Berita Kudus
Tradsi Sedekah Kubur di Kudus, Ada Sajian Ribuan Ayam Ingkung yang Dibawa Warga
warga Dukuh Masin, Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe, Kudus menggelar tradisi sedekah kubur. Digelar saat hari Kamis terakhir jelang bulan Ramadan.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: Moch Anhar
Dilansir dari situs resmi Desa Kandangmas, kandangmas.sideka.id, besarnya rasa cinta Nawangsih kepada Rinangku membuat keduanya seolah tak bisa dipisahkan.
Hubungan cinta yang tak direstui, akhirnya Sang Sunan mengusir keduanya.
Nawangsih dan Rinangku pun pergi ke selatan meninggalkan tanah Gunung Muria.
Sampailah dia di dusun kecil kini disebut Masin.
Mereka berdua hidup bersama sampai akhir hayat kemudian dimakamkan di sana.
Dari sekelumit kisah cinta tak direstui itulah kemudian membangkitkan kepercayaan, jika sepasang kekasih yang belum menikah datang berziarah ke Makam Sunan Muria maka hubungannya akan berakhir atau putus.
Di makam Nawangsih dan Rinangku yang dikeramatkan itu hampir selalu ada orang yang datang berziarah.
Ada yang sengaja datang hanya sekadar untuk ziarah, ada pula yang membawa maksud terselubung.
Puncaknya yakni saat jelang Ramadan atau bulan Syaban.
Digelarnya tradisi sedekah kubur di kompleks makam tersebut mampu menjadi magnet bagi ribuan warga Masin atau warga dari daerah lain, bahkan dari luar Jawa, yang lahir dan besar di Masin untuk turut serta mengikuti tradisi tersebut.
"Orang dari Masin yang sudah hidup di luar biasanya tetap ikut. Mereka menitipkan ke keluarga yang masih tinggal di Masin," ujar warga Masin, Ina Leriana.
Untuk mengikuti tradisi tersebut masing-masing keluarga membawa satu ingkung utuh dengan nasi dan lauk-pauk, biasanya lauk berupa tahu tempe dan mie.
Ingkung itu kemudian satu pahanya dipotong dikumpulkan pada sebuah wadah nampan besar yang terletak di muka pelataran makam.
Baca juga: Pansel Lelang Jabatan Dinilai Cacat Hukum, Pemkab Jepara: Bupati Seret Oknum Jual Beli Jabatan
Baca juga: SMPN 2 Blora Gelar Pameran Seni Rupa di Sekolah, Suparno: Siswa Belajar Apresiasi Karya
Bayangkan, ketika ada ribuan ingkung, sudah barang tentu tampak menggunung.
Dari situlah kemudian tradisi ini juga disebut sewu sempol (seribu paha ayam).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/kompleks-Makam-Nawangsih-Rinangku-1.jpg)