Opini
Opini Idham Cholid: Politik Daun Salam Kiai Ma'ruf
Opini Idham Cholid: Politik Daun Salam Kiai Ma'ruf Amin Kita mesti belajar banyak dari Kiai Ma'ruf Amin. ultah kiai ma'ruf amin
Idham Cholid | Kader NU, tinggal di Wonosobo
Kita mesti belajar banyak dari Kiai Ma'ruf Amin.
"Anda Ma'ruf Amin?"
"Iya betul."
"Anda akan mendapatkan amanah besar!"
Begitulah sekelumit penggalan dialog antara KH. Ma'ruf Amin dengan seseorang yang tak dikenal di makam Syekh Belabelu atau Raden Jaka Bandem, murid Syekh Maulana Maghribi, yang tak lain adalah putra Brawijaya V.
Saya mendengar cerita itu langsung dari Kiai Ma'ruf saat ndereake (membersamainya) dalam perjalanan "konsolidasi" 2008 ke Jateng dan Jatim.
Amanah besar. Apakah hal itu berkaitan dengan kepemimpinan nasional?
Tak terbayang sedikitpun. "Masa Kiai Ma'ruf mau jadi Presiden atau Wapres, dari mana berangkatnya?" Pikir saya saat itu, penuh tanda tanya.
Meski telah menjadi Anggota Wantimpres sejak 2005 (bahkan sampai 2015, dua periode masa Presiden SBY), namun siapa yang menganggapnya sebagai "faktor" politik utama?
Namun peran politiknya, haruslah diakui, memang sangat penting bagi kiprah politik NU.
Mendirikan partai bagi warga nahdliyin, yang kemudian melahirkan PKB pada 23 Juli 1998 adalah inisiatif Kiai Ma'ruf yang langsung disampaikan di hadapan Gus Dur.
Kiai Ma'ruf tak pernah patah semangat, meskipun mendirikan partai itu dianggap "melanggar" Khittah 1926.
Baginya, Khittah itu garis perjuangan yang harus menjadi pedoman, sesuai dengan aqidah, fikrah dan harakah Ahlussunnah wal-Jama'ah an-Nahdliyah.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/muria/foto/bank/originals/Idham-Cholid-Kader-NU-tinggal-di-Kalisuren-Wonosobo.jpg)