Berita Semarang

Tradisi Nyadran Jelang Ramadan, Warga Ramai Bawa Metoan ke Makam Leluhur, Panjat Doa Bersama

Nyadran kampung dilakukan warga Pesantren, Mijen, Kota Semarang, Jumat (25/3/2022) pagi dengan datang ke area pemakaman leluhur desa di Makam Delik.

Penulis: Iwan Arifianto | Editor: Moch Anhar
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
Para warga melakukan nyadran jelang ramadan di pemakaman leluhur di Pesantren, Mijen, Kota Semarang, Jumat (25/3/2022). 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Nyadran kampung dilakukan warga Pesantren, Mijen, Kota Semarang, Jumat (25/3/2022) pagi.

Mereka berbondong-bondong datang ke area pemakaman leluhur desa di Makam Delik.

Puluhan warga mendatangi makam tersebut dengan membawa "metoan", yakni paket makanan berisi nasi dan lauk pauk atau nasi kenduri.

Baca juga: Warga Beda Agama Hidup Rukun, Desa Plajan Didaulat Jadi Kampung Pancasila Pertama di Jepara

Baca juga: Pemuda Limbangan Kendal Ditangkap Densus 88, Pertanyakan Pancasila di Pengajian, Diintai Sebulan

Baca juga: Video Kejari Jepara Musnahkan Ribuan Butir Obat Terlarang, Miras Ratusan Botol dan Sabu Ratusan Gram

Bagi warga yang tak sempat menyiapkan menu tersebut dapat menggantinya dengan jajanan pasar.

Di antaranya Yono, pemuda tersebut tampak semangat membawa metoan untuk didoakan bersama para warga lainnya.

"Iya ini kegiatan rutin tahunan jelang ramadan, kalau bukan kita yang merawat siapa lagi," paparnya kepada Tribunjateng.com (Tribun Network).

Bagi warga, nyadran tak hanya sebagai bentuk nguri-nguri budaya, kegiatan itu juga sebagai bentuk memperat tali silaturahmi.

"Iya, kami rutin melakukan nyadran tiap tahun jelang bulan ramadan," jelas tokoh masyarakat Pesantren Supadi (53).

Ketua RW 1 Pesantren itu menyebut, kegiatan tahunan itu dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama.

Selepas doa bersama selesai, warga kemudian makan bersama dengan makanan yang dibawa dari rumah.

Mereka saling tukar makanan agar saling menikmati menu makanan antarwarga.

"Biar rahat makan bersama, tua muda anak-anak campur jadi satu," bebernya.

Acara nyadaran memang dilakukan dengan sederhana, tapi adakalanya ketika ada warga yang memiliki rezeki lebih, mereka akan menyumbang kambing untuk dimakan bersama.

"Tapi ya tidak setiap tahun, seperti tahun ini sederhana saja yang penting rukun semua," tuturnya.

Para warga yang mengikuti nyadran tak hanya dari kampung Pesantren saja.

Dua kampung terdekat seperti Wates dan Podorejo Kecamatan Ngaliyan juga ikut menyemarkan acara tersebut.

Hal itu terjadi lantaran sebelum pemekaran tahun 1990-an,ketika itu wilayah tersebut masih menjadi satu kelurahan.

Paskapemekaran, wilayah tersebut terpisah beda kecamatan.

Meski demikian, kedekatan warga tetap terjalin, mereka masih meyakini bahwa mereka merupakan satu leluhur.

"Kami yakin masih satu leluhur yang menempati pertama kali di desa ini sehingga nyadran ini kami berdoa untuk para leluhur," tutur Supadi.

Baca juga: Begini Sulitnya Warga Kudus Mendapat Minyak Goreng Curah, Warga: Siapa Cepat Dia Dapat

Baca juga: Wow! Harus Sabar, Daftar Tunggu Haji di Kudus 31 Tahun, Begini Keterangan Resmi Kemenag

Baca juga: Dea OnflyFans Mahasiswi Undip Ditangkap Polisi, Sering Unggah Konten Syur, Pihak Kampus Bereaksi

Ia mengaku, kegiatan nyadran di kampungnya sudah dilakukan secara turun temurun.

Di era modernisasi seperti sekarang, ia yakin kegiatan nyadran akan tetap bertahan.

"Anak muda atau generasi penerus juga masih banyak yang datang, saya yakin mereka akan tetap nguri-nguri budaya ini," tandasnya. (*)

Sumber: TribunMuria.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved