lempar bungkusan air dalam pelaksanaan prosesi gebyuran, tradisi tersebut merupakan acara tahunan yang digelar warga untuk menyambut Ramadhan, Minggu (27/3/2022). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Layaknya tawuran, ratusan warga di Kampung Bustaman Kota Semarang saling serang.

Air berwarna-warni yang dibungkus plastik, mereka gunakan untuk melempari satu sama lainnya.

Senyum, tawa dan keceriaan, mewarnai aktivitas di Kampung Bustaman tersebut.

Hingar bingar itu dilaksanakan warga setiap tahun saat menjelang bulan Ramadan.

Baca juga: Menikmati Keindahan Kota Lama Semarang di Malam Hari, Warga Sebut Mirip di Amsterdam

Baca juga: Bioskop Rajawali Purwokerto, Sudah Ada Sejak 1980, Jadi Jujugan Penggemar Film

Baca juga: Pascacedera, Striker PSIS Semarang Berharap Bisa Tampil Melawan Persela Lamongan

Keseruan itu merupakan tradisi gebyuran, dan di Kota Semarang hanya ada di Kampung Bustaman.

Tua muda berbaur menjadi satu dalam pelaksanaan prosesi gebyuran, di kampung yang terkenal dengan profesi jagal hewannya.

Bungkusan air berwarna-warni pun nempak berterbangan kesana-kemari dalam pelaksanaannya prosesi.

Basah kuyup ratusan warga menjadi pemandangan tersendiri dalam tradisi jelang Ramadhan itu.

Warga yang mengikuti prosesi, hampir tak ada yang luput dari lemparan bungkusan air.

Setidaknya sekitar 10 ribu bungkusan air dilempar oleh ratusan warga yang ada di Kampung Bustaman.

Kondisi itu membuat seluruh sudut Kampung Bustamam basah, bahkan teras rumah warga juga dibasahi air.

Selain saling lempar bungkusan air, warga yang mengikuti prosesi diolesi bedak berwarna-warni.

Menurut Endang (51), satu di antara warga Kampung Bustaman, tradisi tersebut memang ditunggu-tunggu masyarakat.

"Tradisi gebyuran sudah ada sejak lama di kampung ini, bahkan tak lengkap jika menyambut Ramadhan tak ada tradisi gebyuran," kata wanita paruh baya dengan kondisi basah kuyup itu, Minggu (27/3/2022) sore.

Sembari mengawasi kondisi sekitar, dan waspada terhadap lemparan bungkusan air, Endang menyebutkan, warga menyambut suka cita tradisi tersebut.

"Ya kami senang, tidak ada yang marah saat terkena lemparan bungkusan air. Dan semua warga Bustaman ikut dalam tumpah ruah tradisi ini," ucapnya.

Tradisi tersebut merupakan akhir dari rentetan acara yang digelar oleh warga Bustaman, selain melaksanakan tilik kubur dan berbagai kegiatan lainya jelang Ramadhan.

Dijelaskan Hari Bustaman, sesepuh Kampung Bustaman, tradisi tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1743.

"Tradisi tersebut digelar untuk menghormati Kiai Bustaman yang membuat sumur pada tahun tersebut, sampai sekarang sumur itu berusia 279 tahun lebih, dan masih digunakan oleh warga," kata Hari.

Dijelaskan Hari, awal tradis gebyuran menggunakan air sumur dan air sungai, dan menggunakan gayung untuk melempar air.

Baca juga: Semarak Lomba Mancing di Kusuma Bawal Seso Blora, Total Hadiah Jutaan Rupiah

Baca juga: Rawan Jadi Episentrum Peredaran Narkotika, Blora Segera Bentuk BNNK, Jadi yang ke-10 di Jateng

Baca juga: Masyarakat Kedunggading Kendal Arak Mustaka Masjid Baitturrakhim jelang Ramadhan Tiba

"Tapi sekarang menggunakan air yang dibungkus plastik, meski sedikit berubah namun maknanya masih sama," paparnya.

Menurut Hari, tradisi gebyuran dimaknai warga sebagai prosesi penyucian diri untuk menyambut Ramadhan.

"Istilahnya penyucian, dengan badan basah dan diguyur air, kesalahan dan dosa ikut luntur. Tradisi ini juga menjadi kebanggaan warga," tambahnya. (*)

 

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved